Orang yang Diurapi Tuhan

Sayangnya, gereja justru lebih sering mengucilkan bahkan memusuhi korban perkosaan, yang dianggap mencemarkan nama “HambaNYA”. Ini lebih seperti ego.

Rabu, 11 Maret 2020 | 07:05 WIB
0
858
Orang yang Diurapi Tuhan
Oknum pendeta yang diduga mencabuli jemaatnya (Foto: Tribunnews.com)

Saya beberapa kali mendengar nasehat dari sesama orang Kristen maupun di gereja untuk “tidak mengusik orang yang diurapi TUHAN”. Tentu saja kisah yang mendasari hal ini ialah kisah mengenai Daud yang menolak membunuh Saul, karena Saul adalah raja yang diurapi TUHAN. Padahal saat itu Daud sedang dikejar–kejar Saul untuk dibunuh.

Di masa kini, “orang yang diurapi TUHAN” diterjemahkan sebagai pendeta. Adapun yang dimaksud “mengusik” tidak hanya diterjemahkan sebagai tindakan “menjahati” pendeta, namun juga termasuk tindakan melaporkan atau menuntut pendeta / hamba TUHAN yang melakukan tindak kejahatan. Bahkan misalnya jadi korban kejahatan si hamba TUHAN pun, sebagai umat diharapkan untuk DIAM, kalau bersuara dibilang menghakimi.

Sudah sejak lama saya merasa bahwa ajaran tersebut adalah ajaran yang salah!

Saya tidak sentiment dengan yang namanya hamba TUHAN. Sepanjang hidup, firman yang dibawakan hamba TUHAN tiap minggu merupakan makanan rohani yang memberi saya kekuatan dalam menjalani hidup. Tapi saya menolak ajaran yang melarang umat bersuara atau melaporkan kejahatan yang dilakukan oleh hamba TUHAN (yang konon diurapi itu). Karena menurut saya, konteks dari kisah Daud tidak bisa serta merta diterapkan dalam kehidupan masa sekarang. Harus diingat yang dilakukan Daud itu BUKAN perintah TUHAN, melainkan tindakan yang dipilih Daud.

Baru – baru ini ada kasus di Surabaya, di mana seorang hamba TUHAN (yang konon diurapi itu) melakukan tindakan asusila selama bertahun- tahun terhadap jemaatnya. Dimulai ketika korban masih anak–anak. Yang membuat saya marah adalah reaksi sebagian orang Kristen yang bertanya–tanya, kenapa setelah 17 tahun baru ngomong? Wah… pasti menikmati itu kalau selama itu diam saja.

Menurut saya, orang–orang yang berkata seperti itu adalah manusia–manusia yang otaknya tidak berfungsi!

Dan hal ini membuat saya teringat masa lalu. Anak sekecil itu bisa apa? Dan sekalipun setelah beberapa lama dia sadar apa yang menimpa dirinya, bagaimana mungkin dia lapor, bila sejak kecil dia didoktrin untuk “tidak mengusik orang yang diurapi TUHAN”, saya yakin sekali dia pasti takut kena hukuman TUHAN kalau berani bercerita.

Yang lebih konyol… doktrin di atas disambung dengan nasehat kepada korban untuk “mengampuni saja… minta TUHAN pulihkan, dan biarkan hambanya yang diurapi itu berurusan langsung dengan TUHAN”. Ini lagi… ini nasehat yang sangat JAHAT! Ini contoh bagaimana kisah Alkitab digunakan untuk MENGINTIMIDASI korban kejahatan.

Nasehat tersebut hanya boleh diberikan ketika si pelaku sudah diproses hukum dan mendapatkan hukumannya. Okay… kalau pelaku sudah dikerangkeng, memang iya.. korban diminta untuk mengampuni, minta dipulihkan TUHAN dan move on. Harus diingat kalau hal ini bukan balas dendam, apalagi upaya untuk “mengusik orang yang diurapi TUHAN”, ini adalah upaya untuk mencegah korban lain berjatuhan.

Saya juga paham kalau banyak orang tidak nyaman ketika kasus semacam ini tersebar. Banyak orang Kristen yang meminta supaya beritanya jangan dishare. Tapi hal ini juga menunjukkan bahwa umat beragama sangat mudah melihat kesalahan atau kejahatan dilakukan oleh penganut agama lain, tapi gagal mengakui bahwa penganut agamanya sendiri, bahkan pemuka agamanya juga bisa brengsek.

Ada yang berargumen, kalau tersebar… nanti orang–orang jadi takut ke gereja.. takut mengenal YESUS. Lhah??? Justru ini peringatan untuk tidak mengkultuskan manusia, ini peringatan bahwa di gereja juga bisa ada predator.

Jangan bilang bahwa “dimangsa predator di gereja tidak apa–apa, yang penting sudah kenal YESUS”. Pikiran macam apa itu? Citra gereja tidak akan menjadi lebih baik dengan menutup–nutupi kasus semacam ini. Gereja yang menutup–nutupi kasus semacam ini justru menjadi penyebab mengapa orang males kenal YESUS.

Dalam kasus semacam ini, gereja wajib bersikap tegas, pelaku harus ditindak, biarkan hukum bekerja. Dan,… hal yang tidak kalah penting… gereja wajib menolong korban… bantu pemulihannya. Jadilah tangan YESUS yang memulihkan korban.

Sayangnya, gereja justru lebih sering mengucilkan bahkan memusuhi korban, yang dianggap mencemarkan nama “HambaNYA”. Ini lebih seperti ego.

***