Pemanis buatan sifatnya menipu otak, karena rasa manis terasosiasi dengan sumber energi. Padahal kandungan energinya zonk.
Kasus somasi PT Esteh Indonesia Makmur terhadap pemilik akun Twitter Gandhoyy, memicu lahirnya berbagai tema atau berita yang berkaitan dengan yang manis-manis. Umumnya tema yang berhubungan dengan kesehatan dan industri minuman. Saya sendiri tertarik untuk membahas dari sisi yang lain, mengapa kita umumnya (kalau bukan semuanya) suka dengan yang manis-manis?
Sebelum melenceng ke topik lain, biarlah kucegah di awal bahwa tulisan ini tentang kemanisan makanan dan minuman loh ya. Bukan yang manis-manis itu, yang bisa membuat hati gemetaran dan lutut goyah. Hehehe.
Sejumlah penelitian ilmiah menunjukkan bahwa bayi atau anak-anak menyukai makanan-minuman yang rasanya manis dan lidahnya lebih sensitif terhadap rasa yang lain, khususnya rasa pahit, dibandingkan dengan orang dewasa.
Sudah dari sononya (genetis) kita menyukai rasa manis (Scientific American/NIH). Hal ini terutama dikarenakan sumber energi utama kita adalah glukosa (monosakarida dari golongan karbohidrat) yang naturnya berasa manis.
Apalagi anak-anak yang sedang dalam fase pertumbuhan dan perkembangan, dimana mereka membutuhkan asupan energi yang relatif lebih cepat yang sifatnya instan, yang langsung dimetabolisme oleh sel-sel tubuh.
Sedangkan sumber energi kita yang lain, lemak dan protein, mesti diubah dulu secara kimiawi di organ hati (liver) yang ujung-ujungnya menjadi glukosa juga.
Dengan demikian, sadar tidak sadar, kita jadi menyukai rasa manis pada berbagai jenis makanan dan minuman.
Dalam kehidupan sehari-hari, biasanya kita memperoleh glukosa dari gula pasir (sukrosa), gabungan glukosa dan fruktosa yang langsung dipisahkan oleh sel. Sebelum digunakan oleh tubuh, fruktosa diubah dulu menjadi glukosa.
Bagaimana dengan kadar kemanisan?
Tingkat kemanisan suatu makanan atau minuman pada setiap orang bisa berbeda, subjektif. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pola asuh orangtua dan lingkungan kebudayaan dimana kita lahir dan dibesarkan. Terkait hal ini, Gandhoyy mungkin berasal dari latarbelakang keluarga atau lingkungan yang tidak begitu menggemari yang manis-manis, atau lidahnya memang secara biologis sensitif terhadap kadar kemanisan.
Kadar kemanisan produk-produk di pasaran, nilainya sekitar 10-20 BRIX menggunakan alat refraktometer. Sebagai gambaran, 1 BRIX setara dengan 1 gram gula pasir dalam 100 ml air.
Bagaimana dengan pemanis buatan?
Pemanis buatan yang jamak kita temukan dalam produk makanan-minuman diantaranya adalah aspartame, sucralose, acesulfame, saccharin, xylitol dan steviol. Sejumlah penelitian ilmiah menunjukkan ada kecenderungan pemanis buatan memicu lahirnya berbagai penyakit.
Namun hal ini masih menjadi bahan perdebatan yang alot di kalangan ilmuwan. Hingga saat ini tidak ada konsensus resmi ilmiah yang jelas mengenai aman atau tidaknya pemanis buatan bagi kesehatan kita.
Yang jelas, pemanis buatan sifatnya menipu otak, karena rasa manis terasosiasi dengan sumber energi. Padahal kandungan energinya zonk. Bukan berarti saya anti pemanis buatan, namun sebaiknya dihindari. Baik alami maupun buatan, asupan yang manis-manis sebaiknya dibatasi.
[- Rahmad Agus Koto -]
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews