Ini benar-benar fait accompli yang bikin sakit hati. Apakah pemerintah cq Kemenkes sudah mulai menaruh perhatian pada harga masker yang hingga detik ini masih mahal ini?
Masker bedah (surgical mask) sebenarnya adalah benda yang amat sederhana baik pada desain (pola) maupun bahan bakunya. Oleh karenanya, masker ini dijual dengan harga sangat terjangkau yaitu 25-30 ribu rupiah per kotak berisi 50 buah sebelum corona. Dengan mudah masker ini dapat dibeli di apotek, baik oleh orang awam maupun tenaga kesehatan.
Lantas datanglah si keparat Corona itu. Semua orang berbondong-bondong mencari masker ini. Dalam waktu singkat kotak masker ini langsung kosong pada rak apotek. Memang kalo diborong orang banyak (panic buying), barang pasti kosong. Tapi kosongnya masker ini berlangsung sangat lama.
Dari bisik-bisik, katanya produsen masker justru mengekspornya ke negara-negara China, Hong Kong, Korea, Jepang dll karena harganya lebih bagus. Pemerintah juga tidak mengambil langkah apa-apa berkaitan dengan kelangkaan ini. "Dijar-jar no wae", istilah Jawanya.
Tak berapa lama setelah kekosongan masker ini, muncul tawaran di belanja online masker ini dengan harga yang fantastis antara 300-350 ribu/ dos. Lebih daripada 10 kali lipat dari harga semula!
Pemerintah juga tutup mata dan tutup telinga dengan harga gila-gilaan ini, mungkin dengan berdalih masih sangat sibuk menghadapi pandemi corona yang harus diprioritaskan.
Lima bulan setelah geger Corona ini, harga masker ini sudah menurun, berada pada kisaran 120-150 ribu/dos. Masih "mahal" kalau dibandingkan pra-corona yg hanya 25-30 ribu/dos. Itu pun blm merata semua apotek menyediakan. Banyak yang belum punya stok.
Yang menonjol adalah munculnya banyak produk masker dadakan dengan merek-merek baru di luar merek yang sdh established seperti Onemed, Diapro. Juga sekarang dibedakan masker medis dan masker non medis. Harganya dijual di bawah 120 ribu itu. Malah ada yg dibanderol 45 ribu/dos.
Ini cukup menggiurkan untuk dibeli, khususnya bagi dokter/dokter gigi yang dalam praktik sehari-harinya mutlak harus memakai masker. Dari pengamatan di foto, masker ini tampak tak berbeda dengan masker merek yang terkenal.
Tapi apa yang terjadi? Masker ini ternyata tidak nyaman dipakai. Karet pengait di telinga sangat ketat, sehingga dalam tempo 15 menit saja daun telinga terasa sakit. Bahkan kalo dipakai lebih lama, daun telinga menjadi lecet berdarah.
Inilah yang mau saya point out di awal tulisan, bahwa masker ini kelihatannya sangat sederhana, sepertinya gampang dibuat. Tapi ternyata ergonomis-nya bisa seperti bumi dan langit antara satu merek dengan merek lainnya. Mungkin ada yang mencibir "ada harga ada rupa". Jadi, kalo mau pakai masker yang nyaman, beli dong yang 120 ribuan. Jangan pelit beli yg murahan.
Ini benar-benar fait accompli yang bikin sakit hati. Apakah pemerintah cq Kemenkes sudah mulai menaruh perhatian pada harga masker yang hingga detik ini masih mahal ini?
Kayaknya tidak. Apalagi sekarang sudah ada bermacam-macam masker kain yang dijual bagi masyarakat. Paling-paling kalo digugat para dokter, menkes akan nyeletuk "Dokter-dokter jangan cengeng. Masker bedah mahal-mahal dikit ya dibeli aja. Mosok 120 ribu dokter gak sanggup beli".
Yo wis aku tak meneng wae. Tulisan ini bukan protes, cuma unek2 sambil berlatih menulis yg kata Kang Pepih hrs terus diasah setiap hari.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews