Sejak awal saya sudah membacanya dan mengingatkan beberapa pihak agar menahan diri dari mengujar kebencian pada AS secara provokatif.
Sekira 15 tahun lalu di awal-awal niat saya mau ber'hijrah', proses awal saya adalah dengan mengikhtiarkan diri bergabung dulu dengan komunitas 'practicing muslim' mancanegara. Katanya kalau ingin wangi, berkumpullah dengan tukang parhum, right ?!
Dan tentu saja komunitas muslim mancanegara tersebut akan dimayoritasi oleh muslim dari Indian continents, i.e.Pakistan, India, Bangladesh, Srilanka, karena jumlah populasi mereka 11-12 dengan muslim Indonesia.
Jadi otomatis para asatidz yang populer, banyak diperbincangkan dan menjadi referensi mereka adalah juga para asatidz berdarah India. Seperti Nouman Ali Khan, Zakir Naik, Mufti Menk, Tawfique Chowdhury, Yasir Qadhi, dlsb.
Setelah cukup intens bergaul, baru saya ngeh kawan-kawan baru saya ini ternyata sama awamnya dengan saya, tidak lebih baik pengetahuan ilmu agamanya dari saya.
Pantas saja jika ternyata para asatidz yang sering diperbincangkan mereka adalah deretan para 'ustadz seleb' yang wara wiri di youtube dan jejaring sosial lainnya. Kalau di level nasional yang semacam tersebut di atas sebutlah ustadz Yusuf Mansur, Hanan Attaki, Adi Hidayat, dlsb.
Jadi ternyata proses 'metamorfosis hijrah' bagi kaum awam di belahan dunia mana pun sama saja, tidak di indonesia, tidak di mancanegara...sama saja!
Di awali dengan niat pertobatan, lalu mulai mencari-cari ilmu yang paling mudah didapat, dan tentu saja nama tempatnya adalah "internet", lalu berjumpa dengan para 'ustadz seleb' yang menggunakan sosial media sebagai media dakwahnya (karena target market yang dituju mereka memang adalah anak-anak muda yang awam dan baru niatan belajar agama), kemudian para awam ini terjebak pada marketing bisnis agama di lingkaran itu.
Tahap selanjutnya apakah akan naik level menuju pemahaman agama yang lebih baik, atau ditetapkan di sana sana saja, itu tergantung pada hidayah Allah, atau bagaimana para sohibul hijrah ini membangun niat sedari awal..
Tentu bagaimana Allah menunjukkan cinta dan kebaikanNya, tergantung juga dari seberapa besar kita menunjukkan cinta kepadaNya.. Allahu a'lam..
Saya pun mulai jadi pemerhati para ustadz seleb kaliber dunia tsb. Perhatian saya terutama kepada Zakir Naik (ZN) yang sangat menjadi idola muslim muda dunia saat itu.
Beliau disebut sebagai Imam Bukhori akhir zaman karena hapalan ZN atas Kitab Al Quran dan berbagai Kitab Hadist. Memori beliau dikatakan sangat luar biasa.
Dan fakta yang paling menariknya adalah beliau ternyata seorang dokter spesialis bedah!
Awalnya saya berpikir beliau adalah ahli ilmu fikih. Karena kebanyakan ceramahnya berkisar tentang fikih sehari-hari, termasuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar itu. Tata cara sholat, wudhu, mandi junub, menstruasi, riba, dlsb, permasalahan keseharian yang dihadapi kita.
Beliau menjawab segala persoalan dengan sangat meyakinkan. Pantas saja menjadi idola ibu-ibu dan kaum muda yang awam dan haus ilmu.
Namun lama-kelamaan, dengan segala keawaman saya, saya mulai mengenali ZN ini kok seperti ngawur dalam menjawab berbagai pertanyaan seputar fikih.
Kalau ditanya buktinya apa, mana dalilnya, wah saya tidak tahu hehe...
Modal saya saat itu kan hanya banyak membaca dan potong-potongan memori apa yang telah saya baca. Dan modal seperti itu tidak dapat dianggap telah ngelmu.
Jadi pokoknya feeling saya mengatakan ZN ini beberapa kali berkata ngawur tapi jangan kau tanyakan dalilnya.
Saya sampaikan feeling saya ini kepada kawan komunitas. Lebih baik hindari ZN, menurut saya dia bukan ustadz yang cukup kompeten di bidangnya (ilmu fikih).
Apa respon mereka? Tentu saja saya dibully habis-habisan. Memang apa kapasitas saya berani menyebut Imam Bukhari akhir zaman tidak kompeten.
Baiquelah... Saya simpan keyakinan saya itu diri saya sendiri dan mulai meninggalkan ZN. Dan ZN tetap dengan kepopulerannya dengan jutaan followernya di seluruh dunia.
Hingga tidak selang berapa lama terjadi kehebohan. Para ulama senior mulai bersuara mengenai ZN, bahwa ZN ini adalah "ustadz abal-abal", beliau sama sekali tidak memiliki background pendidikan ilmu agama formal, namun berani memberi ceramah ke sana ke mari. Padahal modal dia hanya hapalan Al Quran dan Hadits.
Oalah... ternyata demikian. Jadi feeling saya ternyata tidak salah. ZN memang bukan ustadz kompeten. Pinginnya saya bisa bilang ke kawan-kawan komunitas, "yekaan.. yekaaan.. Ane bilang juga apa! Bolehnye ngebully ane! Untung ane sabar orangnye.." (just kidding).
Bahaya betul ZN ini, tidak takut menyesatkan orang.
Saya jadi teringat satu hadist, tentang satu orang Sahabah yang badannya sedang penuh luka dan ia memiliki junub. Lalu ia bertanya kepada Sahabah yang lain, "Badanku penuh luka, bagaimana caraku membersihkan junub? Apakah harus mandi seperti biasa ?" Yang ditanya menjawab, "Saya tidak mendengar jawaban lain selain itu."
Maka mandilah ia, kemudian tak berapa lama meninggal. Mendengar kabar itu Rasulullah marah, dan menghardik Sahabah yang memberikan jawaban 'asal'... "Kalau tidak tahu itu, bertanya pada ahlinya!" (bambaaaang..!!).
Kurang lebih demikian maksud hadits tsb. So, saat itu saya juga berharap ZN tidak pernah menyesatkan dan mencelakai jamaahnya seperti itu.
Namun setelah kritikan pedas para ulama senior tsb, ZN lantas memang benar mengambil pendidikan ilmu Al Quran hingga Master dalam waktu singkat, meninggalkan karirnya sebagai dokter bedah dan menekuni profesi barunya secara serius (siapa yang rela meninggalkan jutaan followers yang sudah terbentuk ya). Mungkin kalau sekarang gelarnya sudah Doktor.
Itu sekilas perkenalan saya dengan ZN lalu sudah tidak pernah mengikuti ceramah lagi. Di kemudian hari saya hanya tahu entah mengapa fokus ceramahnya sudah berbeda, lebih kepada perbandingan agama Islam vs Kristen. Dengan bangga dia menceritakan pengalamannya memualafkan sekian banyak orang, dlsb.
Mungkin dia ingin mengikuti jejak Syaikh Ahmed Deedat, Allahu a'lam. Yang saya tahu, ZN pernah di'banned' berceramah di Inggris karena isi ceramah-ceramahnya yang cenderung keras sehingga seringkali menyinggung umat Kristen.
Ingatan saya kembali pada ZN memang karena kasus Abdul Somad (AS) yang sekarang sedang viral. Dalam pikiran saya, kedua tokoh ini memiliki beberapa kemiripan.
Pertama, kontroversial. Kedua, keras serta berpandangan konservatif pada hal yang berkaitan dengan Aqidah, atau hubungan dengan agama non Islam.
Dan bagi saya pribadi, asatidz demikian bukan golongan yang akan saya ambil ilmunya. Keras dalam Iman/Aqidah memang sudah semestinya, namun tidak mesti keras dalam pemilihan diksi. Bahwa misalnya mereka berasal dari daerah yang berkarakteristik dan bergaya keras, hikmah Islam lah yang semestinya melembutkan.
Intonasi bisa tinggi dan berapi-rapi, tapi adab, sikap dan perilaku juga memberikan sentuhan rasa kepada orang-orang yang dihadapinya. Ketiga, saya menemukan feeling kengawuran yang sama pada AS hehehe..
Serupa dengan ZN, AS juga selalu mengupas sesuatu atau menjawab apapun pertanyaan jamaah dengan sangat meyakinkan. Namun saya tidak mudah mengabaikan feeling jika seseorang dirasa mengungkapkan kengawuran. Di momen pertama mungkin saya tidak mampu menemukan jawabannya, di kemudian hari baru terungkap kengawurannya ada pada bagian mana.
Namun bagi saya, feeling saja (bukan penghakiman, namun based on pengalaman) sudah saya anggap petunjuk Allah untuk tidak mengambil ilmu dari seseorang. Dan itu anugerah yang harus disyukuri, Dab! Bahwa kita masih diberi petunjuk.
Kalau dibandingkan dengan banyak orang yang tersesat pemahaman agamanya karena dipertemukan pada guru yang sangat, bukankah petunjuk adalah suatu anugerah yang patut kita syukuri ?
Kengawuran terakhir dipertunjukkan lagi pada ceramahnya AS tentang parfum beralkohol yang menurutnya mengandung lemak babi. Satu viral belum selesai, sudah muncul lainnya lagi. Benar-benar manusia yang lidahnya mengandung enzim kontroversial.
Tapi saya bukan ingin membahas dan membesarkan tentang hal tersebut. Justru dari kemarin saya menyeru kepada jamaah fesbukiyyah agar tidak membesarkan isu AS.
Karena saya sudah mencium ada bau propaganda pada isu AS ini. Ada para pihak yang sengaja ingin membesarkan untuk menebalkan rasa kebencian antar kelompok, dan tujuannya tentu saja agar tercipta chaos, konflik dan gangguan keamaan di negeri ini.
Sejak awal saya sudah membacanya dan mengingatkan beberapa pihak agar menahan diri dari mengujar kebencian pada AS secara provokatif.
Dilalah respon baliknya adalah saya dibully sejuta umat juliders maha benar hehe... Saya disebut membela AS, wahabi yang sejenis dengan AS, pengikut diehard nya n bla bla bla...
Gapapa.
Tapi ketika pasca insiden Papua mereka balik saling mengingatkan agar menahan diri, tidak terprovokasi para pihak yang berniat mengadu domba kita... Pinginnya saya bilang balik pada mereka...
"Yekaaan... Yekaaan... Ane bilang juga apa! Gw tu gak bisa dibully gini. ZLM!"
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews