Di era "big data" yang terserak di Internet ini, penulis jangan malas melakukan riset data. Selain itu, sadar data dan kepakaan memungut data sangat diperlukan, agar tulisan tidak kering.
Saya selalu mengupayakan informasi aktual dan "up to date" dalam membuat presentasi untuk berbagai topik bahasan, baik mengenai jurnalistik maupun teknik menulis. Menulis apa saja, tidak terbatas menulis berita atau opini.
Sebagai contoh materi berjudul "Tell the Story with Data" yang saya susun ini, idenya saya dapatkan setelah membaca buku Everybody Lies karya Seth Stephens-Davidowitz. Buku ini bercerita bagaimana Google dan Facebook menggunakan "big data" untuk kepentingan bisnis melalui algoritma khas yang dikembangkan oleh masing-masing.
Dalam khasanah ilmu jurnalistik ada yang disebut "Jurnalisme Data", di mana peristiwa dan fenomena tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan selalu dipadu dengan data. Jurnalisme data akan menuntun jurnalis ke Jurnalisme Makna. Sebab, data bisa menjadi makna kemudian dimaknakan. Ada yang menyebutnya Jurnalisme Interpretasi.
Seperti kebiasaan saya yang tidak terlalu mengumbar teks dalam setiap presentasi, saya cukup menyertakan sejumlah gambar, foto atau grafik. Saya membuka presentasi dengan foto para Presiden RI dari Soekarno sampai Joko Widodo. Gambar di bawah ini saya tampilkan sebagai kuis menulis untuk melemaskan tangan peserta sebelum saya menjelaskan lebih lanjut.
Pada slide kedua saya tampilkan foto siluet seorang perempuan yang saya sebut sekenanya bernama "Nesya Nusantarawati". Tentu saja nama ini fiktif yang secara mengejutkan terpilih sebagai Presiden RI menggantikan Jokowi. Toh Jokowi tidak mungkin bertanding lagi, bukan?"Beri saya satu alinea saja tulisan tentang terpilihnya Nesya Nusantarawati dengan menyertakan data dari gambar para Presiden RI itu," pinta saya kepada hadirin, yaitu peserta Danone Blogger Academy yang berlangsung di Hotel Best Western, Bali, Kamis (29/8/2019).
Saya beri mereka waktu lima menit saja untuk menyusun satu aliena tulisan berdasarkan dua gambar yang saya berikan. Lantas bagaimana peserta menuliskannya?
Saya meminta lima volunteer untuk maju ke depan membacakan karya tulisnya, plus menulis data-data yang diperoleh dari gambar deretan Presiden RI dan terpilihnya Nesya Nusantarawati.
Satu atau dua orang terlihat sudah sadar data dalam menyusun tulisannya, tetapi selebihnya mengarang bebas hahaha....
Apakah mereka salah atau langsung saya salahkan begitu saja? Tentu tidak, sebab contoh kasus inilah yang saya jadikan pintu masuk untuk menjelaskan sisa 50 slide berikutnya.
Saya kemudian memberi trik kepada peserta bagaimana mengumpulkan data dari dua slide gambar tasi, yaitu gambar Presiden Soekarno sampai Presiden Jokowi plus gambar fiktif seorang siluet perempuan bernama Nesya Nusantarawati.
Inilah data yang saya kumpulkan:
- Neisya Nusantarawati presiden perempuan pertama yang dipilih secara langsung
- Neisya Nusantarawati merupakan Presiden ke-8 Republik Indonesia
- Neisya Nusantarawati perempuan kedua yang terpilih sebagai Presiden RI setelah Megawati
Data pendukung namun penting yang layak disertakan:
- Pilpres langsung menghasilkan SBY dan Jokowi, masing-masing dua periode
- Pilpres sebelumnya dilakukan oleh MPR
- Gus Dur Presiden terakhir yang dipilih oleh MPR
- Megawati wakil presiden perempuan pertama RI
- Megawati menjadi presiden pertama menggantikan Gus Dur yang diberhentikan MPR
Nah, dari data-data yang saya peroleh tersebut, besar kemungkinan tulisan yang disusun akan menjadi informatif dan sarat pengetahuan. Jurnalis maupun menulis cukup beranjak dari data-data itu saja untuk menulis berita maupun opini.
Jadi, tidak perlu mengarang bebas bahwa Nesya Nusantarawati dimajukan oleh Partai A atau Partai B, mengalahkan Si Fulan dan Si Polan, dan seterusnya, yang sesungguhnya tidak terwakili dalam dua slide yang saya berikan.
Sekarang paham, kan?
Semoga!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews