Islam Kok (Gak) Nusantara...?!

Kita tidak perlu begitu sangar dan apriori dengan umat NU yang bangga dengan kekhasannya dalam berislam yang berbeda dengan umat Islam di Arab, umat Islam di Pakistan atau China.

Sabtu, 6 Juni 2020 | 22:01 WIB
0
349
Islam Kok (Gak) Nusantara...?!
Ilustrasi Islam (Foto: Muslim Obsession)

Seorang teman mengirimi saya artikel dari seorang ustad terkenal dengan judul “Islam Kok Nusantara”. Artikel tersebut dengan sadisnya menghakimi bahwa Islam Nusantara adalah konsep yang sedang dijalankan oleh orang-orang liberal yang ingin merusak syariat Islam dan ingin memisahkan Islam dari sumber utamanya, yaitu Alquran dan Sunnah… Ya, Allah…!

Baru membaca paragraf pertama saja saya langsung sesak napas. Paragraf berikutnya tidak kurang sadisnya. Saya benar-benar tidak habis pikir bagaimana mungkin seorang ustad yang begitu kondang bisa mengeluarkan tuduhan yang sangat sadis seperti ini kepada sesama muslim. Sedih rasanya melihat betapa mudahnya umat Islam untuk menegasikan sesama muslim yang berbeda pandangan dengannya dan dengan mudahnya menghakiminya dengan tuduhan yang begitu keras tanpa kompromi.

Betapa sulitnya umat islam untuk bersikap moderat dan berupaya untuk mengembangkan sikap toleran. Minimal mbok yao kenali dan adakan dialog dulu dengan sesama muslim yang pandangannya tidak sesuai dengan pandangan Anda. Mintalah penjelasan langsung dari sumbernya dan kalau ada pandangan yang menurut Anda tidak sesuai sampaikan pandangan Anda dengan argumentasi yang sebaik-baiknya.

Lha wong dalam Alquran saja kita dilarang berdebat dengan Ahli Kitab kecuali dengan cara yang paling baik kok ini dengan sesama umat Islam kita langsung vonis ‘ingin merusak syariat Islam, ingin memisahkan Islam dari Alquran dan Sunnah, gembong liberal yang menjadi duri dalam daging bagi umat islam, dll’ tanpa pernah berupaya untuk berdialog…

Lha kalau ustad topnya saja begini sangar sikapnya terhadap sesama umat islam ya tidak salah kalau umat Islam di mana-mana isinya gegeran melulu. Lha wong yang dikembangkan adalah sikap bermusuhan terhadap apa pun pandangan keagamaan yang berbeda dengan dirinya. Hiks…!

Setelah termenung-menung beberapa saat akhirnya WA dari teman tersebut saya baca lagi sampai habis. Di situ dijelaskannya bahwa Islam itu hanya ada satu yaitu Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Jadi tidak ada namanya Islam Arab, Islam Jawa, Islam Cina, dll. Membaca ini saya lalu paham apa aspirasi yang hendak ia sampaikan. Maksudnya tentu saja baik dan benar belaka. Hanya ada satu agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Nabi Muhammad tidak membawa Islam khusus untuk orang Arab atau Jawa, dll.

Tapi sayangnya ustad top ini melupakan fakta sejarah bahwa sampai saat ini umat Islam memang benar-benar terbelah menjadi dua mazhab besar, yaitu islam Sunni dan Syiah, di mana beliau pasti akan mengaku bahwa dirinya masuk dalam golongan kaum Sunni. Sampai sekarang umat Islam Indonesia terus menerus diprovokasi untuk tidak mengakui kaum Syiah sebagai umat Islam dan bahkan mengajak umat Islam Indonesia untuk mengutuk, menistakan, dan memusuhi kaum Syiah. Padahal kaum Syiah itu itu bertuhankan yang sama, bernabikan yang sama, berkitabsucikan yang sama, berhaji ke tempat yang sama dengan kaum Sunni. Sungguh mengerikan sikap permusuhan yang dikembangkan ini.

Jadi mau dibantah bagaimana pun yang namanya Islam setelah diturunkan oleh Nabi Muhammad ya memang terpecah menjadi banyak ragamnya. Lha wong sejak awal saja umat islam sudah terbelah menjadi Sunni dan Syiah. Itu belum bicara soal Islam yang berbeda dalam mazhab fikihnya lho ya. Ada yang Islam Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Hambali, dan yang suka ngebom itu tentunya ikut mazhab Imam Samodra.

Lalu apa dong maksudnya Islam Nusantara itu?

Terus terang saya sulit menjelaskan hal ini pada teman saya. Ini bukan seperti menjelaskan apa itu ‘pizza’, “getuk lindri’, atau ‘curry puff’. Saya sendiri sudah membaca-baca penjelasan tentang apa itu Islam Nusantara dari beberapa artikel dan juga dari Wikipedia yang menulis “Islam Nusantara atau model Islam Indonesia adalah suatu wujud empiris Islam yang dikembangkan di Nusantara setidaknya sejak abad ke-16, sebagai hasil interaksi, kontekstualisasi, indigenisasi, interpretasi, dan vernakularisasi terhadap ajaran dan nilai-nilai Islam yang universal, yang sesuai dengan realitas sosio-kultural Indonesia.

Istilah ini secara perdana resmi diperkenalkan dan digalakkan oleh organisasi Islam Nahdlatul Ulama pada 2015, sebagai bentuk penafsiran alternatif masyarakat Islam global yang selama ini selalu didominasi perspektif Arab dan Timur Tengah.[1]”

Ini adalah penjelasan yang tidak mudah disampaikan pada masyarakat awam. Lha wong pakai bahasa klas akademisi gitu. Tapi Pak Ustad top tersebut mestinya akan dengan mudah memahami apa sebenarnya inti dari Islam Nusantara tersebut. Lha wong saya saja bisa mengerti kok.

Tak lama kemudian saya dapat WA lagi dari teman tersebut. Kali ini ia mengirimkan video Mamah Dedeh di Indo Siar di acara Aksi 2015 yang dengan gaya beliau yang khas menolak Islam Nusantara. Beliau menyatakan bahwa Islam itu disebarkan untuk menjadi ‘rahmatan lil alamin’ jadi tidak ada namanya Islam Nusantara karena itu tidak ada di Alquran. 

Begitu menonton video tersebut saya langsung ngakak… 

Terus terang saya selalu terkesan dengan gaya Mamah Dedeh yang selalu menggebu-gebu tersebut. Cocok untuk para ibu-ibu muslimat yang hadir pada acara ceramahnya. Tapi saya tidak pernah menonton ceramah beliau sampai habis karena tidak kuat dengan gedoran semangat beliau. Bisa naik tekanan darah saya karena terlalu bersemangat mengikuti irama ceramah beliau. Tapi begitu melihat videonya ini saya lalu ngakak sendiri.

Gimana gak ngakak lha wong Mamah Dedeh ini menolak Islam Nusantara tapi pada faktanya apa yang ia tampilkan adalah dakwah model Islam Nusantara. Hanya di Nusantara ada Mamah Dedeh, Ustadzah Mumpuni Handayayekti, Ustadzah Ita Meiga Fitri, Ustadzah Aini Aryani, dll muballighat yang punya acara khusus di televise dan tampil di depan umum yang disetting dengan budaya nusantara.

Terus terang saya belum pernah dengar atau nonton ada acara dakwah atau ceramah di televisi dengan format ala Mamah Dedeh di Arab Saudi, Pakistan, atau Afghanistan. Ini jelas sebuah format dakwah islam yang khas nusantara dan tidak ada di Cina, Prancis, Iran, Irak, apalagi di Afghanistan. Di negara lain jangan harap ada tayangan ceramah agama Islam ala Mamah Dedeh dan Ustadzah Mumpuni. Di banyak negara Islam wanita belum boleh maju ketampil (sori, ini istilahnya Markuat). Lha wong di Arab Saudi saja wanita baru boleh lepas cadar baru-baru ini. Jadi umat Islam di nusantara ini mestinya harus berbangga punya Mamah Dedeh yang begitu atraktif itu.

Sebetulnya kita tidak perlu begitu sangar dan apriori dengan umat NU yang bangga dengan kekhasannya dalam berislam yang berbeda dengan umat Islam di Arab, umat Islam di Pakistan, China, Maroko, dll. Mereka itu hanya merasa kurang afdhol kalau salat tidak pakai sarung dan peci. Mereka merasa kurang beriman kalau gak mudik dan sungkem sama keluarganya di desa pas lebaran. Mereka merasa kurang islami kalau gak tahlilan dan slametan. Mereka merasa kurang lega kalau tidak teriak-teriak “Saur…! Saur…!” pada jam tiga malam di bulan Ramadan. Merasa kurang islami kalau bancakan tidak memberi berkat pada yang datang, dan lain sebagainya. Ya itu namanya Islam Nusantara bagi mereka.

Dalam kosakata umat Islam Nusantara, ‘berkah’ dan ‘berkat’ itu dua hal yang berbeda. Berkah (atau sering ditulis ‘barokah’) itu hal yang abstrak sedangkan kalau ‘berkat’ ya harus kongkrit minimal satu besek dan kalau bisa ada uang gambar Soekarno Hattanya. Mosok pemahaman Islam Nusantara seperti begitu itu dianggap sebagai ‘ingin merusak syariat Islam, ingin memisahkan Islam dari Alquran dan Sunnah, gembong liberal yang menjadi duri dalam daging bagi umat islam, dll’. Mbok ya janganlah…. 

Wallahu a’lam bisshowab.

Surabaya, 27 Juni 2018

Satria Dharma