Yansen TP menuangkan gagasan, pikiran, impian, termasuk obsesinya dalam membangun dan menjadikan Kaltara Rumah Kita. Kiranya menjadi sumber inspirasi, sekaligus motivasi buat semua.
Bupati Malinau Dr. Yansen TP, M.Si atau biasa disingkat YTP selain dikenal sebagai birokrat sejati, juga dikenal sebagi penulis buku. Tokoh dari Desa Pa’Upan, Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara ini meluncurkan buku ke-enam nya Kaltara Rumah Kita di Kafe Tubu, Kabupaten Malinau, pada Sabtu 8 Agustus 2020.
YTP adalah satu dari sekian banyak kepala daerah yang memiliki pemikiran luas, namun tidak banyak yang memiliki pemikiran luas serta visioner dan revolusioner untuk menjadikan daerahnya maju secara berkelanjutan dan berkesinambungan.
Itu dibuktikannya dengan membuka akses jalan perbatasan dan pelosok, baik melalui program pembangunan sejahtera perbatasannya, hingga Gerakan Desa Membangun (GERDERMA) dengan penataan dan pembangunan desa, juga melakukan peningkatan ekonomi masyarakat pedesaan dengan memotivasi hingga stimulan gerakan ekonomi melalui hasil produksi perkebunan, pertanian, dan peternakan.
Kemudian buku keduanya adalah Revolusi dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat, 2014, PT. Elex Media Komputindo. Buku ketiga RevolusiI RT: Tiga Pilar Gerdema Strategi Revolusioner, 2017, Elex Media Komputindo, yang mengorientasikan pembangunan komunitas. Kemudian buku keempat-nya adalah Dayak Lundayeh Idi Lun Bawang: Budaya Serumpun di Dataran Tinggi Borneo, 2018, Lembaga Literasi Dayak.
Lalu, buku ke-limanya adalah Hidup Bersama Allah Jadi Produktif, 2020, Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia) yang telah memecahkan rekor dengan jumlah penulis terbanyak sebanyak 31 orang dalam satu keluarga. Rekor ini telah tercatat di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Konon, saat ini YTP juga sedang menyelesaikan dua buah buku lagi dengan judul Mengkhianati Keputusan Sendiri yang isinya bercerita tentang perjalanan karier YTP baik di birokrat maupun di dunia politik. Kemudian buku yang juga sedang dalam penyelesaian adalah Budaya Membangun Bangsa. Dari penuturan YTP, buku ini mengulas tentang filosofi budaya yang tidak lain merupakan kerangka dasar yang sangat kuat mengikat erat kesatuan bangsa.
Demikianlah YTP di dalam kesibukan tugasnya yang cukup banyak menyita waktu, namun masih menyediakan waktunya untuk menuangkan pemikiran ke dalam berbagai tulisan pada sebuah buku, sehingga sangat tepat sang tokoh dari perbatasan ini dikatakan sebagai Tokoh Literasi sekaligus pemimpin yang memiliki pemikiran visioner dari Kabupaten Malinau yang terletak di ujung wilayah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) dan merupakan salah satu daerah yang berbatasan darat langsung dengan Malaysia
Berikut beberapa judul buku Bupati Malinau Dr. Yansen TP, M.Si.
Yang sudah terbit:
1. Gerdema (Gerakan Desa Membangun) Embrio Revolusi Desa.
2. Revolusi Desa.
3. Revolusi RT.
4.Dayak Lundayeh Idi Lun Bawang: Budaya Serumpun di Dataran Tinggi Borneo.
5. Hidup Bersama Allah Jadi Produktif.
6. Kaltara Rumah Kita.
Yang akan Terbit:
7. Budaya Membangun Bangsa.
8. Peradaban Masyarakat Sungai Krayan.
9. Mengkhianti Keputusan Sendiri.
Buku yang sedang digagas kembali karena file draft bukunya sempat hilang.
