Seharusnya, Suramadu Sepaket dengan Bandara dan Pelabuhan Madura

Minggu, 28 Oktober 2018 | 17:01 WIB
0
1150
Seharusnya, Suramadu Sepaket dengan Bandara dan Pelabuhan Madura
Presiden Jokowi dan Harun Al Rasyid seusai Peresmian Perubahan Pengoperasian Jembatan Suramadu dari tol menjadi non tol atau jalan umum. (Foto: Istimewa).

Pada Sabtu sore, 27 Oktober 2018, Presiden Joko Widodo sudah meresmikan Pembebasan Tarif Tol Jembatan Suramadu. Dengan demikian, status Jembatan Suramadu berubah dari Tol menjadi Non Tol atau lebih dikenal dengan jalan umum tanpa tol.

Keputusan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden RI Nomor 98 Tahun 2018 tentang Jembatan Surabaya-Madura (Suramadu) pada 26 Oktober 2018 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.  

Menurut Perpres 98 Tahun 2018 itu, pertimbangan perubahan pengoperasian dimaksudkan untuk percepatan pengembangan wilayah Surabaya dan Madura dengan mengoptimalkan keberadaan Jembatan Suramadu sebagai pusat pengembangan perekonomian.

Sesuai pasal (1): Pengoperasian Jembatan Suramadu sebagai jalan tol diubah menjadi jalan umum tanpa tol. Pasal (2): Penyelenggaraan Jembatan Suramadu sebagai jalan umum tanpa tol dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan.

Pasal (3): Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini: a. Keppres Nomor 79 Tahun 2003 tentang Pembangunan Jembatan Suramadu; dan b. Ketentuan Pasal 12 huruf b Perpres Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Suramadu sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 27 Tahun 2008 tentang BPWS, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pada awal Maret 2016, Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memotong 50 persen tarif tol yang diresmikan pada Juni 2009 tersebut. Pada waktu bersamaan, tarif tol untuk roda 2 juga dibebaskan.

Tarif Tol Suramadu yang berlaku selama ini, untuk golongan I (sedan, jip, pikap/truk kecil, dan bus) Rp 15.000, golongan II (truk dengan dua gandar) Rp 22.500, golongan III (truk tiga gandar) Rp 30.000, golongan IV (truk empat gandar) Rp 37.500, dan golongan V (truk lima gandar atau lebih) Rp 45.000.

Sebelumnya, pada 12 Juni 2015, Presiden Jokowi menggratiskan tarif Tol Suramadu untuk sepeda motor. Meurut Gubernur Jatim Soekarwo, keputusan tersebut sangat meringankan beban pengendara sepeda motor dan menjadi bagian dari pelayanan publik.

Menurut Gubernur Soekarwo, penggratisan tarif bagi sepeda motor ini merupakan bagian dari program jangka panjang sejak pemerintahan sebelumnya, yang sempat dipermasalahkan oleh banyak kalangan.

Karena, pada dasarnya pembangunan Suramadu diharapkan tidak membebankan, khususnya terhadap masyarakat kecil. Penghapusan biaya Rp3 ribu per sepeda motor di Tol Suramadu diumumkan Presiden Jokowi di sela peresmian Tol Gempol-Pandaan, Jumat (12/6/2015).

Keputusan yang berlaku sejak Sabtu (13/6/2015) pukul 00.00 WIB tersebut diharapkan bisa mempermudah pergerakan bagi masyarakat pengguna sepeda motor, khususnya untuk sektor perekonomian.

“Dulu sejak zamannya Menteri PU Djoko Kirmanto, kami juga sering berdiskusi dan sudah diajukan terkait pembebasan tarif Suramadu untuk sepeda motor ini. Prosesnya lama dan sekarang akhirnya terealisasi,” kata Gubernur Soekarwo, Minggu (14/6/2015).

“Nah, sekarang sudah ada keputusan yang mendasari bahwa Jembatan Suramadu sisi kiri itu bukan jalan tol, sehingga peruntukannya untuk sepeda motor dan tak ada tarif apapun,” ujar Gubernur Soekarwo seperti dilansir Harianbhirawa.com, Minggu (14/6/2015).

“Yang penting fokusnya sekarang itu membuat masyarakat kecil tak terbebani dengan adanya tarif kendaraan Suramadu. Persoalan yang mengikuti akibat itu nanti dicarikan solusi. Sekali lagi, fokus sekarang membuat masyarakat kecil berkurang bebannya,” ucapnya.

Sementara itu, PT Jasa Marga selaku pengelola Jembatan Suramadu mengakui pembebasan tarif khusus roda dua akan menghilangkan antrean pengendara sepeda motor, khususnya saat memasuki musim arus mudik Lebaran 2015 yang lalu.

Pembebasan tarif bagi pengendara motor di Jembatan Suramadu, sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 321/KPTS/M/2015 tentang Perubahan Pengoperasian Roda Dua dari Tol menjadi Nontol.

Sebelumnya, Pemerintah maraup pendapatan Rp 15 miliar/bulan dari Tol Suramadu. Angka ini melampaui target yang telah ditetapkan pada 2011. Ketika itu, target bulanan Rp 14-15 miliar, realisasinya di atas itu, bisa sampai Rp 17-18 miliar/bulan.

