Paradoks adalah ontologi erotika. Ketika kita mencari, kita tak akan menemukan. Ketika kita mencoba memuaskan, kita akan kehausan.
Bahan Diskusi Isolasi Selasa 23 Maret 2021. Pendapat dan pertanyaan bisa diajukan pada saat diskusi.
Erotika adalah aktivitas manusia untuk membangkitkan hasrat seksual. Ada seni dan intrik di dalamnya. Lekukan tubuh dimainkan untuk mengundang persetubuhan. Warna dan bau dipoles menjadi panggung bagi kenikmatan.
Di dalam erotika, seks adalah kerinduan akan keabadian. Persetubuhan adalah kunci untuk melestarikan kehidupan. Tanpanya, kepunahan tak lagi bisa dihindarkan. Seks tak dilihat sebagai sesuatu yang kotor dan terlarang, tetapi dipahami sebagai perayaan kehidupan.
Di dalam erotika, seks juga bukan sekedar pencarian kenikmatan. Seks adalah tindakan menyatu antara dua orang yang berbeda. Seks mengajak manusia kembali ke fitrahnya, yakni satu dan tak terpisahkan dengan segala yang ada. Persentuhan kelamin adalah kerinduan akan keutuhan itu sendiri, yakni antara dimensi maskulin dan dimensi feminin kehidupan.
Maka, seks adalah sesuatu yang luhur. Bahkan, ia bersifat spiritual. Tak heran, di banyak agama besar dunia, seks dirayakan sebagai ritual. Ia mengantarkan manusia tidak hanya dalam kedekatan satu sama lain, tetapi kepada Sang Pencipta kehidupan itu sendiri.
Filsafat pun serupa. Ia tak langsung terkait dengan seks, tetapi tetap dilumuri oleh hasrat. Hasrat filsafat adalah hasrat atas kebijaksanaan. Ia tak pernah sungguh diperoleh, namun terus diburu dengan penuh rindu.
Kebijaksanaan bukanlah soal kepatuhan buta pada agama. Sebaliknya, kepatuhan buta tersebut justru menggiring manusia pada kesesatan. Ia akan menderita, dan membuat dunia terjebak dalam nestapa. Kebijaksanaan adalah soal pengetahuan dan keutamaan.
Pengetahuan adalah pemahaman tentang dunia sebagaimana adanya. Ada hukum-hukum yang menggerakan alam semesta. Jika dipahami dan diikuti, manusia bisa hidup senada dengan kenyataan yang ada. Kepuasan yang sejati adalah buahnya.
Keutamaan adalah keterampilan menjalani kehidupan. Ini meliputi keterampilan dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup, sekaligus keterampilan dalam membangun hubungan dengan manusia lain. Etos kerja dan moral tercakup di dalamnya. Namun, ini tidaklah mutlak, dan terus berubah sejalan dengan perubahan kenyataan.
Dengan demikian, hasrat tidaklah bisa dipisahkan dari kehidupan. Pada hakekatnya, hasrat selalu bersifat paradoksal. Artinya, ia benar di dalam kontradiksi. Ia hidup di dalam inkonsistensi.
Ada lima paradoks hasrat. Yang pertama adalah, bahwa semakin ia dipuaskan, semakin ia akan terasa haus. Lacan, pemikir Prancis, menyebutnya sebagai subyek yang selalu merasa kurang. Di dalam tradisi Tibet, memenuhi hasrat itu seperti menjilat madu di atas pisau tajam. Awalnya nikmat, namun ia akan berakhir dengan nestapa.
Yang kedua adalah, bahwa jarak itu mendekatkan. Rahasia itu mempesona. Ia diperlukan untuk memantik dan melestarikan sebuah hubungan. Sebaliknya, ketelanjangan total akan mematikan rasa. Ia adalah banalitas pada dirinya sendiri.
Yang ketiga, karena jarak itu mendekatkan, maka kedekatan itu menjauhkan. Intimitas adalah kedekatan tanpa perlawanan. Ia membutuhkan ruang. Ia membutuhkan rahasia. Keduanya justru akan meningkatkan mutu dan intensitas intimitas.
Paradoks keempat adalah, bahwa menunda hasrat justru akan membawa kenikmatan lebih tinggi. Pada saat lapar, dan keinginan untuk makan menguat, kita perlu justru untuk tidak makan. Ini akan menguatkan. Ini akan membebaskan kita dari dorongan tubuh yang terasa kuat mencengkram.
Paradoks kelima adalah, kenikmatan justru didapat, ketika kita berhenti mengejar kenikmatan. Pemuasan tertinggi adalah dengan sungguh tidak melakukan apa-apa. Kita menjadi relaks dengan hasrat, dan justru mencapai kenikmatan di titik kita berada. Lalu, kita menjadi diri kita sendiri yang senada dengan alam semesta.
Paradoks adalah ontologi erotika. Ketika kita mencari, kita tak akan menemukan. Ketika kita mencoba memuaskan, kita akan kehausan. Menyadari ini akan membuat hidup jauh lebih relaks. Inilah salah satu rahasia semesta yang menunggu untuk disingkap.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews