Kamu Bunuh Diri, Kami Siap Selfie

Sabtu, 23 Februari 2019 | 12:05 WIB
0
483
Kamu Bunuh Diri, Kami Siap Selfie
Ilustrasi bunuh diri (Foto: Kompas.com)

Waktu jadi wartawan baru, ada obrolan yang kerap muncul di antara kita pekerja media pers: kalau ada kecelakaan pilih mana: ikut bantu korban atau mengabadikan kejadian?

Tugas utama wartawan tentu saja merekam kejadian lewat pengamatan dan sebisa mungkin mengabadikannya dengan kamera untuk dibagikan ke publik. Kecuali kalau di TKP tidak ada orang lain, maka membantu korban jelas jadi bagian kemanusiaan yang tak bisa dikalahkan untuk alasan apapun.

Lalu tibalah era digital saat setiap orang punya media sendiri dan alat mengabadikan peristiwa sudah sedemikian murah.

Ironisnya, saat ada pemuda usia 21 tahun mau loncat dari atas gedung swalayan, para pengguna media sosial itu justru berlomba-lomba mengabadikannya. Mereka berakting layaknya wartawan dan membunuh rasa kemanusiaan yang ada dalam dirinya.

Membaca berita bunuh diri di Lampung, saya benar-benar sedih dan marah. Apalagi setelah menyimak penuturan seorang saksi mata di TKP berikut:

"Bahkan saya melihat dari atas itu juga ada laki-laki yang berpakaian hitam, saya pikir dia bernegosisasi (dengan korban) supaya tidak bunuh diri tetapi malah ikutan mengambil gambar," kata Heni kepada Kompas.com, Jumat (22/2/2019).

Akhirnya, pemuda itu tewas bunuh diri. Dan orang-orang di sekelilingnya terlihat bergembira ria karena berhasil mengabadikannya lalu menyebarkan foto dan videonya di media sosial.

Fenomena di atas tak ubahnya aksi selfie beberapa warga di lokasi musibah tsunami Tanjung Lesung, Banten. Mereka senang bisa narsis di atas penderitaan dan musibah yang mematikan orang lain.

Mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran dari mereka yang sibuk memegang ponsel, merekam aksi orang lain yang sedang menjemput nyawa.

Kita manusia. Tetaplah jadi manusia sekalipun godaan untuk eksis dan narsis sedemikian menggoda.