Dengan Diagnosa Penyakit Melalui Rambut, Tak Perlu Lagi Kontak Fisik Dokter dengan Pasien

Sayangnya, pada pandemi sekarang ini, kebanyakan diagnosa penyakit di Indonesia masih menggunakan pola lama.

Jumat, 17 Juli 2020 | 18:07 WIB
0
274
Dengan Diagnosa Penyakit Melalui Rambut, Tak Perlu Lagi Kontak Fisik Dokter dengan Pasien
Rambu Pria (sehatq.com)

      Bila diagnosa penyakit  melalui rambut sudah membudaya di kalangan dokter, maka untuk tidak perlu ada kontak fisik antara pasien dan dokter.

     Pamor stetoskop sebagai alat diagnosa penyakit tampaknya kelak akan bergeser akibat hal tersebut. Ini berhubung ditemukannya beberapa alternatif lain. Antara lain melalui  "rambut".

     Walaupun sampai sekarang para dokter di barat baru mampu memanfaatkannya untuk sejumlah jenis penyakit saja, namun mereka merasa optimis akan memberikan harapan di kemudian hari.

      Terobosan itu jelas akan memberikan dampak sampingan bagi kelangsungan profesionalisme para dokter. Artinya, mereka masih bisa melanjutkan karirnya meskipun pendengarannya menurun akibat usia lanjut.

     Munculnya alternatif tersebut atas dasar asumsi bahwa perubahan kondisi beberapa organ tertentu, seperti rambiut, bisa menjadi indikator metrabolisme tubuh.

     Rambut dianggap sulit berubah untuk panjang. Dengan demikian, diagnosa penyakit bisa dikerjakan setiap waktu, tidak terikat usia dan tempat. Ini dengan asumsi bahwa rambut tidak mengalami mutasi genetika, seperti terkena radiasi.

     Dengan rambut, dokter bisa mengetahui secara periodik akan kehadiran penyakit, sehingga cara pengobatannya pun bisa segera diputuskan.

      Diagnosa penyakit  bisa memberi gambaran tubuh sampai  dua bulan ke belakang. Malah kabarnya lebih canggih dari tes darah dan urine karena bisa mengetahui aneka mineral dan racun dalam tubuh kita.

     Diagnosa dengan rambut pernah dilakukan oleh internis kanker. Mereka antara lain menganalisa "kerongkongan" melalui beberapa helai rambut si penderita.  Banyak dokter mengakuinya lebih efektif/akurat.

     Kata sejumlah peneliti di sebuah lembaga atom di Pretoria, Afrika Selatan, setiap helai rambut mengandung puluhan unsur esensial bagi keutuhan dan kebugarannya. Satu sama lain membentuk interaksi, sekaligus identitas hakiki.

     Jadi, sambungnya, rambut pun bisa dijadikan sarana diagnosa penyakit. Malah telah banyak membantu tugas mereka dalam menangani banyak pasien, meskipun masih dibarengi dengan cara biasa.

     Kata mereka, jika pada rambut ada unsur yang hilang atau rusak dengan jumlah maksimal, itu bertanda kemungkinan akan munculnya penyakit. Jenisnya tergantung pada unsur yang hilang, struktur sel rambut saat itu, dan reaksi setiap unsur yang ada.

     Sayangnya, pada pandemi sekarang ini, kebanyakan diagnosa penyakit  di Indonesia masih menggunakan pola lama.  (Nasrullah Idris)

Sumber Foto : sehatq.com