Mendampingi Bupati Bulungan, H Budiman Arifin tahun 2005 -2013 sebagai ajudan beliau, membuat aktivitasku semakin dekat dengan proses pembentukan Kaltara.
Dua hari lalu seorang teman mengajakku menjadi tamu di podcastnya. Ia ingin ngobrol-ngobrol santai tentang "Sejarah Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara)". Katanya sih, iseng-iseng aja untuk menambah ragam konten video di medsosnya.
Dengan halus kutolak ajakan itu, kukatakan aku masih sibuk, kelak bila ada waktu luang aku kabari segera: begitulah alasanku padanya. Padahal, aku memang tidak berkenan untuk datang. Bukan karena aku sibuk, atau tidak menguasai materi itu, tapi topik podcast yang ingin dibahasnya membuatku agak "sensi'.
Aku tidak ingin ikut-ikutan menjadi orang yang ngotot ingin dikenang dalam "lakon" sejarah pembentukan Provinsi Kaltara, apalagi "mempersoalkannya". Pun, aku tak ingin jadi bagian orang-orang yang masih "galau" dan "halu" oleh fantasia atau romantika heroik masa lampau.
Lagi pula, apa sih "urgensinya' membicarakan sejarah pembentukan Kaltara hari ini ? Apa ia kelak akan memekarkan semangat heroisme dan revolusi bagi generasi sekarang?
Bukankah, pemekaran wilayah otonom itu memang sebuah keniscayaan di negeri kita, ia sudah menjadi amanat undang-undang. Mekanisme politik , teknis dan administratifnya sudah disediakan dan diatur negara. Pemekaran bukanlah ruang hampa dan kemustahilan, Ia bukan pula pertempuran antara hidup mati, perang gerilya yang harus mengorbankan jiwa raga, harta dan benda. Jadi narasi " perjuangan, pahlawan dan berjasa itu" sebenarnya terlalu berlebihan.
Bagiku, perjalanan pembentukan Provinsi Kaltara itu sudah "Purna". Tak tersisa sedikitpun romantisme dan heroisme, karena memang rasa itu tak perlu tertinggal. Kita hanya perlu memekarkan konsepsi, gagasan dan tindakan yang dinamis dan revolusioner untuk masa depan provinsi ke-34 ini.
Sembilan tahun pemerintahan Kaltara berjalan, menapak langkah pembangunan dan merajut nyata dari harapan yang dicita-citakan. Dua kali sudah masyarakat memilih sendiri gubernur dan wakil gubernurnya secara langsung dan demokratis. Tapi hari ini, kita masih sibuk ribut soal hari jadi, pusat pemerintahan dan klaim siapa yang paling berjasa terhadap pemekaran provinsi termudah ini. Halooow!
Yakinlah, tidak ada orang yang paling berjasa pada proses pembentukan provinsi ini. Buang klaim sempit itu jauh-jauh. Kita harus percaya bahwa semua masyarakat Kaltara terlibat dan memiliki " peran" masing- masing pada proses pembentukan Kaltara.
Apakah ia seorang pelajar, mahasiswa, petani, nelayan, pedagang, kelompok paguyuban, organisasi adat, organisasi kepemudaan, organisasi keagamaan, partai politik, ASN/TNI/Polri, anggota DPRD, Bupati/Walikota, Gubernur DPRD dan masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim), hingga Kementerian Dalam Negeri, DPR dan Presiden pun harus kita akui memiliki peran besar dalam pembentukan Provinsi Kaltara.
Media masa , seperti Radar Tarakan, koran lokal yang selalu meliput dan menggaungkan resonansi percepatan pembentukan provinsi Kaltara, pun tak bisa dilupakan peran pentingnya.
Jika kita merasakan banyaknya orang yang terlibat dan berperan dalam proses pemekaran Kaltara, maka itu akan membuat kita sadar bahwa "sejarah itu bukan tentang aku atau kami", melainkan "tentang kita semua", ada perasaan senasib dan sepenanggungan. Romantika kita pun menjadi harmoni, tidak terbelenggu pada superioritas diri " delusion of grandeur", merasa serba paling dan tidak ingin dilupakan orang lain.
Ada orang yang mengaku berjasa takala pernah hadir pada sebuah seminar wacana pembentukan Kaltara, seolah menjadi pahlawan sewaktu demo menuntut pemekaran provinsi Kaltara, atau merasa berjuang manakala menjadi bagian organisasi pemekaran Kaltara.
Tapi, bolehkah kita melarang " keakuan dan romantika rasa berjasa, berjuang dan kepahlawanan " orang-orang tersebut? Mereka pasti memiliki alasan dan narasi sejarah tersendiri, yang terbangun dari pengalaman dan subjektifitas mereka masing-masing. Kita juga tidak bisa melarang, seandainya mereka bercerita dan menulis sejarah yang mereka bangun dari pilihan " sketsa , vista, ruang dan waktu" mereka sendiri. Ya, hitung-hitung menambah kasanah kisah sejarah tersebut.
Berbeda, misalnya jika pemerintah daerah ingin membuat buku sejarah pemekaran Provinsi Kaltara, narasi dan imajinasi politis dan subjektif orang-orang tersebut harus dihindari. Ia harus selektif, rigid bahkan dogmatik dalam mengontruksi fakta otentik dan realitas normatif selama perjalanan pembentukan Kaltara agar menjadi "history as actuality". Hal itu untuk mencegah jangan sampai, isi buku sejarah yang dibuat kelak berubah seiring pergantian kepala daerah. Kan, gak lucu! Setiap ganti kepala daerah berganti pula cerita sejarah Kaltara.
Awal dan Akhir
Sebagai seorang staf humas Pemkab Bulungan di bagian pemberitaan dan kepala stasiun radio pemerintah daerah (RSPD), memungkinkan aku memiliki akses yang mudah untuk mendalami kebijakan, gagasan dan aktivitas Bupati Bulungan H Anang Dachlan Djauhari dalam menginisiasi rencana pembentukan Provinsi Kaltara.
Aku ingat ketika itu, usai mewawancarai, Bupati Bulungan H Anang Dachlan Jauhari mengenai hasil pertemuan Bupati dan Walikota se-Utara Kaltim di Derawan tahun 2001. Ia menerangkan bahwa pertemuan rutin kepala daerah di Utara Kaltim yang membahas soal wacana pembentukan Provinsi Kaltara, dipertimbangkan untuk tidak dilanjutkan. Selain, karena Kabupaten Berau yang tak kunjung memberikan jawaban tegas untuk bergabung, juga untuk menepis kecurigaan pemerintah pusat adanya kepentingan politik kepala daerah terkait usulan pemekaran Provinsi Kaltara tersebut. Ia berharap pemekaran Kaltara bukan lagi wacana kepala daerah tapi sudah menjadi rencana seluruh masyarakat Kaltara. Maka itu, sudah saatnya gerakan pembentukan Provinsi Kaltara itu dipelopori oleh masyarakat. Harus ada organisasi penggerak seperti presidium yang menjadi representasi seluruh komponen masyarakat Kaltara.
Berbekal penjelasan Bupati Bulungan itulah, aku kemudian bersama teman- teman yang lain mengadakan rapat di rumah saudara Sabran Tosan, untuk menyampaikan keinginan Bupati Bulungan tersebut. Terbentuklah, Forum Pemuda Pengkajian Kalimantan Utara (FPPKU), yang kemudian disetujui oleh Bupati Bulungan dan memerintahkan untuk segera " action" menghimpun legitimasi seluruh komponen masyarakat Kalimantan Timur Bagian Utara, agar nantinya dapat membentuk Presidium Kalimantan Utara.
Dalam waktu singkat, terselenggaralah kemudian "Kongres Rakyat Kalimantan Utara", yang diantara rekomendasinya, membentuk Komite dan Presidium Percepatan Pembentukan Kalimantan Utara. Tidak membutuhkan waktu lama, lalu terbentuklah "Komite Percepatan Pembentukan Kaltara" di setiap kabupaten/kota Utara Kaltim, termasuk di Kabupaten Berau. Selanjutnya, perwakilan lima komite kabupaten/kota tersebut bermusyawarah membentuk " Presidium Percepatan Pembentukan Povinsi Kalimantan Utara", yang kemudian memilih "Laden Mering" sebagai ketua.
Presidium inilah yang selanjutnya mengumpulkan dukungan dari seluruh komponen masyarakat, melengkapi persyaratan adminisrasi dan teknis, serta menyerahkan segala persyaratan tersebut ke Kementerian Dalam Negeri dan DPR. Persoalannya, Bupati dan DPRD Berau "keukeuh" tak ingin bergabung ke Kaltara, akibatnya jumlah lima kabupaten kota sebagaimana yang disyaratkan dalam undang -undang tidak terpenuhi, sehingga usulan pemekaran Kaltara tidak bisa ditindak lanjuti oleh pemerintah pusat.
Selama perjalanan FPPKU hingga Presidium Kaltara melaksanakan tugas -tugasnya, tak sedikit drama konflik, persaingan dan perseteruan yang terjadi, baik sesama penggiat pemekaran Kaltara maupun dengan pejabat daerah. Tak jarang perseteruan itu membuat perpecahan dan menghambat gerakan pemekaran yang sedang berjalan.
Mendampingi Bupati Bulungan, H Budiman Arifin tahun 2005 -2013 sebagai ajudan beliau, membuat aktivitasku semakin dekat dengan proses pembentukan Kaltara. Banyak momen-momen penting, baik yang rahasia dan terbuka yang kulewati, hingga akhirnya, tahun 2012, Pemekaraan Provinsi Kaltara itu benar- benar terwujud.
Berada di Humas Pemda, di media, dan aktif di FPPKU, KNPI, Komite Kabupaten Bulungan dan Presidium, menjadikanku lebih dekat dengan cerita dan peristiwa yang terjadi, dan membuatku bisa menyaksikan secara langsung setiap lakon aktor yang terlibat. Aku tidak mengatakan kedua tokoh ini berjasa, melainkan peran mereka yang begitu besar dalam proses pembentukan Provinsi Kalimantan Utara. Give the salute H Anang Dachlan Djauhari dan H Budiman Arifin.
****
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews