Atas Nama "Kemanusiaan"

Mengapa nasib Tuan Putri berbeda dengan Painem, Tukinem, Marsiyem dan Tuginah?

Jumat, 2 September 2022 | 17:20 WIB
0
107
Atas Nama "Kemanusiaan"
Kemanusiaan (Foto: detik.com)

Kemanusiaan dan keadilan.

Dua kosakata yang sederhana, namun tidak mudah untuk diperjuangkan.

Dan banyak yang menuntut keadilan.Begitu juga dengan kemanusiaan.

Atas nama kemanusiaan,Tuan Putri Tidak ditahan.

Apakah itu yang dinamakan "kemanusiaan"?.

Mengapa "kemanusiaan" berpihak kepada yang kuat dan punya kuasa?

Mengapa nasib Tuan Putri berbeda dengan Painem, Tukinem, Marsiyem dan Tuginah?

Lihatlah, beberapa tahun yang lalu.

Di Aceh ibu rumah tangga mendekam dalam tahanan.

Usia bayi baru enam bulan. Hanya karena terjerat pasal ITE.

Dan, di provinsi yang sama, tiga bayi kembar juga mendekam dalam tahanan menemani ibunya.

Di Lombok, ibu rumah tangga mendekam dalam tahanan dengan anaknya.

Dan masih banyak yang lain, mengalami nasib serupa.

Tapi "kemanusiaan" tidak berpihak padanya.

Mereka orang-orang marginal yang tidak banyak orang peduli.

Menjerit pun tidak akan ada yang mendengar dan peduli.

Mereka hanya bisa merenungi nasib.

Oh.. ibu Pertiwi, begitu berat mencari keadilan dan kemanusiaan.

Nasib ku berbeda dengan Tuan Putri.

Pisau itu begitu tajam dan cepat menghujam ke bawah.

Namun, tumpul ke atas.

Mereka tak sanggup berperkara dengan hukum.

Yang ada hanya pasrah.

Jangankan untuk bayar pengacara.

Buat biaya administrasi pun tak sanggup.

Mereka ingin palu hakim segera menjatuhkan hukuman.

Biar lebih cepat dan tenang menjalani hukuman.

Tuan Putri sangat beruntung.

Dewi Fortuna masih berpihak padanya.

Penegak hukum lebih tersentuh nuraninya oleh Tuan Putri.

Penegak hukum bodoh amat dengan nasib: Paijem, Tukinem, Marsiyem dan Tuginah.

Kemanusiaan dan keadilan tidak perpihak padanya.

Kemanusiaan untuk siapa?

Keadilan untuk siapa?

Mereka hanya merenungi nasib, menjadi orang miskin.

***