10. Negara Perbatasan.
Menjawab tujuan penulisan buku Kaltara Rumah Kita, Dr. Yansen TP, M.Si mengatakan, menjadi pelaku pembentukan provinsi kaltara, “saya merasakan betul seperti apa gairah semangat orang dalam membentuk Kaltara ini. Banyak orang berkorban tanpa mengenal lelah bahkan harta benda, lalu berjalan.
Rumah adalah tempat tinggal kita sebagai manusia yang beradab dan berbudaya. Setiap orang mengidamkan tempat tinggal yang nyaman, aman, damai, mendapat kasih sayang, penuh dengan berkat, dan kelimpahan. Pertama-tama, rumah bukanlah soal seberapa luas dan mahal bangunannya dan terletak di kawasan mana. Akan tetapi, rumah berkenaan dengan seberapa nyaman dan aman kita tinggal di dalamnya.
Orang bisa saja membangun rumah, namun bukan sebuah tempat tinggal yang nyaman. Oleh sebab itu, ada ungkapan, You can build a house, not a home. Home berarti: tempat tinggal, tempat berdiam yang betah, nyaman, aman; mengandaikan setiap anggota adalah sebuah keluarga yang masing-masing terikat dan mengikatkan diri dalam sebuah ikatan bukan saja emosional, melainkan juga sebagai organ yang saling menopang dan bekerja dalam satu kesatuan tubuh yang sama, saling menjaga satu sama lain, saling menghormati, dan berbela rasa.
Siapakah yang mengusahakan dan menciptakan rumah bersama yang ideal seperti digambarkan di atas? Bukan hanya ayah dan ibu, atau anak sulung dan orang yang dituakan saja, melainkan tugas setiap individu sebagai anggota keluarga.
Begitulah yang saya bayangkan Kalimantan Utara (Kaltara) adalah “Rumah Kita Bersama”. Setiap orang yang ada, dan berada dalam rumah bersama ini, terikat dalam ikatan keluarga yang menghidupi norma, nilai-nilai, adat istiadat, kebiasaan, perilaku, dan tujuan bersama, yakni hidup rukun dan damai untuk mencapai kesempurnaan.
Disebut “rumah” juga ingin menyadarkan kepada siapa saja, baik penghuni saat ini maupun pendatang yang menginjakkan kaki di bumi provinsi termuda Indonesia ini bahwa Kaltara adalah rumah tempat tinggal dan tempat hidup bersama, yang setiap penghuni atau warganya mendapatkan kehidupan, raupan kasih sayang, rasa aman, kedamaian, ketenangan, dan perlindungan.
Masalahnya dari sudut pandang kepemimpinan, para perancang dan pelaku pembangunan di Kaltara, baik pada tataran berpikir maupun dalam konsep dan implementasinya, tidak menggambarkan dimensi uniti universal.
Konsepsi maupun amplifikasinya tidak memiliki kekuatan untuk merangkul dan menyatukan segenap keberagaman yang sesungguhnya cukup luar biasa menjadi kekayaan, kekuatan, mewarnai keberagaman yang indah, mencapai kesempurnaan di Kaltara.
Jika dicernai keanekaragaman yang dimiliki dengan baik, idealnya setiap langkah yang dilakukan, harus menghidupkan setiap desah napas dan dinamika gerak pembangunan provinsi. Untuk itu, langkah strategi yang dilakukan bertujuan menyatu yang menghadirkan ke-Indonesia-an yang sesungguhnya.
Gambaran Kaltara kini, jika ditilik dari potensi dan keberadaan suku bangsa sebagai warga masyarakat yang hidup mendiami Kaltara, sungguh sangat nyata mempresentasikan dan menggambarkan sebuah Indonesia mini.
Jika semua orang paham bahwa Kaltara adalah rumah, maka tiang penyangganya bukan hanya satu, melainkan banyak. Makin banyak penyangganya, makin kokohlah fondasi bangunannya. Sehingga perbedaan-perbedaan itu kuat. Aneka suku bangsa itu kuat.
Masalah yang kita rasakan di Kaltara, bahwa ada kecenderungan di dalam proses dan dinamika pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, terkesan menghilangkan simbol-simbol yang sudah hidup turun-temurun.
