Siti Nurbaya, Romeo-Juliet dan Sampek-Engtay dari Minangkabau

Novel ini memberi warna zamannya. Ia membawa kita menengok batin Indonesia 100 tahun lalu. Itu era ketika tanah Minangkabau juga melahirkan Romeo- Juliet dan Sampek-Engtay versi Indonesia.

Kamis, 9 Desember 2021 | 10:36 WIB
0
252
Siti Nurbaya, Romeo-Juliet dan Sampek-Engtay dari Minangkabau
Ilustrasi Romeo-Juliet (Foto: VOI.id)

Tertulis di surat itu: Padang, 1897. Surat dimulai dengan kata: “Kekasihku Samsulbahri.”

Sitti Nurbayapun bercerita dari Padang kepada kekasih hatinya yang tengah bersekolah di Batavia. “Aku menulis surat ini dengan cucuran air mata.”

Tulis Nurbaya, toko Ayahnya terbakar. Diduga ada yang membakar. Kebun kelapa Ayahnya juga mati. Juga diduga ada tangan- tangan jahat yang merusaknya.

Ayahku terlilit hutang kepada Datuk Maringgih, ujar Nurbaya. Ayah tak lagi sanggup membayar hutang. Ancamannya masuk penjara.

Datuk Maringgih memberi tawaran. Hutang Ayahnya dilupakan. Ayah juga tak akan dipenjara. Itu asalkan aku, Nurbaya, bersedia menjadi istri Datuk Maringgih.

Sitti Nurbayapun bersumpah dan Ia ingin kekekasihnya Samsulbahri percaya. Cintanya tetap utuh pada Samsulbahri. Tak berkurang sedikitpun.

Namun untuk menyelamatkan Ayahnya, Ia terpaksa mengambil tawaran itu: menjadi istri Datuk Maringgih.

Bagi Samsulbahri, tak ada hantaman yang lebih keras daripada isi surat itu. Ia teringat mimpinya yang mirip. Jantungnya seolah berhenti. Ia menangis tak henti- henti.

-000-

Kisah cinta yang tak sampai itu tema universal, menyentuh, disukai di berbagai belahan dunia.

Di dunia barat, ada kisah Romeo dan Juliet dari tangan William Shakespeare. Kisah ini ditulis di tahun 1591-1595. Kini kita tahu ternyata kisah ini diadopsi dari penulis lainnya: Arthur Brooke, di tahun 1562 dengan judul The Tragical History of Romeus and Juliet. (1)

Di Cina ada kisah Sampek-Engtay. Ini judul sebuah film di tahun 1931, dengan produser The Teng Cun. Ternyata cerita ini diinspirasi oleh kisah yang jauh lebih tua, kisah rakyat, berjudul The Butterfly Lovers.

Rome and Juliet, Sampek Engtay, dan Sitti Nurbaya-Samsulbahri ketiganya memiliki karakter kisah yang sama. Pasangan kekasih dalam tiga kisah di atas begitu sangat mecintai. Mereka merasakan kedalaman cinta sejati.

Namun cinta mereka dipisahkan. Pihak wanita dijodohkan atau terpaksa menerima pinangan lelaki lain. Di akhir cerita, pasangan kekasih yang masih hidup memilih wafat menyusul sang pujaan hati yang wafat terlebih dahulu.

Untuk kasus Sampek-Engtay, ketika wafat, jiwa pasangan ini terbang menjadi sepasang kupu-kupu. Untuk kasus Romeo dan Juliet, Juliet membunuh dirinya sendiri setelah Ia mengetahui Romeo wafat. Untuk kasus Sitti Nurbaya, Samsulbahri meminta dirinya dimakamkan di dekat makam Sitti Nurbaya.

Dari kacamata pembaca setelah kemerdekaan, yang cinta tanah air, apalagi di era sekarang, akan sulit menentukan sikap. Apakah pembaca harus membela Samsulbahri atau lawannya Datuk Maringgih, yang merebut kekasihnya?

Jelaslah Datuk Maringgih seorang lintah darat. Ia berkuasa, lihai namun jahat menjerat Ayahnya Sitti Nurbaya agar terjatuh karena hutang. Ia lihai namun licik menjerat Sitti Nurbaya agar bersedia menjadi istrinya.

Namun Datuk Maringgih itu bertempur melawan Belanda. Walau motif perlawanannya karena keberatan soal pajak yang tinggi, ia berperang hingga mati melawan pemerintahan kolonial. Ia pejuang pribumi.

Sebaliknya, Samsulbahri itu pemuda penuh cinta, pintar dan baik. Pembaca iba melihatnya menjadi korban cinta, korban kelihaian Datuk Maringgih.

Tapi Samsulbahri menjadi tentara kolonial. Ia ikut menumpas aneka pemberontakan kaum pribumi melawan pemerintahan kolonial. Ia antek penjajah.

Mengapa sang penulis novel, Marah Rusli, memilih tokoh protagonisnya (tokoh utama yang baik) justru menjadi tentara Belanda? Mengapa pula Ia memilih tokoh antogonisnya (tokoh utama yang buruk) justru pejuang melawan Belanda?

Novel ini ditulis di tahun 1922, di era kolonial. Marah Rusli sebagai penulisnya juga seorang yang melawan tradisi dan adat setempat. Ia melawan kehendak Ayahnya, kehendak adat, agar Ia menikah dengan gadis dari suku yang sama.

Marah Rusli tak patuh. Ia menikah dengan gadis dari suku Sunda. Ia tinggalkan pula tanah Minangkabau.

Marah Rusli juga mengecap pendidikan modern sehingga ia menjadi dokter hewan. Pendidikan modern bagi pribumi juga menjadi bagian politik etis penjajah Belanda. Ia merasakan manfaat kebijakan Belanda itu.

Semua itu membentuk alam berpikir Marah Rulsi. Mungkin baginya, di era kolonial, bekerja sebagai tentara penjajah, walau harus menumpas pemberontakan pribumi, itu bukan pekerjaan negatif.

Karena itu, Samsulbahri pun, tokoh yang mendapatkan simpati pembaca, Ia jadikan tentara Belanda. Di era itu, di alam pikiran Marah Rusli, menjadi petinggi tentara Belanda mungkin justru sebuah prestasi. Hal yang positif.

Sebaliknya, memberontak terhadap pemerintah, walau itu pemerintahan penjajah Belanda, tak serta merta menjadi tindakan heroik yang perlu dipuji. Itu pula sebabnya, tokoh antogonis Datuk Maringgih (tokoh utama yang buruk) diperankan juga sebagai pejuang melawan penjajah.

Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena di bulan Oktober 2021 sudah menetapkan. Novel Sitti Nurbaya dipilih sebagai satu dari 100 Buku Pilihan Yang Mewarnai Indonesia Sejak Era Kolonial.

Novel ini memberi warna zamannya. Ia membawa kita menengok batin Indonesia 100 tahun lalu. Itu era ketika tanah Minangkabau juga melahirkan Romeo- Juliet dan Sampek-Engtay versi Indonesia.

November 2021

Denny JA

 

CATATAN

1. Kisah cinta tak sampai seperti Sitti Nurbaya, versi yang menonjol adalah Romeo dan Juliet. Ternyata penulis aslinya bukan William Shakespeare. Ia hanya mengembangkan dari karangan orang lain.