Selamat jalan Prof. Bahtiar Effendy. Kau boleh berpulang, tetapi tulisan-tulisanmu akan abadi karena 'menulis adalah bekerja untuk keabadian', kata Pramoedya Ananta Toer.
Kamis, 21 November 2019, status Facebook banyak teman berisi ucapan belasungkawa atas berpulangnya Prof. Bahtiar Effendy. Semasa kuliah di Medan di awal 1990-an, saya mengenal Prof. Bahtiar dari tulisannya atau kutipan wawancaranya di media massa. Saya sebagai mahasiswa maupun aktivis HMI mengenalnya sebagai penulis, pengamat politik, cendekiawan muslim, dan alumni HMI Ciputat.
Pada 2003, saya menumpang mobil yang mengantar pulang Prof. Bahtiar yang selesai menjadi nara sumber acara bincang-bincang di Metro TV, stasiun televisi tempat saya bekerja. Saya ketika itu sedang menulis tesis "Pertarungan Wacana Islam Liberal dan Islam Fundamental" di Sosiologi UI. Di perjalanan saya mendiskusikan tesis saya itu dengan Prof. Bahtiar. "Kamu harus kritik dua-duanya (Islam liberal dan Islam fundamental)," katanya.
Prof. Bahtiar rupanya tinggal di Perumahan Gema Pesona, Depok. Kelak, tepatnya pada 2012, saya pindah ke Gema Pesona. Saya bertetangga dengannya, tetapi jarang berjumpa. Di Pileg 2014, saya menyaksikan Prof. Bahtiar menjadi panelis "uji kandidat" anggota DPRD Kota Depok yang digelar di komplek kami.
Kebanyakan kita barangkali mengenal Prof. Bahtiar dari buku fenomenalnya yang berjudul "Merambah Jalan Baru Islam" yang ditulis bersama Fachry Ali. Ketika tahun 2000 saya bersama Zaim Uchrowi menulis buku "ICMI Bergerak: Lintasan 10 Tahun Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia" saya memerlukan buku itu sebagai referensi. Saya meminjamnya dari perpustakaan Republika. Saya mengutip beberapa bagian buku itu untuk buku "ICMI Bergerak."
Ketika saya menulis tesis, saya bertandang ke rumah seorang teman, Muchlis Ainur Rofiq, untuk meminjam buku-buku yang bisa saya jadikan referensi. Muchlis alumni Universitas Negeri Islam, jadi punya banyak buku tentang Islam. Saya menemukan buku "Merambah Jalan Baru Islam" di rak bukunya dan meminjamnya. Sampai sekarang saya belum mengembalikan buku yang terbit pada 1986 itu. "Meminjamkan buku bodoh. Mengembalikan buku yang kita pinjam gila."
Buku "Merambah Jalan Baru Islam" menampilkan analisis sosial historis perkembangan pemikiran Islam di Indonesia sejak masuknya Islam hingga masa Orde Baru, termasuk ketegangan, konflik, dan dinamika yang mengiringinya. Perkembangan pemikiran Islam itu dianalisis dari pemikiran Nurcholis Madjid, Abdurrahman Wahid, M. Dawam Rahardjo, Adi Sasono, Kuntowijoyo, M. Amien Rais, Jalaluddin Rahmat, A.M. Saefuddin, Ahmad Syafi'i Ma'arid, Djohan Effendi. Ketegangan, konflik, atau dinamika tersebut kelak terjadi dalam bentuk dikotomi tradisionalis-modernis. Ini bisa dikatakan buku pertama yang memetakan pemikiran Islam di Indonesia.Saya juga memiliki buku lain tulisan Prof. Bahtiar yang berjudul "Repolitisasi Islam: Pernahkan Islam Berhenti Berpolitik?" Buku ini berisi 60-an esei yang ditulis Prof. Bahtiar antara 1995-1999. Buku ini sekadar memotret Islam politik yang antara lain berwujud maraknya parpol-parpol Islam pada Pemilu 1999. Buku ini tidak hendak menjawab apakah repolitisasi Islam suatu bentuk manipulasi agama. Saya juga mengutip beberapa bagian buku ini di buku "ICMI Bergerak."
Selamat jalan Prof. Bahtiar Effendy. Kau boleh berpulang, tetapi tulisan-tulisanmu akan abadi karena 'menulis adalah bekerja untuk keabadian', kata Pramoedya Ananta Toer.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews