Suluk Umbul Donga di Usia 54

Sebagai "kejawen", saya tak banyak memiliki kekuatan doa ndakik-ndakik dalam bahasa yang sering tidak saya pahami. Saya hanya punya suluk pendek untuk "umbul donga.

Rabu, 21 Juli 2021 | 09:05 WIB
0
290
Suluk Umbul Donga di Usia 54
Ilustrasi pria matang dalam usia (Foto: Yahoo.com)

Tentu saya merasa istimewa, masih bisa menapak sampai usia 54 tahun di hari ini. Saya sama sekali tak pernah berpikir bisa sampai sejauh ini. Bukan karena saya sakit-sakitan, tidak! Saya selalu sehat secara fisik, walau selalu merasa lelah secara psikis.

Lelah karena di kepala saya, menumpuk sedemikian banyak data-data, gambar-gambar dan pikiran-pikiran yang sialnya mengalir terus. Walau selalu saya coba tolak dan abaikan. Semua datang begitu saja, tanpa dicari. Tapi selalu berusaha keras menarik untuk disapa, diopeni dan diberi rumah.

Hal ini sedikit menjelaskan, kenapa saya tampak tidak pernah konsisten bekerja. Ketika satu hal belum betul-betul selesai, mudah beralih pada hal lain. Sebagai dokumentator saya selalu merasa kehabisan waktu, tak memiliki banyak waktu lebih. Walau saya sudah mencoba keras hidup soliter dan tak banyak membuang waktu tak perlu. Selalu disiplin bekerja 16 jam sehari.

Terlalu banyak yang datang, terlalu banyak...

Karena itu, saya tak merasakan ada perubahan berarti dalam ritme kerja selama pandemi ini. Saya tak pernah berubah menjadi penggelisah, tak juga menjadi pemarah apalagi pemaki. Saya bersyukur bisa melihat pageblug ini secara jauh lebih jernih, tenang, dan nyaman.

Tak terlalu penting lagi kapan ini berakhir. Walau tentu berharap secepatnya. Permasalahan besar bagi saya: terlalu banyak orang baik yang dipanggil terlalu cepat. Tapi justru tidak, bagi yang seharusnya "lebih baik jika mereka-mereka".

Mereka, yang bahkan jika pandemi berakhir ini tak akan mengambil manfaat pelajaran apa-apa. Mereka tetap akan menjadi "malin kundang" bagi dirinya sendiri. Merasa selalu mantap menatap masa depan, tapi dengan keras hati menghapus jejak masa lalu. Bahwa masa lalu selalu salah, selalu buruk. Seolah masa lalu selalu adalah hape jadul, yang harus segera diganti agar tak boleh ketinggalan informasi. Lalu terinjak oleh kemajuan zaman.

Dunia yang hanya berisi data statistik, jika tak ada pertumbuhan maka kita merasa adalah kaum kalah dan diabaikan.

Apa pun, semestinya kita merasa baik-baik saja. Apa pun kondisi terburuk kita. Pandemi, itu hanya satu kala sebelum menjadi kembali endemi. Siklus alam yang biasa sekali. Ada atau tidak ada konspirasi, alam akan tetap menghadirkannya. Apakah ia fiksi atau fakta, bagimanapun ia benar-benar nyata.

Saya sampai pada titik kesimpulan mereka yang suka berspekulasi, beretorika absurd menolak ini-itu. Adalah mereka yang termasuk sebagai kaum yang terjangkiti virus yang jauh lebih jahat untuk apa yang marak disebut fenomena mengejar "fifteen minutes of fame".

Sedih bila mengingatnya...

Bagaimana pun, saya ingin berterimakasih untuk teman-teman yang bersedia meluangkan sedikit waktu untuk mengucapkan selamat untuk hari jadi saya yang istimewa ini. Bagi saya jumlah angka sembilan adalah istimewa. Setelah 18, 27, 36, 45, lalu di hari ini 54 dan berharap kelak bisa sampai 63.

Sebagai "kejawen", saya tak banyak memiliki kekuatan doa ndakik-ndakik dalam bahasa yang sering tidak saya pahami. Saya hanya punya suluk pendek untuk "umbul donga. merapalkan mantra lama" untuk turut mengusir pandemi ini agar segera berlalu....

Suluk SInggah-singgah

Singgah-singgah sumingsih sumisih /
Sumisia kang adoh /
Suminggaha mring mula bukane /
Sumisiha saka praja mami /
Sun caraka balik paringe Kang Maha Agung.

Sepindah malih matur sembah nuwun. Hatur nuhun, kamsia, tenkyu, danke atas semua harapan baiknya. Jangan lupa, bila pageblug ini berlalu, sedikitlah melambat, menunduk, dan merendah ke haribaan alam dan kehendak Gusti Allah.

Jangan malah mengutukinya....

NB: Suluk Singgah-Singgah yang saya kutip dan pilihkan adalah short-version. Tapi mencakup semua kepercayaan, dan tak ada simbol-simbol apa pun dari agama mana pun. Ini versi yang paling toleran, tak memaki siapa pun. Ia hanya melambungkan harapan untuk tetap berserah diri pada yang Maha Kuasa, yang Maha berkendak.