Masa Depan Khilafah Secara Orientasi Bisnis

Pro-khilafah mengingkari kenyataan bahwa Islam menarik pengikut dengan menekankan kehormatan, kerendahan hati, cinta kasih, dan amal baik.

Sabtu, 19 Oktober 2019 | 07:41 WIB
0
452
Masa Depan Khilafah Secara Orientasi Bisnis
Pengusung sekaligus pengasong khilafah (Foto: Kumparan.com)

Punya masa depan nggak? Gak ada! Memahami khilafah secara kenegaraan itu sangat lebay sekali, apalagi secara agama. Bagaimana tidak, saat ini sistem khilafah yang dalam batas-batas tertentu dimotori Hizbut Tahrir bukan saja ditolak, tapi juga dilarang di banyak negara. Malaysia saja yang secara sosial-ekonomi relatif lebih stabil dan "islami" menolak keras.

Siapapun yang terindikasi HT akan dihukum secara serius. Indonesia seperti biasa sangat terlambat bersikap, walau melarang secara organisasi tampak terlalu longgar bersikap. Kasus Sebuah SMA di Sragen seolah menampar muka, ketika Ganjar Pranowo sedang giat-giatnya membersihkan lembaga pendidikan negeri di wilayahnya dari bahaya radikalisme, justru mereka unjuk ketololan. Bukan saja memprovokasi siswa yang ignorance, tetapi justru mengunggahnya di media sosial. Menurut istilah orang Jawa goblog wae durung!

Saya tentu tidak punya kapasitas menilai sistem khilafah secara akidah, apalagi secara hukum ketatanegaraan. Walau saya tentu banyak belajar dari ahlinya, yang umumnya secara terang-terangan mengatakan bahwa sistem tersebut di luar tidak ada perintahnya sama sekali secara Al Qur'an, juga dianggap sudah kuno. Apalagi jika gagasannya adalah sebuan konsep pan-islamisme yang merentang jauh antar negara. OK, ada prinsip jika Tuhan menghendaki apapaun bisa terjadi. Masalahnya, Tuhan selalu bekerja dengan kehendak alam, dan di sinilah lawan tertangguh mereka!

Tapi bagian yang tak pernah dibahas adalah memandang sistem khilafah ini secara bisnis. Mengapa demikian? Saat ini, orang boleh berdebat berbusa-busa tentang ideologi, kepentingan nasional, kestabilan kawasan, perdamaian internasional, sekutu tradisional, dan banyak hal yang lainnya. Atau katakanlah isu-isu lainnya seperti HAM, keadilan sosial, kesetaraan gender, perlindungan minoritas, atau isu-isu kemanusiaan lainnya. Tapi semua ujungnya tetap saja bisnis!

Jangan lupa ISIS, Al Qaeda, Boko Haram, Jemaah Islamiyah dan sebagainya. Semuanya dikendalikan oleh sistem yang laten, konspiratif, dan tentu saja sangat koruptif yang ujung-ujungnya ternyata cuma untuk melanggengkan bisnis senjata. Kenapa saya ingin meninjaunya secara bisnis, karena itulah cara paling gampang, jernih, dan jujur untuk masa sekarang memahami banyak perilaku individu, organisasi, bahkan negara dalam setiap gerak gerik dan kebijakannya.

Konon ketika kita memulai bisnis, apa pun bidangnya, akan dimulai atau berakhir dengan tiga pendekatan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi. Bagian yang paling rendah atau awalnya, tentu saja paling rawan eksistensinya. Bagaimana mereka bergerak naik, itu akan berpengaruh pada eksistensi dan daya tahannya.

Pertama apa yang disebut advanted oriented, yang visi-misinya melulu keuntungan. Dalam konteks ini bisa dipahami sebagai kemenangan, keunggulan, dan seterusnya. Paling wadag, permukaan, dan jangka waktunya tentu saja paling pendek. Jangan kaget bila ada bisnis yang tiba-tiba booming, tetapi beberapa waktu kemudian lenyap!

