Pemerintah Optimal Mengatasi Teror Jelang Nataru

Pemerintah terus optimis dalam mengatasi teror jelang Nataru, karena umat harus dijaga agar tidak ketakutan saat beribadah.

Kamis, 23 Desember 2021 | 16:21 WIB
0
149
Pemerintah Optimal Mengatasi Teror Jelang Nataru
Kembang api di malam tahun baru (Foto: Tribunnews.com)

Libur Nataru (natal dan tahun baru) adalah masa yang rawan karena melihat ke beberapa tahun ke belakang, ada ancaman teror dari kelompok radikal. Pemerintah pun berusaha optimal mengatasi teror agar tidak ada ancaman keamanan menjelang akhir tahun.

Indonesia adalah negara majemuk tetapi hal ini tidak bisa dipahami oleh kelompok radikal dan teroris. Mereka ngotot ingin mendirikan negara khilafah dan memiliki intoleransi, dan hal ini berbahaya karena demi misinya mereka melakukan pengancaman, bahkan pengeboman. Tak heran kelompok teroris dan radikal terus diburu oleh Densus 88 antiteror.

Jelang libur Nataru adalah waktu yang mendebarkan karena ada hari raya dan jangan sampai kemeriahannya malah dikotori oleh ancaman penyerangan atau pengeboman di rumah ibadah. Pengamanan akan diperketat supaya umat bisa melakukan misa dengan lancar.

Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa dilakukan antisipasi sedini mungkin akan teror, intoleransi, perusakan rumah ibadah, dan sweeping jelang Nataru. Dengan kerja sama antara pemerintah, aparat, dan masyarakat, maka antisipasi akan mengamankan Nataru. Sehingga umat bisa berbiadah tanpa dibayangi ketakutan akan teror dari kelompok teroris.

Antisipasi memang harus dilakukan karena Nataru identik dengan kegembiraan, bukan ketakutan. Jangan sampai akhir tahun jadi tragedi karena di televisi dan media sosial bertebaran berita tentang pengeboman dan penyerangan di tempat umum. Selain membahayakan umat, juga bisa mencoreng nama baik Indonesia. Jangan sampai negeri ini identik dengan terorisme dan radikalisme.

Pemerintah akan mengoptimalkan berbagai cara untuk mengatasi teror jelang Nataru. Pertama adalah dengan operasi lilin. Operasi tahunan tiap Nataru ini akan menjaga lalu lintas sekaligus melakukan razia jika ada kendaraan yang mencurigakan. Jangan sampai ada mobil atau sepeda motor yang membawa bom molotov dan lolos dari operasi lilin.

Razia lebih ketat dilakukan apalagi di masa pandemi. Selain mencegah anggota kelompok teroris membawa bom atau benda berbahaya lain, razia juga dilakukan untuk menegakkan protokol kesehatan. Jangan sampai ada kendaraan roda 4 yang penumpangnya penuh karena gagal jaga jarak.

Selain operasi lilin, pemerintah juga mengatasi teror dengan cara penangkapan terhadap terduga teroris. Ada 4 orang yang dicurigai masuk ke dalam kelompok teroris dan radikal yang ditangkap oleh Densus 88 antiteror, di daerah Sumatera Selatan. Penangkapan juga akan dilakukan di daerah lain untuk pencegahan.

Penangkapan ini bukanlah bentuk kecurigaan atau paranoid, tetapi cara agar mencegah terorisme di Indonesia. Bukankah lebih baik mencegah daripada mengobati? Lebih baik mencegah pengeboman sejak dini daripada pusing karena menyelidiki kasus pengeboman atau ancaman teror saat Nataru.

Langkah selanjutnya untuk mencegah teror saat Nataru adalah dengan mencegah sweeping oleh ormas tertentu. Ormas yang biasanya suka sweeping sudah dibubarkan oleh pemerintah pada akhir tahun lalu. akan tetapi harus tetap waspada karena bisa jadi mantan anggota mereka bisa nekat melakukan sweeping saat Nataru.

Langkah-langkah pencegahan teror dilakukan agar tidak ada penyerangan atau pengeboman saat Nataru. Mereka wajib dijaga haknya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan tanpa takut akan ancaman teror dari kelompok radikal dan teroris. Kekhusyukan umat saat beribadah harus dijaga, dan di depan rumah ibadah juga ada aparat untuk mengamankannya.

Pemerintah terus optimis dalam mengatasi teror jelang Nataru, karena umat harus dijaga agar tidak ketakutan saat beribadah. Selain itu, Nataru adalah identik dengan kebahagiaan dan kehangatan keluarga. Jangan sampai kesenangan saat Nataru dirusak oleh niat jahat dari kelompok teroris dan radikal. Langkah-langkah terus dilakukan oleh aparat agar Nataru 2021 berlangsung dengan damai.

***


Abi Raharjo, Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute