Pentingnya Sinar Ultraviolet untuk Membunuh Virus, Bakteri, Jamur dan Parasit

Nyalakan kipas angin dan pastikan anda tidak bernafas dengan udara itu. Itu dapat menyebabkan kanker pada tubuh. Kalau mau beli lampu itu, pastikan beli yang cocok untuk listrik Indonesia.

Senin, 27 April 2020 | 05:03 WIB
0
303
Pentingnya Sinar Ultraviolet untuk Membunuh Virus, Bakteri, Jamur dan Parasit
Sinar ultraviolet (Foto: jagapati.com)

Catatan: Tulisan ini saya republish kembali dari wall Facebook saya pada tanggal 5 April 2020 yang lalu.

Pada tanggal 5 April 2020 yang lalu, saya membaca tulisan ibu ini di Kompasiana. Saya setuju sekali dengan uraiannya. Covid 19 tidak akan mati dengan udara panas biasa. Tetapi ini tidak berarti Virus tidak dapat dibunuh dengan sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari.

Saya berharap juga, publik mendapatkan informasi yang benar dan akurat, bukan sesuatu yang tidak jelas, apalagi hoax. Bahwa negeri Indonesia yang kaya matahari itu punya kemampuan membunuh COVID19, tetapi tentunya dengan panas tertentu dan waktu tertentu. Tiap daerah dan tempat tentu berbeda-beda waktunya.

Kenapa? Karena banyak orang dapat mengail di air keruh. Banyak orang sengaja menyebarluaskan informasi yang salah. Banyak orang memakai isu COVID 19 untuk korupsi anggaran juga bisa, bukan? Apa mungkin ada yang tidak suka kalau ada yang bisa sehat sembuh usaha COVID 19 alami sendiri. Jadi harus ada pemahaman yang benar dan jelas tentang sinar ultra violet matahari yang bagaimana yang dapat membunuh COVID19 dengan cepat dan tuntas.

Dari data yang saya himpun, kalau di air, COVID 19 harus direbus di 100 derajat celcius selama 7-10 menit. Kalau di Udara, tidak cuma dengan sinar matahari sebentar saja. Harus dengan suhu 56 derajat Celcius (132.8 derajat Fahrenheit) selama 30 menit. Ini kata sains. (Lihat link berikut).

Jadi, kalau anda mau matikan COVID 19 dalam tubuh anda pastikan selama 30 menit itu tubuh ybs harus terbuka, tidak ditutupi apapun. Dari kepala sampai ujung kaki dan cukup minum air. Usahakan cari tempat yang banyak angin dan air, jadi ada kelembaban. Mungkin, pantai adalah tempat paling tepat dibanding gurun pasir.

Menurut pengalaman pribadi saya, “sun bath” yang paling tepat di Indonesia adalah jam 1 siang, dengan pakaian seminim mungkin. Saya melakukannya 7,5 menit menghadap atas, 7,5 menit menghadap kanan, 7,5 menit menghadap kiri, dan 7,5 menit dengan tubuh tertelungkup. Setelah itu saya merasa haus dan ingin buang air.

Mungkin segala virus, bakteri, jamur dan parasit sudah terpanggang habis dan minta keluar dibersihkan. Rasanya tubuh saya lebih enteng, dada saya bernafas lega dari batuk (waktu itu), dan meriang saya hilang, sakit perut saya hilang. Semua keluhan saya sakit hilang tanpa minum obat karena rajin berjemur matahari tiap hari. Walaupun kadang-kadang langit di Jakarta gelap.

Walaupun menurut pengalaman saya seperti itu waktu saya berlibur di Jakarta, Indonesia, berjemur di suhu seperti sinar matahari terik ideal buat saya, itu tidak berarti saya benar. Mungkin harus ada ahli biologi yang menyelidiki di Indonesia, kapan tepatnya suhu seperti itu ada di Indonesia Barat, Tengah dan Timur. Mungkin ada di antara jam 12 siang sampai jam 2 sore. Harus ada penelitian khusus, karena tiap musim dan tiap wilayah tentu berbeda.

Memang ukuran sinar Ultra Violetnya tertentu. Dengan Panjang ukuran, waktu dan volume tertentu. China sudah membuktikan itu. Mereka menggunakan robot Ultra Violet Type C ( UVC, bukan cuma sekedar Ultra Violet biasa) untuk membunuh COVID 19 di rumah-rumah sakit dan fasilitas2 publik seperti bis umum, kereta, gedung-gedung, dll.

Mungkin lampiran penelitian National Institute of Health (NIH), sebuah lembaga riset penelitian kesehatana bereputasi baik di Amerika ini dapat dijadikan masukan. Mereka meneliti tentang manfaat dan dampak kekurangan sinar ultraviolet di Asia Tenggara.

Untuk penanganan pembunuhan virus Corona dalam ruangan, saya lebih tertarik pada robot Ultra Violet tadi. Kira-kira Indonesia sudah punya alatnya belum ya? Semoga Pak Jokowi d.h Pak Menteri Kesehatan sudah beli. Lebih murah daripada beli cairan disinfektan. Apalagi kalua tiap keluarga punya bola lampu ini di tiap rumah. Pasti semua lebih hemat uang. Kira-kira apa mahasiswa/i di ITB / ITS sudah bisa apa belum ya bikin robot seperti ini?

Pengalaman saya memakai lampu UV Light C Ozone itu TIDAK boleh sembarangan. Harus pakai kacamata khusus supaya tidak merusak mata. Kedua, selama bola lampu dihidupkan, tidak boleh ada mahluk hidup di dalam ruangan itu. Ketiga, ketika sudah selesai 30 menit disinari lampu UVC Ozone itu, Udara akan seperti tersengat bau matahari.

Jadi nyalakanlah kipas angin dan pastikan anda tidak bernafas dengan udara itu. Itu dapat menyebabkan kanker pada tubuh. Kalau mau beli lampu itu, pastikan beli yang cocok untuk listrik Indonesia : UVC Light Bulb Ozone 220 V.

Semoga tulisan ini dapat menolong semua saudara-saudara sebangsa setanah air di Indonesia dapat banyak sembuh dan sehat dari serbuan ganas virus Covid 19.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3897596/

Sumber Bacaan :
1. https://cntechpost.com/…/does-the-sun-kill-the-new-coronav…/
2. https://www.luxreview.com/…/uv-lighting-kills-coronavirus-…/
3.https://www.engineering.com/…/Robot-Fights-COVID-19-with-UV…
4. https://www.theepochtimes.com/robots-with-ultraviolet-light…
5. >>> CONTOH BOLA LAMPU ANTI COVID19
https://www.ebay.com/…/E27-E14-UVC-Germicidal…/153879708970…
https://bebas.kompas.id/…/belum-ada-bukti-cuaca-panas-mat…/…
6. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3897596/
7.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6588851/
Vitamin D deficie

***