Kenapa Orang Kristen Tidak Boleh Menyerang Keimanan Orang Lain?

Orang kristen bertanggung jawab untuk menjelaskan imannya saat ada yang bertanya.Tentu bertanya dengan niat baik, bukan bertanya karena ingin membuat keributan.

Rabu, 20 Mei 2020 | 09:50 WIB
0
676
Kenapa Orang Kristen Tidak Boleh Menyerang Keimanan Orang Lain?
ilustrasi pixabay

Sebelum menuliskan topik ini sebenarnya saya mikir-mikir dulu. Apakah judulnya sudah cukup baik atau belum, takutnya kurang pas. Tapi setelah saya pikir-pikir, sepertinya tidak apa-apa.

Dalam kebanyakan dialog lintas agama yang bisa kita temukan di internet, seperti youtube misalnya, belum pernah saya menemukan para apologet kristen (hamba Tuhan yang memiliki panggilan untuk membela iman kristen) tema pembahasannya itu di luar Alkitab. Jadi dengan agama apapun orang kristen berdialog, topiknya selalu seputar iman kristen itu sendiri. Kenapa demikian?

Tak inginkah orang kristen gantian membahas keimanan agama lain? Pertanyaan inilah yang banyak diinginkan orang kristen agar terlaksana. Selama ini topik yang ada atau cukup populer itu seperti, "Apakah Yesus itu Tuhan, apakah Alkitab masih asli, dst."

Namun saat ada seorang pendeta menawarkan format baru dalam dialog iman kristen, di mana apologet dari pihak kristen boleh "menyerang" kitab suci lawan dialog, seorang pendeta memberi jawaban seperti ini.

Nama pendeta tersebut adalah Muriwali Yanto Matalu. Beliau berkata, "Silahkan saja diusulkan format dialog baru dalam dialog iman kristen, dimana pihak kristen dapat 'menyerang' isi kitab suci lawan dialog, tapi saya sendiri kurang setuju dengan format tersebut karena belum menemukan landasan teologisnya."

Menarik sekali jawaban pendeta ini menurut saya. Lalu dia mengutip 1 Petrus 3:15-16, demikian bunyinya, "Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu."

Beliau mengatakan tak ada dasar Alkitab yang mendukung orang kristen untuk mempertanyakan keimanan orang lain sekalipun dalam dialog lintas agama yang diselenggarakan secara tertib.

Orang kristen hanya disuruh memberi jawab ketika ada pihak-pihak yang meragukan bahkan menyerang keimanannya. Memang sering orang kristen diserang menggunakan kitab suci yang mereka baca sehari-hari.

Dalam kondisi ini orang kristen dituntut untuk diam atau memberi jawab dengan kasih dan lemah lembut. Dalam Matius 5:44 tertulis, "Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."

Tak ada dasar untuk menyakiti orang lain. Atau seperti yang dilakukan para apologet, yaitu memberi jawab. Dalam hal ini tak mesti seseorang itu punya status apologet, pendeta, sarjana teologia, tapi setiap orang kristen punya tanggung jawab yang sama.

Namun tentu harus berhikmat juga. Karena kemampuan dan panggilan pelayanan setiap orang berbeda. Sekalipun orang kristen punya kewajiban belajar Alkitab, tapi tentu tiap orang punya keterbatasan. Mereka yang tidak sekolah teologi tentu akan kurang mampu menjawab dibanding mereka yang setiap hari belajar Alkitab, baik formal ataupun otodidak.

Alkitab sendiri mencatat tentang pentingnya peran seorang Apologet (bidang ilmunya apologetika). Alkitab mencatat seorang bernama Apolos, yang berasal dari Aleksandria. Ia seorang yang fasih berbicara dan sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci. Ia telah menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan. Dengan bersemangat ia berbicara dan dengan teliti ia mengajar tentang Yesus (Kisah Para Rasul 18:24).

Dalam hal ini apa fungsi aplogetika? Saya pernah mendengar penjelasan pendeta Esra Alfred Soru, beliau sendiri adalah kompasianer, tapi terakhir kali menulis di tahun 2016, dan kini lebih aktif di youtube.

Mengutip Alkitab, setidaknya ada dua, kepentingan pertama itu untuk orang-orang percaya. Saat pendeta Esra Alfred Soru dikritik karena berdebat, "Memang sudah berapa banyak orang menjadi kristen karena pelayanan apologetnya?" pendeta Esra Alfred Soru menjawab, "Tidak ada. Tapi saya menahan banyak orang kristen keluar meninggalkan imannya."

Seperti yang beliau jelaskan, kepentingan atau manfaat pertama dari apologetika adalah bagi orang kristen itu sendiri, bukan bagi orang lain. Selain bertanggung jawab kepada Allah, iman orang kristen akan diperkaya karena memahami rahasia-rahasia Firman Tuhan. Yang kedua adalah untuk orang yang tidak percaya (dalam hal ini orang di luar kristen). Mereka dapat memahami Alkitab dengan cara orang kristen memahaminya. Sebab ada cukup banyak perdebatan terjadi karena orang di luar kristen memaknai Alkitab bukan dengan cara orang kristen memaknainya, tapi mereka memaknai dengan cara mereka sendiri.

Contohnya, sempat heboh seorang pendeta yang ditantang penganut agama lain untuk minum racun. Karena dalam Markus 16:18 tertulis "mereka akan memegang ular, dan sekalipun mereka minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh." Dalam sebuah dialog lintas agama terjadilah debat kusir, karena pihak non kristen memaksa si pendeta untuk minum racun untuk membuktikan keaslian Alkitab.

Padahal orang kristen tidak memaknai ayat itu dengan cara yang demikian. Ayat tersebut konteksnya untuk pemberitaan Injil. Dimana dulu murid-murid saat memberitakan Injil dilindungi oleh Tuhan. Alkitab sendiri mencatat, jangan pernah mencobai Tuhan Allahmu. Kalau kita minum racun dengan harapan tidak mati, itu namanya mencobai Tuhan.T entu itu bukan tindakan yang berkenan di mata Allah.Amsal 12:7 berkata,"Orang bijak melihat bahaya, lalu bersembunyi, tetapi orang naif melintasinya, lalu kena celaka ."

Dari pemaparan ini jelaslah, bahwa orang kristen bertanggung jawab untuk menjelaskan imannya saat ada yang bertanya.Tentu bertanya dengan niat baik, bukan bertanya karena ingin membuat keributan. Saya sendiri sering ditanya tentang keimanan saya, ya saya jawab saja sebisa saya, tanpa harus mempertanyakan balik keimanan orang lain. Karena memang tak ada dasar teologisnya.

Biarlah tulisan ini menjadi berkat dan saya juga masih belajar.Saya catat dan elaborasi biar gak lupa.Tuhan memberkati.

Penikmat yang bukan pakar.

***