Kedua yang disebut passion oriented, di luar cari untung juga ia memiliki gairah yang lebih. Umumnya keinginan mengembangkan usahanya lebih besar, tak mengenal waktu. Tapi tetap saja orientasinya lebih ke dalam, bukan ke luar. Untung dapat, usaha membesar, tapi akan tetap mudah tergilas perubahan. Karena konon yang tetap hanyalah perubahan itu sendiri. Dan di masa kini yang seba digital, perubahan itu cepat sekali.

Ketiga, dan yang ini konon yang tertinggi, purpose oriented. Jadi di luar kedua hal di atas, dalam orientasi si pebisnis ini umumnya mereka justru hanya berpikir untuk kebaikan orang lain, berpikir tentang dirinya sendiri sangat minimal. Bila tidak bisa dikatakan tidak pernah. Mereka bukan saja nyaris tidak mungkin apalagi mau memaksakan kehendak dirinya, tapi akan melulu mendengar keluhan orang lain.

Sensitivitasnya luar biasa, rasa peduli dan kemanusiaannya yang diutamakan. Jack Ma, Steve Job, Biil Gate, Marck Zukerberg, dan buanyak pebisnis hebat di masa sekarang harus disebut berada dalam tataran ini. Pekerja keras, filantropis, dan luar biasa keinginan berbginya melintasi batas-batas etnis, suku, agama, maupun negara. Mereka pencipta, pengelola, dan petarung yang tangguh dan teliti. Tidak seperti orang-orang super kaya dari Jazirah Arab yang sekedar memanfaatkan kesempatan...

Dalam piramida sederhana inilah, saya sejauh ini hanya melihat khilafah berada pada leveh yang terendah itu. Mereka sombong-nya luar biasa. Jangankan pada orang di luar dirinya, kepada sesama umat saja mereka dengan mudah mengkafir-kafirkan. Merasa diri paling suci, dengan setengah kaki telah menyentuh kaki Sang Nabi. Padahal realitanya, mereka selalu jadi benalu dan racun dalam banyak hal.

Melakukan infiltrasi, mendompleng pada banyak lembaga negara baik yang profit maupun non-profit. Mereka ini pemuja "kemenangan semu", selalu menghujat pemerintahan yang sah. karena di luar dirinya, semua dianggap salah dan sesat. saya tidak pernah, mereka mau melakukan hal-hal baik kepada orang-orang di luar dirinya.

Alih-alih membuka diri, mereka akan punya jargon absurd seperti "berbelanjalah kepada yang sesama agama". Tampak gagah, padahal tetap saja uangnya mengalir kepada cukong atau pemilik usaha yang sama sekali bukan seiman dengan mereka!

Bagi saya, kesalahan terbesar mereka minimal ada dua!

Sebagaimana ternyata pada penangkapan Abdul Basith, mereka sedemikian membenci kebijakan dan kearifan Timur dalam hal ini diwakili orang China, bangsa China atau apapun yang berbau China. Mereka lupa bahwa bahkan Rasul-pun dawuh, memerintahkan kita agar belajar sampai ke negeri China.

Dan yang kedua, mengingkari kemajuan ilmu pengetahuan yang bukan kebetulan diciptakan Barat. Indoktrinasi bahwa "bumi itu datar" adalah satu hal paling memalukan yang hingga kini sulit dipercaya bagaimana bisa mereka sedemikian percaya. Jadi kalau ada hal-hal selanjutnya, itu hanya cara mereka memborong kebodohan dan menularkannya saja.

Satu hal yang paling penting, yang menurut saya penting untuk diingat kenapa kaum pro-khilafa ini akan selamanya gagal. Mereka mengingkari kenyataan bahwa Islam menarik pengikut dengan menekankan kehormatan, kerendahan hati, cinta kasih, dan amal baik, kualitas yang tidak bakal ditemukan pada bangsa-bangsa yang hobi terus bertikai. Yang pekerjaannya setiap hari cari mungsuh!

Itu adalah ajaran dan legacy terbaik yang diwariskan Islam dari masa ke masa. Hal-hal yang nyaris tak dipromosikan oleh sistem khilafah di hari-hari ini....

***