Pendapatan ini terjadi karena ada peningkatan jumlah kendaraan yang melintas yang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya sebesar 10%. Ketika itu, kendaraan yang melintas ini didominasi oleh kendaraan roda dua.

Sejak dioperasikan setiap tahun meningkat 10-11%, dulu 36 ribu kendaraan, sekarang rata-rata 42 ribu kendaraan. Motor paling banyak ada 70%. Adapun tarif tol Suramadu saat ini masih belum berubah sejak jembatan ini diresmikan yaitu pada tahun 2009.

PT Jasa Marga Tbk mendapatkan hak mengoperasikan jalan tol ini selama 6 tahun terhitung sejak 2012. Dan, pada Sabtu, 27 Oktober 2018, Presiden Jokowi juga melakukan Perubahan Operasional untuk kendaraan dari semua golongan (I-V).

Bandara dan Pelabuhan

Keputusan Presiden Jokowi mengubah pengoperasian Tol Jembatan Suramadu menjadi jalan umum tanpa tol disambut baik oleh warga Madura. Tapi, sebagian masih ada yang menyindir, mengapa baru dibebaskan saat menjelang Pilpres 2019?

Suara warga dengan logat Madura itu terdengar melalui Radio FM Suara Surabaya, Minggu pagi (28/10/2018). Wakil Ketua DPD Partai Golkar Jatim Harun Al Rasyid juga menyambut baik pembebasan tarif Jembatan Suramadu tersebut.

“Jadi, ini merupakan kepekaan Jokowi dalam merespon keinignan masyarakat Madura,” kata Harun Al Rasyid kepada Pepnews.com. Ia mengungkapkan, perjuangan untuk membebaskan tarif ini diawali dengan penggratisan sepeda motor pada 2015.

Kedua, ada kebijakan pemerintah untuk bayar 50% dari Rp 30 ribu, sehingga turun menjadi Rp 15 ribu. “Sekarang ini 100% gratis. Bagi masyarakat Madura, seharusnya perlakuan ini diterima untuk Madura sejak lama,” ujar Ketua Cakra 19 Madura ini.

Menurutnya, karena sejak awal pembangunan Jembatan Suramadu ini untuk memperlancar arus kendaraan dari Madura ke Surabaya atau sebaliknya, sehingga geliat ekonomi berjalan dengan lancar tanpa warga harus membayar jika lewat Suramadu.

“Pak Noer (Mohammad Noer, mantan Gubernur Jatim) menggagas Jembatan Suramadu sajak 1954. Kemudian baru teralisasi semasa BJ Habibie menjadi Meristek. Itu komitmen Pak Noer dengan Presiden Soeharto,” ungkap Harun Al Rasyid.

Sebenarnya, proyek Jembatan Suramadu itu satu paket dengan pemindahan Bandara Juanda dan Pelabuhan Tanjung Perak ke Tanjung Bulupandan, wilayah utara Bangkalan. “Ketika ini tidak jalan, maka seperti ini jadinya,” lanjutnya.

Pemberlakuan tarif Jembatan Suramadu selama ini justru membebani orang Madura dengan biaya yang cukup tinggi. “Ini yang menyebabkan 4 wilayah di Madura jadi juara termiskin di Jatim. Ini tampak karena tidak ada dampaknya,” ujar Harun Al Rasyid.

“Semasa Laksamana Sukardi jadi menteri telah membelokkan pelabuhan ke Teluk Lamong, dan Gubernur Soekarwo malah perluas Juanda. Sehingga cita-cita Pak Noer tak terlaksana. Ini harus segera diwujudkan Pemerintah,” tegas Harun Al Rasyid.

Menurutnya, dulu jika tak ada komitmen antara Pak Noer dengan Pak Harto, mungkin tak akan ada pembangunan Suramadu. “Jembatan Suramadu ini sepaket dengan dua kebijakan, pindahkan Juanda ke Tanjungbumi/Banyates dan Tanjung Perak ke Tanjung Bulupandan,” ujarnya.

Harun Al Rasyid mengatakan, dengan digratiskannya Suramadu, maka seharusnya menjadi titik ungkit bagi perekonomian Madura maupun Nasional. “Kepindahan Juanda ke Tanjungbumi/Banyuates sama dengan Halim Perdana Kusuma ke Tangerang,” lanjutnya.

Karena, minimal titik layak kepindahan bandara itu 70 dari Juanda. Sama dengan Halim ke Soekarno-Hatta dan Husain Sastranegara ke Sekarjati. “Sekarang kalau dikacaukan dengan Teluk Lamong dan Juanda tidak dipindah, akan mempengaruhi rencana itu,” tegasnya.

Ia berjanji, akan mengawal rencana tersebut. “Siapapun presidennya, rencana ini harus terus dilanjutkan,” lanjut mantan Dosen Universitas Jember (UNEJ) tersebut. Untuk sekarang ini, “Paling penting rakyat Madura berterima kasih kepada Presiden Jokowi.”

Harun Al Rasyid kembali mengingatkan, Bandar Juanda itu berada di titik koordinat militer (Lanudal-Lapangan Udara TNI AL). Sehingga kalau terjadi perang, ini akan menjadi sasaran dari musuh. “Makanya, bandara ini perlu dipindah ke Madura. Dan, Juanda bisa dikembalikan kepada TNI AL," tegasnya.

***