LGBT dan Nilai-nilai Baru Dunia

Kamis, 18 Oktober 2018 | 19:35 WIB
0
719
LGBT dan Nilai-nilai Baru Dunia

Honda mendukung LGBT? Kabarnya begitu. Bagaimana dengan Go-Jek? Yang saya dengar, Go-Jek berprinsip menerima berbagai bentuk keragaman. Termasuk, mungkin, keragaman orientasi seksual.

Sebenarnya itu biasa saja bagi perusahaan modern. Itu hanya bagian kecil dari prinsip HAM. Itu jadi terlihat “istimewa” karena ada orang-orang yang ingin menolak LGBT. Persoalannya, bagaimana menolaknya?

Ada kelompok orang-orang yang ingin agar perilaku hubungan seksual sejenis itu dilarang. Pelakunya dihukum. Orang-orang ini banyak yang tidak tahu bahwa hukum seperti itu tidak ada dalam sistem hukum kita. Karena itu mereka merasa heran atau gregetan kalau ada pihak-pihak yang tidak mempermasalahkan keberadaan kaum LGBT. Orang-orang yang tidak mempermasalahkan itu dianggap mendukung LGBT.

Padahal ini soal yang biasa saja. Perusahaan bekerja berbasis pada hukum positif. Hukum kita tidak melarang LGBT. Maka perusahaan yang beroperasi atas dasar hukum positif itu tidak akan mengusik soal orientasi seksual, karena justru mereka akan bermasalah secara hukum kalau mengusiknya.

Hanya sesederhana itu soalnya. Tapi soal sederhana itu menjadi rumit bagi sekelompok orang. Kenapa? Karena mereka tidak menjadikan hukum positif sebagai dasar dalam berpikir. Dasar berpikir mereka adalah agama. Maaf, ini adalah orang-orang yang memang biasa mengabaikan hukum negara, karena bagi mereka hukum agama itu nomor satu. Tuntutan terbesar mereka adalah menjadikan hukum agama sebagai basis hukum negara.

Di negara-negara Barat orang lebih terbuka menunjukkan dukungan kepada LGBT. Banyak perusahaan yang secara terbuka memberi dukungan bahkan fasilitas kepada kaum LGBT. Sebagian karena pimpinan perusahaan itu adalah LGBT. Tapi terlepas dari itu, nilai-nilai yang sedang berkembang memang memberikan dukungan terbuka. Jadi, biarpun seseorang bukan LGBT, ia mendukung.

Ini bukan soal menurunnya standar moral. Kita perlu tahu bahwa Amerika dan Inggris itu justru dulu menerapkan hukum yang melarang homoseksualitas. Ada banyak orang yang dijatuhi hukuman karena itu. Saya justru agak heran melihat KUHP kita tidak memuat soal ini. Padahal KUHP kita itu buatan Belanda.

Ada banyak orang dihukum karena homoseks di Inggris, termasuk Alan Turing, ahli matematika yang juga pahlawan Perang Dunia II, yang berperan banyak dalam memecahkan kode sandi Jerman, yang membuat Jerman bisa dikalahkan. Hukum yang melarang homoseksualitas di Inggris itu baru dicabut di tahun 1950-an.

Usaha memerangi LGBT itu tidak hanya melalui hukum. Ada banyak riset dilakukan untuk mencari cara menyembuhkan LGBT. Tapi hingga saat ini tidak ditemukan satu metode pun yang efektif untuk menyembuhkannya. Masih ada orang yang memaksakan “fakta” seolah ada metode yang bisa menyembuhkan. Kenyataannya tidak demikian.

Itu bukan kesimpulan yang mengada-ada. Perhatikan sekali lagi bahwa di masa lalu di Barat LGBT itu dilarang dengan hukum formal. Usaha menyembuhkannya juga sistematis. Lalu belakangan para ilmuwan menemukan bahwa LGBT itu bukan penyakit.

Ini bukan soal moral, dalam arti karena ada perubahan preferensi. Ada hal penting yang berubah di Barat. Secara perlahan sains yang berperan menjadi dasar keputusan moral, menggeser peran agama yang selama belasan abad memegang peran itu. Sains bersama akal budi.

Selama berabad-abad orang-orang Eropa mempraktekkan perbudakan. Mereka memelihara dan memperdagangkan budak. Lalu di abad XIX kebiasaan itu mulai dibuang. Amerika pecah dalam perang saudara karena soal ini. Adakah agama berperan di situ? Peran agama kecil saja. Dulu gereja tidak melarang perbudakan.

Usai Perang Dunia II dikeluarkan Declaration of Human Right. Deklarasi ini pun tidak lahir dari rahim agama. Ini lahir dari akal budi manusia modern. Agama-agama menyesuaikan belakangan.

Dalam hal LGBT, dasar pijakannya adalah sains. Sains berkata bahwa LGBT bukan penyakit, bukan perilaku menyimpang. Maka orang-orang Barat menetapkan standar moral baru. Gereja yang tadinya menentang, perlahan mulai melunak. Franz Magnis Suseno pernah mengungkapkan bahwa gereja Katholik meninjau pandangan-pandangan mereka di masa lalu, dengan mempertimbangkan temuan-temuan sains.

Jadi, kalau Anda lihat sekarang banyak pihak, termasuk perusahaan-perusahaan besar yang produk-produknya mengelilingi hidup Anda, menyatakan dukungan kepada LGBT, itu bukan karena nilai moral mereka menurun. Itu karena mereka bekerja dengan sains. Mereka hidup dengan sains. Produk-produk mereka yang sekarang Anda pakai, dihasilkan dari sains. Jadi sangat wajar kalau mereka menjadikan sains sebagai dasar pegangan hidup.

Perusahaan apa saja? 

Apple, Google (pemilik Android), Facebook (yang juga pemilik WA) Danon (produsen Aqua), Unilever (sabun, sampo, dan ratusan produk consumer’s good), Visa, Mastercard, IBM, Ford, Hyatt, McDonald, KFC, dan masih banyak lagi. Dapatkah Anda hidup tanpa produk mereka?

Mereka berbeda dari Anda yang menjadikan agama sebagai pegangan hidup. Sayangnya agama itu tidak menghasilkan produk-produk yang Anda pakai untuk hidup sehari-hari. Science does.

 
***