Nasihat bagi yang Tak Beragama

Takut kalah itu membuat mereka yang beragama suka berlomba. Apalagi bagi yang meyakini bahwa tuhannya bisa marah-marah. Nalurinya menaklukkan atau meniadakan yang lain.

Jumat, 15 November 2019 | 06:47 WIB
1
513
Nasihat bagi yang Tak Beragama
Ilustrasi atheis (Foto: foxpop.id)

Pelaku bom bunuh diri di Medan, orang yang tak beragama. Begitu pernyataan MUI. Apa itu MUI? Entah apa kepanjangannya. Tapi pendeknya, ia mengatakan kek gitu itu!

Tapi kenapa dulu Ibu Meliana dihukum penjara dengan vonis melakukan penistaan agama? Padahal dia punya agama, ‘kan? Agama yang berbeda tentu. Karena kalau sama, mungkin dituding tak punya agama pula.

Agama toh ‘cuman’ kepentingan belaka, bagi yang suka main-main politik. Kalau menguntungkan diakui. Kalau nggak, ngapain diakui? Njelek-njelekin aja.

Maka, ini nasihat bagi mereka yang tak beragama. Bukan nasihat untuk mereka yang membubarkan acara Odalan di Mangiran, Mbantul kemarin. Jangan nasihatin mereka, soalnya beragama. Mongsok sudah beragama masih dinasihatin.

Wahai orang-orang yang tak beragama, kalau ada orang beragama bikin ritual, ibadah, sembahyang, sesuai akidah mereka sendiri, biarkanlah. Nggak usah baper apalagi cemburu. Ngapain melarang-larang, wong kamu tak punya agama?

Atau kamu takut, karena tak punya agama terus ngeliat orang beribadah sebagaimana syariat agamanya, kamu ketularan? Tidak imun? Terus hijrah jadi bergama? Terus kamu merasa rugi, umat tak-beragamamu berkurang? Jadi mayoritas nggak pede-an?

Kalau engkau tak beragama, tak usah cemburu dengan yang beragama. Wong keyakinan masing-masing. Kecuali kamu bisa buktikan sorga dan neraka itu memang tak ada. Atau, kalian tanya ama Djadug Ferianto, “Piye Dug, kabare? Beneran ya, yang dikatakan mereka?”

Makanya bagi mereka yang beragama, gontok-gontokan atau gegeran rebutan bener, itu menunjukkan bela-agama mereka. Untuk nunjukin ketaatannya. Lha ngapain beragama kok toleran pada agama lain? Kok kayak kita saja, orang yang nggak beragama!

Kalian yang tak beragama, bersyukurlah. Karena tak ada tuntutan fanatik mati-matian. Mau ngebela apa dan mengutuk apa? Jangankan menghadiri ritual agama lain, ngucap salam secara agama yang berbeda-beda saja bisa membuat tuhan marah. Kita nggak tahu, tuhan belajar agama di mana, atau beragama apa, kok bisanya marah-marah karena agama ciptaannya dimain-mainkan umatnya.

Jadi, wahai umat tak beragama, tetaplah menjadi manusia toleran, tak perlu fanatik karena apa yang mau difanatiki wong tidak beragama? Kalau mereka yang beragama, wajib fanatik, taat, patuh, takut. Bukankan konsep agama bersumber dari ketakutan? Ketakutan sendirian dan ditinggalkan? Itu kata Karl Marx? Bukan, itu kata Bertrand Russell, “Ketakutan adalah dasar agama: takut hal-hal misterius, takut kalah, takut mati.”

Takut kalah itu membuat mereka yang beragama suka berlomba. Apalagi bagi yang meyakini bahwa tuhannya bisa marah-marah. Nalurinya menaklukkan atau meniadakan yang lain. Mangkanya tak suka toleran. Kalau mereka tak beragama, apa yang mau dilombakan? Kehilangan follower? Wong bendera saja tak punya.

***