Prasyarat yang dibutuhkan untuk mengajar dengan papan tulis ini adalah: guru harus memahami materi secara konseptual.
Saat berkuliah dulu, Pak Guru Doel Kamdi bertemu seorang dosen yang unik. Saat itu kampus baru-barunya membeli LCD proyektor untuk dipasang di kelas-kelas. Dosen lain beramai-ramai menggunakan powerpoint pada saat mengajar, namun dosen yang satu ini tidak. Beliau tetap mengajar dengan papan tulis.
Bahkan awalnya tidak mau lepas dari blackboard yang mana menulisnya pakai kapur. Baru mau menggunakan whiteboard (papan tulis spidol) setelah pihak rektorat turun tangan untuk berdiskusi langsung dengan beliau.
Saat masuk ke kelas, beliau tidak pernah bawa tas, sementara dosen lain selalu menenteng tas dan kemudian menyuruh komting membantu memasang laptop ke proyektor. Beliau selalu mengawali dengan mengatakan "Saya tidak akan pakai powerpoint saat mengajar, karena saya tidak mau kalian hanya datang kuliah untuk mengisi daftar hadir. Saya lakukan ini supaya kalian menyimak dan mencatat baik-baik kuliah saya."
Beliau berkuliah sambil menulis alur kuliah hari tersebut. Mulai dari bahasan utama, kemudian pokok-pokok penting yang disampaikan. Sesekali juga menggambar bagan, sketsa, atau ilustrasi berkaitan dengan materi. Kalau beliau tidak harus menulis atau menggambar, biasanya setelah apa yang ingin beliau tulis atau gambar itu selesai, beliau berkuliah sambil mengetukkan kapur atau spidol ke bagian yang beliau maksud. Lama-lama catatan kuliah kami hampir mirip dengan apa yang beliau tulis di papan tulis, dengan sedikit coret-coretan dari apa yang beliau katakan.
Faktanya, beliau adalah dosen favorit Pak Guru. Setiap datang kuliah selalu penasaran dengan apa yang akan beliau sampaikan, selesai kuliah pasti sudah paham materi dan tahu apa yang perlu dipelajari lebih lanjut. Setiap ujian dengan beliau, selalu soal uraian yang sifatnya open-book.
Kami jarang membawa buku selain buku catatan kuliah kami, dan ajaibnya kami selalu bisa menjawab pertanyaan ujian beliau dengan modal buku catatan itu. Tidak pernah ada yang dapat nilai di bawah B dari beliau, meskipun beliau terkenal sering mengeluarkan pertanyaan sulit dan tidak pernah melakukan katrol nilai.
Saat Pak Guru sudah jadi guru dan mengajar di SD, Pak Guru sadar bahwa cara mengajar dosen ini memang sangat efektif. Pak Guru hingga sekarang jarang pakai proyektor di kelas, lebih sering melakukan seperti yang dosen Pak Guru lakukan itu. Karena Pak Guru tak berbakat menggambar, Pak Guru memanfaatkan alat-alat peraga yang ada untuk menjelaskan. Kalau terpaksa sekali, Pak Guru menggunakan proyektor hanya untuk menampilkan gambar, sisanya tetap berpusat pada papan tulis.
Kunci dari pembelajaran adalah bagaimana pelajar mengikuti proses belajar. Guru yang baik tidak menyuapi murid dengan terlalu banyak materi yang harus dipelajari dan dihafal. Hafalan-hafalan, fakta-fakta yang bersifat spesifik, itu bisa dipelajari sendiri oleh murid sebagai tugas terstruktur atau bagian dari proses belajar mandiri. Tugas guru adalah memberikan konsep dasar dari materi pelajaran, lalu mengajak murid menggunakan logika berpikirnya untuk memperdalam konsep tersebut.
Cara mengajar yang Pak Guru lakukan, yang dicontohkan oleh dosen panutan ini, sebenarnya adalah mengajak murid untuk membuat peta konsep. Murid diajak untuk mengikuti 'alur cerita' dari materi pembelajaran, tidak sekadar menghafalkan materi. Dengan mengetahui 'alur cerita' ini tadi, murid akan mendapatkan pemahaman bahwa 'oh, ceritanya itu begini' dan tahu apa saja yang perlu diperdalam dan dipelajari lebih lanjut.
Penggunaan papan tulis adalah kunci sukses dari metode ini. Dengan papan tulis, murid akan mengingat gerakan guru menulis sebuah gambaran konsep, bukan hanya mengingat poin-poinnya. Ketika murid mengikuti alur gurunya tadi dalam mencatat, maka murid memperkuat retensi daya ingatnya akan konsep yang digambarkan dan dijelaskan guru. Ini mengapa Pak Guru dan kawan-kawan kuliah sampai tidak perlu membawa buku selain catatan kuliah saat ujian, karena pemahaman konsepnya sudah mengakar kuat.
Powerpoint tidak bisa mereplikasi hal ini. Powerpoint, sesuai namanya, hanya menampilkan poin-poin saja, tidak bisa menampilkan gambaran konsep secara utuh sebagaimana metode pembelajaran menggunakan papan tulis. Karena hanya menampilkan poin, maka murid tidak akan 'terpanggil' untuk mengikuti 'alur ceritanya' dari suatu materi.
Apalagi jika powerpoint-nya hanya memindahkan uraian materi untuk ditampilkan di layar, sebagaimana yang sering dilakukan dosen dan guru zaman sekarang. Benar kata dosen Pak Guru, ini menyebabkan murid hanya akan datang untuk meminta copy dari powerpoint, bukan untuk belajar.
Prasyarat yang dibutuhkan untuk mengajar dengan papan tulis ini adalah: guru harus memahami materi secara konseptual. Pertanyaannya, apakah guru sekarang paham materi secara konseptual, atau hanya bisa merapal hafalan?
Pak Guru Doel Kamdi, Guru Tanpa Sertipikat
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews