Warga Malas Baca

Jadi, jangan seperti Menteri Kesehatan yang ogah diwawancarai Mata Najwa karena takut kena pertanyaan yang menjebak.

Jumat, 16 Oktober 2020 | 13:28 WIB
0
235
Warga Malas Baca
Ilustrasi membaca (Foto: jatengtoday.com)

Orang Indonesia terkenal "males membaca". Pada survei tingkat literasi sedunia, Indonesia berada pada urutan paling buncit. Bukan tidak bisa membaca (buta huruf) tetapi tidak gemar membaca.

Untuk sumber informasi, orang Indonesia lebih suka bahasa lisan. Misalnya berita yang diceritakan dari mulut ke mulut, mendengarkan khotbah dari pemuka agama, dan pada zaman internet membaca berita di medsos.

Jadi, boro-boro disuruh membaca draft UU Cipta Kerja yang tebalnya hampir 1.000 halaman dan isinya sangat rumit berbahasa hukum, wong membaca koran aja rata-rata orang Indonesia ogah. Jauh sekali kalo dibandingkan dgn orang Jepang yang selalu bawa buku dan membaca buku manakala mereka bepergian dgn kereta api atau pesawat.

Apa kerugian fenomena "malas membaca" orang Indonesia? Mereka gampang sekali termakan hoax atau gosip, karena sumber beritanya adalah kabar dari mulut ke mulut (oral), narasi-narasi di medsos yang sangat tidak kredibel.

Untuk mengkroscek kebenaran berita-berita ini (sekali lagi) orang Indonesia malas, karena harus membaca sumber informasi yang resmi. Intinya "malas membaca" itu! Tidak doyan membaca!

Jadi, dihadapkan pada kondisi sosial seperti ini, tidak ada jalan lain bagi pemerintah apabila ada isu yang ingin disampaikan haruslah dengan media lisan. Misalnya dengan wawancara (talkshow) di TV dengan bahasa yang ringan dan mudah dicerna. Atau melalui pemuka-pemuka agama yang sekarang banyak "penggemarnya".

Jadi, jangan seperti Menteri Kesehatan yang ogah diwawancarai Mata Najwa karena takut kena pertanyaan yang menjebak.

Justru penjelasan lisan inilah yang sangat ampuh untuk mencerahkan masyarakat. Ke depan kiranya pemerintah bisa memakai strategi ini untuk masyarakat Indonesia yang masih "malas membaca" (literasi rendah) ini.

***