Membaca Sastra Jurnalisme Herry Gendut Janarto

Ternyata HGJ penulis cerpen juga bahkan kumpulannya sudah diterbitkan. Kumpulan cerpen Sang Presiden (2003). Bahkan kumpulan puisi juga; Gado Gado dan Kredo, 101 Puisi Humor (KPG, 2016)

Kamis, 21 Juli 2022 | 15:09 WIB
0
137
Membaca Sastra Jurnalisme Herry Gendut Janarto
Herry Gendut Janarto (Foto: dok. Pribadi)

Apa bedanya jurnalisme sastra dan sastra jurnalisme? Sependek pemahaman saya, jurnalisme sastra adalah karya laporan jurnalistik yang bernuansa sastra, dimana di dalamnya ada penggambaran tokoh tokoh, pengadeganan, dramaturgi, dinamika alur cerita, kejutan dan persyaratan lain khas karya karya sastra.

Bagaimana dengan sastra jurnalisme? Ia adalah karya sastra yang berbasis fakta, baik fakta kejadian, fakta adegan, dan fakta sejarah. Rinci. Detail. Cenderung seperti kisah nyata.  

Para jurnalis yang terjun ke sastra biasanya melakukan keduanya, membuat laporan liputan yang mendalam dalam kaidah sastra.

Juga sastrawan yang ingin merasai jadi wartawan, membuat laporan jurnalistik yang intens dan sastrawi, dengan data fakta yang rinci.

Kedua dua kemampuan itu dimiliki dan ditunjukkan oleh Herry Gendut Janarto, penulis asal Jogyakarta yang saya kagumi. Di usia 63 tahun, beliau menulis dan merilis dua judul novel, salahsatunya trilogi.

Pada diri HGJ, nama akrab dan sebutan penulis ini, merupakan gabungan bakat menulis dan pendidikan kebahasaan dan disiplin akademi. Lulusan kolese de Brito, legenda sekolah anak anak pintar di DIY, menyelesaikan pendidikan IKIP Sanata Darma (kini Univ Sanata Darma) jurusan sastra dan bahasa Inggris. Beliau lulus Sarjana Pendidikan 1982.

Senin (18/7/22) malam saya mendapat kiriman buku dari beliau, Sebuah Novel Tjong, karya terbarunya. Tjong adalah obsesi yang dipendamnya selama 40 tahun! Sebelumnya dia menulis Yogya Yogya – yang merupakan karya novel trilogi. Baru satu yang dirilis.

HGJ adalah penulis lawas. Saya membaca karya perdananya, Teguh Srimulat : Berpacu dalam Komedi dan Melodi (1990), Bagito Trip Pengusaha Tawa (1995). Saya membeli dua buku itu sebagai referensi, untuk memperkaya pengetahuan saya sebagai wartawan, yang saat itu meliput bidang hiburan dan seni budaya. 

Tapi saya juga kemudian membeli dan membaca biografi Karlina Umar Wirahadikusumah, Bukan Sekadar Isteri Prajurit (1999), karena penulisnya HGJ, yang sudah teruji kehebatannya. 

Dulu semasa langganan koran cetak Kompas, membaca laporan laporan dan telaah budayanya juga. Sebagai penulis lepas.

Ternyata HGJ penulis cerpen juga bahkan kumpulannya sudah diterbitkan. Kumpulan cerpen Sang Presiden (2003). Bahkan kumpulan puisi juga; Gado Gado dan Kredo, 101 Puisi Humor (KPG, 2016).

JIKA ANDA bertanya, kepada saya, kemampuan seperti apa yang ingin Anda miliki sebagai penulis, tak ragu saya menjawab, kemampuan seperti HGJ. Dia figur komplit.

Selain HGJ saya kenal Linda Christianti, Yossi Avianto Pareanom, dan beberapa nama lain. Tentu saja para sosok senior, seperti Martin Aleida. Sosok mengagumkan, karena punya dua kemampuan yang saya minati: Sastra bisa, Jurnalistik bisa. Hebat!

Pada awal pembukaan digambarkan secara rinci penerbangan tokoh utama dari Paris ke China. Dipaparkan sejarah China modern hingga hari ini, dan hubungan di antara tokoh utama dengan kehidupan keluarga di masa lalu. Deskripsi yang rinci dan indah.

Saya masih terus menikmati Tjong. Seperti cairan kopi panas yang saya sesap. Sedikit demi sedikit, perlahan lahan dan merasakan hentakannya.

Mas HGJ, matur suwun diberi kesempatan membaca novelipun. Salam kreasi. Panjenengan saya teladani. Semoga terus produktif berkarya.

Mugi bregas waras, kaparingan berkah saking Gusti Ingkang Murbeng Dumadi.  

Ayu Hayu Rahayu.

***