Pangeran Diponegoro

Diponegoro dibuang sangat lama di Sulawesi (Menado dan Makassar) yaitu 22 tahun, setelah dia dikalahkan pada tahun 1830. Di tempat pengasingan di Menado, dia menulis Babad Diponegoro.

Senin, 14 September 2020 | 16:22 WIB
1
162
Pangeran Diponegoro
Peter Carey dan buku Pangeran Diponegoro yang ditulisnya (Foto: Kompasiana.com)

Apa yang kita ketahui tentang Pangeran Diponegoro? Sangat sedikit sekali. Paling-paling kita tahu Perang Diponegoro terjadi pada 1825-1830. Terus, alasannya Diponegoro melawan penjajah Belanda karena kompeni membuat jalan yang melewati lahan milik Pangeran Diponegoro. Itu saja.

Membaca buku "Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro" karya Peter Carey, saya mendapat banyak pencerahan tentang sosok Pangeran Diponegoro ini.

Saya memperoleh pengetahuan sisi humanis dari Diponegoro ini. Bahwa dia penggemar catur. Bahwa dia pengunyah sirih pinang yang dilakukannya setiap hari sepanjang hari. Bahwa dia juga pengisap cerutu Jawa yaitu yang dibuat dari daun tembakau lokal digulung dengan daun jagung.

Bahwa kendatipun dia kaya, tetapi sangat hemat mendekati irit. Bahwa dia (sesuai dengan pengakuan sendiri pada Babad Diponegoro yang ditulisnya) adalah penyuka wanita dan memiliki 4 istri ditambah beberapa selir.

Saya juga baru "sadar" bahwa periode Gubernur Jenderal Daendels dan Raffles terjadi pada masa hidup Pangeran Diponegoro. Pemerintahan Daendels tahun 1808-1811 dan Raffles 1811-1816. Kedua tokoh besar ini justru sangat mempengaruhi jalan hidup Diponegoro, karena pada masa inilah mereka mengobrak-abrik Kesultanan Yogyakarta yang sebelumnya relatif mempunyai otonomi sendiri.

Daendels yang mewakili pemerintahan Belanda-Perancis (karena Belanda ditaklukkan oleh Prancis) dan Raffles yang mewakili pemerintahan Inggris (setelah mengalahkan Belanda-Prancis).

Jadi, antara kurun waktu 1808 hingga 1816 de facto Nusantara tidak dijajah oleh Belanda. Baik Daendels maupun Raffles bertangan besi khususnya terhadap raja-raja Surakarta dan Yogyakarta yang suka membangkang.

Saya baru tahu, bahwa Diponegoro dibuang sangat lama di Sulawesi (Menado dan Makassar) yaitu 22 tahun, setelah dia dikalahkan pada tahun 1830. Di tempat pengasingannya di Menado, dia menulis Babad Diponegoro yang merupakan biografi dirinya.

Babad Diponegoro ini merupakan salah satu sumber Peter Carey menuliskan bukunya. Masih banyak pengetahuan baru lain yang saya dapatkan dari membaca buku ini, yang tentunya tidak bisa ditulis semuanya di sini karena buku ini cukup tebal, 514 halaman.

***