Sudah Saatnya Ibukota Harus Pindah

Memindahkan ibukota hampir mirip memindahkan Ratu Lembah Madu. Kalau "ratunya" dipindah, maka lebah prajurit akan mengikutinya.

Selasa, 27 Agustus 2019 | 22:01 WIB
0
279
Sudah Saatnya Ibukota Harus Pindah
Presiden Joko Widodo (Foto: Facebook Presiden RI)

Presiden Jokowi bersama beberapa menteri dan gubernur Kaltim kemarin siang Senin, 26 Agustus 2019 telah mengumumkan rencana perpindahan ibukota ke kabupaten Penajam Paser Utara dan kabupaten Kutai Kertanegara,Kalimantan Timur.

Sebenarnya beberapa hari sebelumnya menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil sudah memberitahukan, bahwa Kalimantan Timur menjadi tempat ibukota yang baru. Tentu sebagai menteri Agraria atau Badan Pertanahan Nasional wajar kalau menteri Sofyan Djalil mengetahuinya dan memberitahukan kepada publik atau masyarakat.

Rupanya apa yang disampaikan oleh menteri Sofyan Djalil terkait informasi letak atau perpindahan ibukota yang baru membuat presiden Jokowi tidak berkenan. Dengan alasan karena masih ada beberapa kajian yang belum selesai. Akhirnya menteri Sofyan Djalil memberikan klarifiksasinya bahwa masih menunggu beberapa kajian dulu sebelum memastikan tempat atau letak ibukota yang baru.

 Menurut opini pribadi, tidak berkenannya presiden Jokowi kepada menteri Sofyan Djalil terkait informasi perpindahan ibukota yang baru bukan karena menuggu beberapa hasil kajian, akan tetapi lebih karena presiden Jokowi yang ingin mengumumkan atau memberikan informasi lewat konferensi pers kepada publik atau masyarakat. Intinya presiden tidak mau didahului oleh pembatunya atau menterinya.

Dan akhirnya presiden Jokowi Senin siang mengumumkan tempat perpindahan ibukota yang baru yaitu provinsi Kalimantan Timur.

Dalam konferensi pers tersebut presiden Jokowi memberikan alasan-alasan rasional-mengapa ibukota harus dipindah ke Kalimnatan Timur.

Di antaranya:Jakarta sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis dan keuangan, perdagangan atau jasa. Selain itu juga karena kemacetan dan penduduk pulau Jawa sudah terlalu padat,karena 54% penduduk tinggal di pulau Jawa.

Apa yang disampaikan oleh presiden Jokowi terkait alasan dipindahkannya ibukota adalah benar adanya. Bahwa memindahkan ibukota adalah hal yang harus atau wajib. Malah menurut saya kita sudah tertinggal dengan beberapa negara yang sudah lama memindahkan ibukotanya karena terlalu padat dan tercampurnya pusat pemerintahan dengan pusat bisnis atau keuangan dan perdagangan atau jasa.

Baca Juga: Pemindahan Ibu Kota Wujud Pengamalan Pancasila

Jangankan perpindahan ibukota, pembangunan MRT (Mass Rapid Transit), dan LRT (Light Rail Transit) juga sudah tertinggal 20 tahun dari negara tetangga Singapura dan Malaysia.

Kita hanya sibuk seminar dan kajian tetapi tidak berani melakukan eksekusi. Dan selalu pro dan kontra setiap ada akan membangun sesuatu yang baru, apalagi mau memindahkan ibukota. Masyarakat kita memang selalu begitu. Suka ribut atau menolak diawal pembangunan,tetapi akan memuji kalau sudah jadi.

Memindahkan ibukota hampir mirip memindahkan Ratu Lembah Madu. Kalau "ratunya" dipindah, maka lebah prajurit akan mengikutinya.

Selama ini ada pandangan atau pendapat negatif dari masyarakat luar Jawa terhadap pembagunan "Jawa Centris".Padahal pendapatan APBN disumbang dari hasil tambang yang sebagian besar berada di luar pulau Jawa.Seperti dari Kalimantan,Riau,Aceh dan provinsi luar Jawa lainnya.

Lihat saja pendapat Gerakan Aceh Merdeka tempo dulu yang begitu benci terhadap penduduk  atau masyarakat Jawa.

Nah, dengan rencana perpindahan Ibukota ke Kalimantan Timur juga merupakan sebagai bentuk keadilan terhadap penduduk atau masyarakat luar Jawa. Sudah waktunya dan saatnya masyarakat luar Jawa merasakan pembangunan yang begitu masif seperti pembangunan di pulau Jawa.

Toh, selama Indonesia merdeka sampai saat ini-pemerintah belum membangun atau mempunyai Istana Negara dengan konsep tersendiri. Istana yang ada selama ini adalah warisan dari Londo Edyan. Itu pun peruntukannya untuk kantor gubenuran.

Baik Istana Negara, Istana Bogor dan Istana Cipanas-semuanya peninggalan Belanda atau Londo. Jalur rel kereta juga begitu,malah setelah merdeka jalur rel kereta bukannya bertambah,malah berkurang dan banyak jalur yang sudah mati atau tidak aktif.

Kita nyaman dengan yang sudah ada,sekalipun itu barang bekas atau lungsuran. Penyakit mental inilah yang membuat bangsa ini susah maju dan berjalan sangat lambat. Kebanyakan kajian dan perencanaan tapi minim implementasi.

***