Duduk. Berdiri. Bekerja. Apapun yang dilakukan, perhatikan “Sang Hidup – Sang Sadar” di dalam diri. Ia berdenyut di dalam batin, dan di dalam tubuh. Itu cukup.
Orang lain berbuat sesuatu. Ia memaki. Ia menghina. Bisa juga, ia mencuri, sehingga membuat saya terluka.
Ia menantang. Ia memprovokasi. Ia memancing amarah. Ia memicu emosi yang bergejolak.
Ini bisa terjadi di jalan raya. Kerap juga, ini terjadi di keluarga. Kekerasan dibalas dengan kekerasan. Lingkaran ini tak ada putusnya, jika kita tak mau paham.
Ada juga trauma. Ia adalah bekas dari peristiwa. Lukanya, bencinya, sedihnya dan marahnya masih terasa. Banyak orang mencari pengalihan, bahkan mengakhiri hidupnya.
Kebodohan Kita
Sumber penderitaan kita adalah kebodohan kita sendiri. Kita tak paham, siapa diri kita. Kita tak paham tentang dunia sebagaimana adanya. Batin kita dipenuhi dengan emosi dan pikiran yang kita anggap nyata.
Kita mengira, ada orang lain. Mereka tetap. Mereka tidak berubah. Mereka adalah pribadi yang abadi.
Kita mengira, ada luka. Ada trauma. Semuanya itu ada, dan abadi. Ia memiliki inti yang tetap.
Kita juga mengira, ada yang disebut sebagai “aku”. Kepribadianku itu utuh, dan tetap. Ia tidak berubah oleh waktu. Ia memiliki inti yang kokoh.
Tak Sungguh Ada
“Aku”, “orang lain” dan “luka” itu hanya nama. Semuanya mengalir terus. Semuanya berubah tanpa henti. Karena kita mengira, bahwa ketiga hal itu tetap dan kokoh, maka kita menderita.
“Aku”, “orang lain” dan “luka” itu hanya bahasa. Bahasa bukanlah realita. Bahasa bukanlah kehidupan. Ia hanya sekumpulan bunyi dan simbol buatan manusia.
Bahasa itu acak. Ia tak punya pola. Ia hanya buatan manusia. Ia berguna untuk kegiatan kehidupan, namun ia bukanlah kenyataan sebagaimana adanya.
Tak ada orang lain. Tak ada luka, atau trauma. Tak ada aku. Begitulah dunia sebagaimana adanya.
Inilah pembebasan dari penderitaan. Inilah pencerahan. Sesederhana itu. Terlalu sederhana, sehingga kita mungkin tak puas. Kita mau teori yang rumit.
Jaringan Maha Luas
Kita semua satu kesatuan. Kita semua adalah jaringan yang tak terpisahkan. Sama sekali tak ada yang bisa ada sendiri, tanpa jaringan maha luas ini.
Sigmund Freud, pemikir Austria, menyebutnya sebagai kesadaran melaut (oceanic consciousness). Anak kecil memilikinya. Kita semua mempunyainya. Sayang, kita lupa, karena tipuan bahasa.
Apa yang ada sebelum bahasa? Realita. Kenyataan. Kehidupan. Keterbukaan total. Namanya beragam.
Kita kembali pada “Sang Hidup”. Inilah yang sungguh ada. Ia bersifat terbuka, sekaligus sepenuhnya sadar dan hidup. Zen adalah sekumpulan paham dan metode untuk menyentuh “Sang Hidup” tersebut.
Duduk. Berdiri. Bekerja. Apapun yang dilakukan, perhatikan “Sang Hidup – Sang Sadar” di dalam diri. Ia berdenyut di dalam batin, dan di dalam tubuh. Itu cukup.
Ia seluas semesta. Ia adalah semesta. Kita adalah Dia, dan Dia adalah kita. Saya kehabisan kata. Mungkin dengan hening, Dia lebih terasa.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews