Apa yang Salah dengan Kita?

Pelanggar lalu lintas ini. Ia berteriak, meronta sekuat tenaga ingin memaksakan naluri dan emosi. Ia lupa, ia bukan anak anak lagi yang terkadang emosinya meluap saat kemauannya tak dituruti.

Senin, 22 Juli 2019 | 05:59 WIB
0
435
Apa yang Salah dengan Kita?
Menolak ditilang (Foto: VideoViral.com)

Saya tak sengaja melihat tayangan ini. Saya tertegun merenungi perilaku pengendara motor yang hendak ditilang dan tak bersedia surat-surat kendaraannya ditahan. Jelas sekali ia menolak sekuat tenaga, berteriak dan meronta tanpa malu atas proses hukum yang tengah berjalan.

Sebelumnya, banyak perilaku oknum polisi lalu lintas yang tak terpuji dan diviralkan di sosial media. Namun kali ini giliran perilaku kita, oknum anggota masyarakat yang berprilaku anomali.

Coba lihat video ini. Kita perlu merenung sejenak, mengapa perilaku semacam ini bisa terjadi. Jangan-jangan hal seperti ini banyak terjadi di negeri ini. Banyak dari kita, yang suka cari jalan dengan cara apapun, untuk menghindar saat penegak hukum hendak melakukan proses hukum walau jelas-jelas kita melakukan pelanggaran.

Apakah fenomena semacam ini merupakan fenomena "gunung es" yang sebenarnya menyimpan masalah lebih besar dari yang nampak? Sungguh kita perlu telusuri bersama.

Baca Juga: Di Balik Baju Dinas Polisi Ada Tubuh Manusia Biasa

Kejadian ini bisa jadi hanya ujung kerusakan akibat kesalahan-kesalahan beruntun yang terjadi sejak masa kanak-kanak. Apakah ini akibat lemahnya sosialisasi nilai-nilai luhur yang terjadi dalam keluarga? Jangan-jangan orang tua pada umumnya kurang memberi pelajaran tentang pentingnya taat hukum dalam kehidupan bermasyarakat.

Ataukah kesalahan terjadi juga semasa kita berada dalam pendidikan sekolah karena para guru kurang menekankan pentingnya etika perilaku sosial? Sungguh tak mudah mencari jawabannya.

Saat kita terperangah melihat kejadian semacam ini, banyak orang kemudian membandingkan perilaku kita di tempat umum dengan masyarakat di negara maju. Kita pun membandingkan cara mereka dalam tertib lalu lintas, sopan dalam berkendaraan, rasa malu saat melakukan pelanggaran dan banyak lagi. Mengapa mereka bisa begitu terdidik dan kita tidak?

Agaknya ini perlu menjadi renungan bersama. Jangan-jangan cara pengajaran akhlaq, moral, dan etika di negeri ini tak berhasil karena selama ini terlalu terpaku pada hal-hal simbolis normatif belaka, kurang menekankan substansi. Yang dipentingkan hanya omongan dan tidak ditindak-lanjuti dalam praktek. Akibatnya, wajah kita hanya tampak luar saja yang terbangun, seolah-olah santun, seolah-olah tertib dan alim, namun sejatinya dalamnya keropos.

Lihatlah pelanggar lalu lintas ini. Ia berteriak, meronta sekuat tenaga ingin memaksakan naluri dan emosi. Ia lupa, ia bukan anak anak lagi yang terkadang emosinya meluap saat kemauannya tak dituruti. Orang ini jelas sudah dewasa, tapi perilakunya tak ubahnya anak-anak.

Semoga peristiwa semacam ini menjadi bagian pembelajaran kehidupan berharga agar kita semua bisa instrospeksi.

***