Saya banting setir dan puluhan tahun berprofesi sebagai entrepreneur bisnis ritel sampai hari ini.
Malam ini secara kebetulan saya dapat postingan Facebook, beberapa gambar desain interior proyeknya teman mahasiswa di ITB baheula.
Sebagai mahasiswa Jurusan Desain Interior ITB, nyaris 6 tahun saya sehari-harinya berkutat dengan aktivitas mendesain proyek seperti ini.
Inilah jurusan yang saat itu diperebutkan banyak mahasiswa. Waktu dulu berhasil lolos seleksi ketatnya, tentu saja hati ini berbunga-bunga.
Sebagai anak Batak kampung dari Sumatera, tentulah bangganya selangit. Mengapa? Karena ini dianggap sebagai simbol profesi elit.
Kalau lulus wisuda, dipersepsi bakal jadi lulusan tajir yang banyak duit.
Dalam perjalanan kuliah saya, ternyata gambaran idealitas tersebut lambat laun semakin jauh dari realitas.
Selama bertahun-tahun kuliah hingga proyek tugas akhir, ketidakcocokan semakin menguat. Bukti gampangnya terlihat dari IPK yang ambyar...hiks...hiks...hiks!
Mata kuliah desain interior yang SKS nya gede, nilainya ancur abis. Sementara yang SKS nya kecil dari mata kuliah Teknik Fisika, Teknik Sipil dan Teknik Arsitektur, nilainya malah bagus.
Puncak bencana pun datang. Di saat sedang proyek Tugas Akhir (TA) beberapa bulan nginap di kampus, stres dan fatik memuncak. Fisik pun tumbang. Terpaksa opname seminggu di bilik RS Santo Borromeus, tetangganya kampus ITB.
Akhirnya dengan terseok-seok dan ingat pesan serta doa mamak yang udah janda, TA pun sukses dan bisa diwisuda.
Selanjutnya bijimana? Dengan bulat hati, saya berjanji untuk balik kanan. Singkatnya, ogah menjadi desainer.
Saya banting setir dan puluhan tahun berprofesi sebagai entrepreneur bisnis ritel sampai hari ini.
Kini, resmilah saya menjadi Alumni ITB Salah Jurusan...hihihi.
***
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews