Sikap kritis ini perlu dikembangkan di berbagai jenjang pendidikan, baik di dalam keluarga, maupun di dalam berbagai tingkat institusi pendidikan.
Belakangan ini, diskusi politik di Indonesia begitu biadab. Perbedaan suku, ras dan agama dijadikan bahan untuk saling memecah-belah bangsa. Orang-orang yang dulunya dianggap cerdas kini berbalik menjadi beringas. Berbagai kelompok kepentingan yang pikirannya primitif dibiarkan merajalela di ruang publik, dan menciptakan keresahan sosial.
Melihat hal itu, kita lantas bertanya-tanya, mengapa mutu diskusi politik di Indonesia menjadi begitu rendah dan membosankan?
Menurut saya, ada tiga penyebab yang membuat ruang publik kita menjadi tidak waras.
Pertama, agama telah menjadi begitu dominan di ruang publik, sehingga merobohkan nalar kritis yang merupakan unsur penting di dalam demokrasi. Agama memang sudah menjadi bagian dari hidup manusia. Namun, ketika ia digunakan untuk membenarkan kepentingan-kepentingan politik yang tidak jujur, ia justru menciptakan petaka. Akhirnya, kita menjadi bangsa yang berlebihan doa, namun kekurangan nalar.
Agama akhirnya menjadi alat politik untuk menyebarkan kebohongan, kebencian, dan perpecahan. Para tokoh agama pun seakan melupakan tugasnya untuk menyebarkan kedamian dan kebijaksanaan.
Kedua, ekonomi merangsek ke dalam ruang publik, dan memaksakan cara berpikirnya ke berbagai bidang kehidupan.
Apa yang dulunya hanya sebuah pengandaian di dalam ilmu ekonomi, kini dipaksakan menjadi kenyataan yang meliputi keseluruhan hidup manusia. Bidang-bidang lain yang bermakna bagi kehidupan manusia kini terpinggirkan, dan menjadi seolah tak punya nilai.
Akhirnya kehidupan bersama dijajah oleh kepentingan ekonomi yang mengedepankan akal budi instrumental. Akal budi yang agung kini seakan pasrah pada kepentingan-kepentingan ekonomi jangka pendek yang mengeksploitasi alam dan manusia.
Ketiga, dunia pendidikan menjadi tempat menempa orang menjadi manusia munafik. Guru selalu mengajar tentang kejujuran, sementara ia sendiri menyebarkan contekan saat Ujian Nasional.
Berbagai ujian dibuat, namun tidak menguji apa yang sungguh penting. Kompetisi digalakkan, tetapi hanya berperan sebagai simbol tak berarti yang tak menandakan apapun. Gelar diberikan dan dipampang panjang-panjang, tetapi hanya simbol yang sia-sia belaka.
Di dalam dunia pendidikan kita , kemunafikan seperti ini menjadi paradigma yang ditolak, namun diterapkan secara sistematis. Tak heran para koruptor adalah orang-orang terpandang dan berpendidikan tinggi.
Mereka adalah hasil dari sistem pendidikan dan paradigma mengajar yang hanya memaksa siswa-siswi untuk menghafal, dan memuntahkan kembali melalui ujian. Dalam paradigma mengajar seperti itu, orang yang berpikir kritis seringkali menjadi musuh bersama.
Ketika ruang publik dan dunia politik dijajah oleh agama, ekonomi dan pendidikan yang salah arah, maka nalar pun lenyap. Diskusi dan perdebatan menjadi rendah dan miskin wawasan.
Ini kiranya yang terjadi dalam dunia perpolitikan di Indonesia. Jika hal ini terus dibiarkan, maka hanya akan menghasilkan pemimpin-pemimpin bermutu rendah yang akan merugikan rakyat banyak.
Sikap kritis
Apakah politik Indonesia masih bisa diselamatkan dari kebiadaban yang ia buat sendiri? Harapan selalu ada. Namun, politik itu adalah tata kelola harapan. Kita maju satu langkah untuk mundur setengah langkah. Ada satu hal mendasar yang kiranya bisa dilakukan.
Hal tersebut adalah kita perlu terus bersikap kritis pada penjajahan ruang publik yang dilakukan oleh agama dan ekonomi.
Bersikap kritis berarti kita tidak mudah percaya. Kita akan terus mempertanyakan sesuatu sampai kita menemukan dasar yang kokoh untuk percaya.
Dengan berpikir kritis, kita tidak mudah terombang ambing oleh kabar burung dan berita hoaks yang tak jelas sumbernya.
Selanjutnya, hal yang perlu kita jaga adalah ruang publik kita. Ruang publik demokratis adalah ruang publik untuk semua pihak, baik kalangan yang beragama, ataupun tidak. Ia adalah ruang terbuka, tempat berbagai pembicaraan tentang masalah hidup bersama dilakukan, tanpa rasa takut.
Sikap kritis ini perlu dikembangkan di berbagai jenjang pendidikan, baik di dalam keluarga, maupun di dalam berbagai tingkat institusi pendidikan.
Selama sikap kritis terawat, maka sikap beradab masih dalam jangkauan harapan. Hal itu juga berarti, demokrasi, keadilan sosial, dan perdamaian masih bisa terwujud.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews