Sejarah Yahudi Irak Terbit dalam Bentuk Novel

Keadaan Yahudi di Irak inilah yang ditulis Sami Michael dan Eli Amir. Mereka adalah beberapa penulis novel yang bercerita tentang Yahudi Irak.

Selasa, 30 Juli 2019 | 07:15 WIB
0
440
Sejarah Yahudi Irak Terbit dalam Bentuk Novel
Ilustrasi komunitas Yahudi (Foto: Nusantaranews.com)

Baru saja 17 Juli 2019, di Jakarta, Indonesia,  Goenawan Mohamad di twitternya membuat beberapa catatan mengenai acara peluncuran novel Don Quijote yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan sudah berlangsung di Komunitas Salihara, Jakarta.

Hari Kamis, 18 Juli 2019, juga di twitter, "Iraq Solidarity News," membahas tentang novel tentang Yahudi Irak. Berarti novel sangat disukai banyak orang. Baik di Indonesia dan di Irak, maupun di belahan dunia lainnya.

Terbitnya novel Yahudi Irak ini ditambah dengan foto keadaan Irak yang sudah hancur akibat serangan pasukan darat dan udara Amerika ke negara "1001 Malam" tersebut. 

Serangan pasukan AS ke Irak memunculkan luka mendalam buat bangsa Irak hingga hari ini,  sehingga untuk melampiaskan kekecewaan mereka terhadap situasi di negara itu, banyak juga dari mereka hanya untuk mengisi waktu dengan menulis novel.

Saddam Hussein mantan penguasa di Irak sebelum ajalnya di tiang gantungan pernah juga menulis empat novel. Novel itu dikerjakannya pada tahun-tahun terakhir sebagai Presiden Irak.  

Waktu itu Saddam Hussein sedang mengembangkan hobi baru, yaitu menulis novel.  Saddam memang bukan seorang novelis besar yang telah dikenal oleh publik dunia. Namun empat novel diyakini telah lahir dan proses kreatifnya sebelum ia dilengserkan dari dari kursi Presiden Irak. 

Novel pertama Saddam Hussein berjudul:" Zabibah wa al-Mulk " (Zabibah dan Sang Raja), terbit pada tahun 2001. Kemudian disusul penerbitan novel kedua, " al-Qal'ah al-Hashinah (Benteng Pertahanan) dan "Rijal wa Madinah" (Pahlawan dan Kota). 

Novel-novel itu terbit di Irak ketika Saddam masih berkuasa. Novel ke-empat berjudul: " Akhreej  Minha Ya Mal'un" dan untuk terbitan Indonesia diterjemahkan menjadi "Tarian Setan " oleh Penerbit Jalasutra, Desember 2006. Novel ini baru selesai ditulis pada 18 Maret 2003, dua hari menjelang agresi militer Amerika Serikat ke Irak. Namun naskah yang masih berbentuk "soft copy " tersebut berhasil dibawa putri Saddam Hussein, Raghad Saddam Hussein ke Jordania.

Raghad Saddam Hussein adalah puteri sulung mantan presiden Irak Saddam Hussein. Lahir tahun 1967.  Ia menikah dengan Hussein Kamel, seorang pembelot penting Irak yang menyerahkan rahasia-rahasia persenjataan Irak dengan UNSCOM, CIA dan MI6. 

Masih diragukan kebenarannya, bahwa  Kamel dibunuh atas perintah Saddam setelah ia dibujuk kembali ke Irak, karena yakin bahwa ia telah diampuni. Adik perempuan Raghad, Rana Hussein menikah dengan saudara Hussein Kamel Saddam Kamel yang mengalami nasib yang sama. Hussein Kamel dan Raghad mempunyai lima orang anak.

Pada 2 Juli 2006, penasihat keamanan nasional pemerintah Irak Muwaffaq al-Rubaie mengumumkan bahwa Raghad dan ibundanya Sajidah Khairallah Tilfah Hussein termasuk dalam orang yang dicari karena mereka mendukung pemberontakan di Irak. 

Perdana Menteri Yordania Marouf al-Bakhit membuat pernyataan bahwa "Raghad berada dalam perlindungan keluarga kerajaan" dan "Kehadiran Ny. Raghad Saddam Hussein dan anak-anaknya di Yordania didorong oleh pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan. 

Ia adalah tamu dari keluarga kerajaan Hashemi (keluarga Raja Abdullah II) dan berada dalam perlindungannya sebagai pencari suaka" sesuai dengan tradisi Arab. 

Pada 30 Desember 2006 ayahnya (Saddam Hussein) dihukum mati di Irak. Sebelum hukuman mati itu dijalankan, Raghad meminta agar jenazah ayahnya dikuburkan sementara waktu di Yaman, sampai Irak "dibebaskan."

Kembali ke novel tentang Yahudi Irak, bahwa benar bahwa sekitar 70 tahun yang lalu, Irak menjadi salah satu tempat berdiamnya masyarakat Yahudi tertua di dunia yang berbaur dengan masyarakat Irak lainnya.  

Itu terjadi sekitar tahun 1920-an setelah Irak berada di bawah mandat Inggris di bawah kekuasaan Rajas Faisal I dan waktu itu penduduk Yahudi diizinkan menduduki jabatan politik dan pemerintahan.

Tetapi setelah Raja Faisal meninggal dunia tahun 1933, Irak diberikan kemerdekaan.  Pangeran Ghazi I kemudian menggantikan ayahnya. Tetapi yang terjadi di masa pemerintahannya, situasi tidak stabil. Apalagi Nazi Jerman mulai melakukan tindakan kejam kepada bangsa Yahudi. Situasi semakin memperburuk Irak.

Anti Yahudi semakin gencar dilakukan di Irak hingga masyarakat Yahudi yang mendiami wilayah Palestina menyatakan kemerdekaan pada tahun 1948. Waktu itu di Irak ada sekitar 120.000 penduduk Yahudi, tetapi banyak juga kemudian pindah ke Israel setelah bangsa Yahudi  menyatakan kemerdekaannya.

Keadaan Yahudi di Irak inilah yang ditulis Sami Michael dan Eli Amir. Mereka adalah beberapa penulis novel yang bercerita tentang Yahudi Irak. Menariknya lagi, ada pula tulisan berinteraksinya penduduk Yahudi dan Muslim di Irak dengan baik.

***