Bagaikan Kaltara sebuah rumah bagi kita, yang di dalamnya tinggal dan hidup bukan hanya bapak dan ibu, tetapi ada anak, kakek, dan nenek. Satu hal yang pasti, semuanya memiliki karakter tertentu yang tentunya akan memengaruhi satu dengan yang lainnya. Sebagai hunian bersama, tentunya terjalin hubungan yang baik, sehingga terwujudnya suasana yang harmonis.
Bagaimana membangun rumah yang harmonis? Terlebih dahulu kita harus tahu siapa dan bagaimana karakter masing-masing. Apa kebutuhan dari seluruh isi rumah itu. Kemudian semuanya disinkronkan dan disinergikan dalam kesatuan yang bulat, barulah kita bicara tentang harmonis.
Hidup harmonis dalam sebuah keluarga, ditandai dengan adanya komunikasi yang baik dan efektif. Tahu apa esensi yang dibangun dalam keluarga, bukan karena ayah dan ibu, lalu berkuasa menentukan segalanya. Semuanya harus tahu unsur kebaikan bersama yang hendak dibangun.
Tercipta suasana keleluasaan yang dinamis dan positif dalam keluarga. Kalau ingin berbuat baik, jangan tanya-tanya lagi, buat saja. Untuk bisa berbuat baik, harus banyak tahu, untuk banyak tahu, harus belajar dan berlatih, agar cakap dan terampil.
Sisi tahu, cakap, dan terampil inilah yang harus terus-menerus dibangun dan diamplifikasikan agar setiap warga masyarakat mampu bergerak dan berbuat sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing.
Membangun “rumah Kaltara” dalam makna konseptual, indentik dengan membangun Indonesia. Karena pada hakikatnya setiap pembangunan yang dilakukan harus selalu bermakna dan berdimensikan nasionalis kebangsaan.
Demikianlah konsep dasar dari niat dan tekad yang bulat, yang ingin diungkapkan, digambarkan, diformulasikan, dan diamplikasikan serta diimplementasikan oleh buku Kaltara Rumah Kita ini.
Sebuah narasi tentang satu rumah tinggal yang harmonis, semua suku bangsa dalam bingkai dan jiwa Negara Kesatuan Republik Indonesia hidup bersatu, rukun, dan damai.
Terwujudnya suasana batiniah ke-Indonesia-an itu, sangat ditentukan oleh sikap dan jati diri seorang pemimpin yang menghadirkan jiwa pluralisme, sehingga mampu merekat semua pusparagam dan aneka warna pelangi serta membangkitkan semuanya dalam setiap dinamika dan derap langkah pembangunan.
Menjadikan Kaltara seperti pelangi, yang hadir dengan karisma keindahan alami dengan memancarkan warna pesonanya, sehingga memikat hati semua orang yang melihatnya, teristimewa oleh warganya tanpa mengenal status dan batas sosial dan masing-masing tanpa ragu mengatakan indah dan sempurna hidup di dalam Kaltara Rumah Kita.
Dalam bukunya, Yansen TP menuangkan gagasan, pikiran, impian, termasuk obsesinya dalam membangun dan menjadikan Kaltara Rumah Kita. Kiranya menjadi sumber inspirasi, sekaligus motivasi kita semua untuk hidup dalam satu rumah yang sama, bernama Indonesia.
Peluncurn buku ini dipandu oleh Dodi Mawardi, penulis buku profesional dan artikel yang telah merilis lebih dari 60 buku, Pepih Nugraha, bergabung selama 26 tahun dengan Harian Kompas sejak 1990 hingga 2016 sebagai wartawan politik, pendiri Kompasiana dan Pepnews.com, Masri Sareb Putra, seorang penulis Indonesia dan telah merilis lebih dari 60 buku, serta Saptono Raharjo, perwakilan dari Penerbit Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia).
Juga dihadiri oleh para pejabat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), serta pejabat di lingkungan Pemkab Malinau dan tokoh masyarakat serta para pemuda-pemudi secara terbatas dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews