“Hantu”, Demistifikasi, Proyeksi dan Anomali

Di dalam politik, hantu adalah saat, dimana rakyat menuntut perubahan mendasar dari segala ketidakadilan yang ada, jika perlu dengan kekerasan.

Jumat, 12 Juli 2019 | 16:51 WIB
0
391
“Hantu”, Demistifikasi, Proyeksi dan Anomali
Ilustrasi (Foto: Rumahfilsafat.com)

Lebih dari dua ratus tahun lalu, Karl Marx, salah satu pemikir politik terbesar sepanjang sejarah, menulis, "Ada hantu bergentayangan di Eropa. Hantu itu bernama komunisme.“ Marx menggambarkan perubahan besar pada abad 18 dan 19 yang menerjang Eropa. Kerajaan-kerajaan absolut tumbang oleh revolusi berdarah. Sistem sosial, dan bahkan budaya Eropa sebagai keseluruhan, mengalami perubahan mendasar yang mencengangkan.

Kata  "hantu" yang digunakan Marx amat menarik untuk saya. Kata itu melambangkan hadirnya sesuatu yang mengerikan. Ada sesuatu yang tak terjelaskan mengancam cara hidup Eropa pada masanya.

Di berbagai peradaban, hantu juga menyusup masuk ke dalam cerita-cerita rakyat. Biasanya, cerita-cerita tersebut ingin menyampaikan pesan moral tertentu. Sosok hantu digunakan, supaya orang menghindari perbuatan jahat. Orang harus memetik sari cerita tersebut, dan tak terjebak pada makna harafiahnya.

Di masyarakat modern, hantu juga menjadi bagian di dalam budaya populer. Film, musik dan karya tulis tak lepas dari sosok hantu yang menakutkan, tetapi juga menghibur. Hantu, dengan kata lain, menjadi barang dagangan yang laris manis. Ciri menakutkannya dicopot, dan ditempel ciri baru, yakni hiburan sensasional, sekaligus barang dagangan yang menguntungkan.

Demistifikasi Hantu

Perkembangan ilmu pengetahuan modern memang telah menyingkirkan ciri menakutkan dari hantu. Proses ini bisa juga disebut sebagai „demistifikasi“. Ciri mistik dan tak terjelaskan lenyap. Hantu menjadi bagian kehidupan sehari-hari yang normal, dan bahkan membosankan.

Jika dilihat lebih dalam, hantu sebenarnya adalah ciptaan pikiran manusia. Ia dapat dipahami sebagai proyeksi dari pikiran manusia, termasuk imajinasi, ketakutan dan harapannya. Ketika pikiran manusia lemah, misalnya karena kurang energi atau sedang terjebak pada banyak masalah, maka ia akan memproyeksikan keadaan batinnya keluar. Tak heran, orang-orang semacam ini begitu mudah melihat „hantu“ bergentayangan dalam kesehariannya.

Hantu juga merupakan proyeksi dari harapan. Saya teringat salah seorang teman yang kehilangan ayahnya. Setiap hari, ia mendengar ayahnya memanggilnya, walaupun ayahnya sudah meninggal. Kehadiran „hantu“ ayahnya merupakan proyeksi dari harapan teman saya untuk kembali berjumpa dengan sosok yang dirindukannya.

Karena begitu erat terkait dengan pikiran manusia, maka hantu tak pernah bisa sungguh disingkirkan. Ciri mistik, menakutkan dan tak terjelaskan tetap menghantui manusia. Ilmu pengetahuan modern dan teknologi memang menipiskan pengaruhnya. Namun, ia tak akan pernah sungguh lenyap.

Hantu di dalam Filsafat

Jika dilihat secara dekat, filsafat sendiri dipenuhi hantu-hantu yang tak terjelaskan. Ia adalah konsep-konsep yang kerap kali diandaikan begitu saja, walaupun tak memiliki kenyataan yang mandiri di dalam keseharian. Konsep „Yang Baik“ (The Good) dalam filsafat Plato diadaikan begitu saja sebagai penopang bagi semua konsep lainnya. Konsep “Tuhan” di dalam filsafat Abad Pertengahan juga seolah menjadi hantu yang tak terjelaskan, tetapi tetap digunakan.

Salah satu pemikir Abad Pertengahan, Anselmus, misalnya, menegaskan, bahwa Tuhan adalah “sesuatu yang tak bisa dipikirkan sesuatu yang lebih besar daripadanya”. Apa maksudnya? Bukankah disini, Tuhan lalu menjadi seperti “Hantu”. Ia tak terjelaskan, dan, bahkan, mengerikan.

Penelitian master saya adalah tentang Filsafat Immanuel Kant, terutama dalam bukunya yang berjudul Kritik der Reinen Vernunft. Di dalam buku itu, konsep "yang tak terkondisikan" terus muncul di berbagai bagian. Ini seperti konsep hantu yang tak terjelaskan. Bahkan, salah satu pandangan penting Kant adalah tentang "Transzendental Einheit der Apperzeption", atau subyek murni yang tanpa materi. Ia seakan merupakan hantu metafisis yang paling halus di dalam filsafat pengetahuan Kant.

Filsafat Hegel adalah contoh paling nyata. Konsep Roh (Geist) merupakan konsep terpenting di dalam filsafat Hegel. Roh absolut dilihat sebagai awal, perjalanan sekaligus akhir dari sejarah. Kata Geist sendiri juga bisa dipahami sebagai hantu.

Hantu di dalam Ilmu Pengetahuan Modern

Banyak pula yang tak terjelaskan di dalam ilmu pengetahuan modern. Inilah "hantu-hantu" ilmiah yang membuat para peneliti ilmiah sibuk dengan penelitian mereka. Ada dua bidang yang kiranya bisa langsung dijadikan contoh.

Yang pertama adalah neurosains. Sampai sekarang, para peneliti masih belum bisa menjelaskan hubungan antara kesadaran dan otak manusia. Kesadaran dianggap sebagai sesuatu yang misterius. Ia tak terjelaskan asal usul maupun ciri mendasarnya. Bisa dibilang, kesadaran adalah “hantu” di dalam mesin yang disebut sebagai tubuh manusia.

Yang kedua adalah astronomi. Para ilmuwan masih terus bergulat dengan penelitian terkait energi gelap (dark energy) dan materi gelap (dark matter) di alam semesta. Tidak ada yang sungguh paham asal usul dan pola kerjanya. Namun, keberadaannya mengisi sebagian besar alam semesta, dan bahkan menjadi unsur penting di dalam penciptaan.

Hantu itu dianggap mengerikan, karena ia tak terjelaskan. Namun karena itu, hantu juga menjadi sesuatu yang menarik. Ia tidak memiliki dasar material. Namun, ia tetap ada, dan mempengaruhi hidup manusia sehari-hari.

Hantu juga adalah lambang dari ketidakpastian dalam hidup. Ia menghancurkan rutinitas. Ia datang, ketika tak diharapkan. Ia pergi, tanpa diduga. Hantu adalah kejutan tanpa henti. Hantu adalah anomali.

Merayakan Anomali

Karena ia merupakan bagian dari kehidupan, maka ia tak akan bisa ditolak. Menindas anomali berarti menindasi ciri spontan dari kehidupan itu sendiri. Banyak masalah yang akan muncul setelahnya. Cara menghadapi „hantu“, atau anomali, adalah dengan bersahabat dengannya.. dengan merayakannya.

Slavoj Zizek, pemikir asal Slovenia, punya cara menarik menggambarkan hal ini. Ia menyebutkan sebagai “The Real”, atau Yang Nyata. Ia adalah kejutan yang menghancurkan keseharian kita. Ia adalah petir di siang bolong.

Ia adalah perjumpaan tak terduga, sekaligus kematian yang tak disangka. Namun, Yang Nyata juga sekaligus merupakan sumber perubahan, sekaligus sumber kelahiran. Ia tak bisa dihindari, walaupun orang amat kuat mengontrol kehidupannya. Inilah hantu-hantu di dalam kehidupan kontemporer.

Di dalam politik, hantu adalah revolusi. Hantu adalah perubahan yang begitu cepat dan mendasar, sehingga mengguncang tatanan yang sudah ada sampai ke akarnya. Di dalam politik, hantu adalah hadirnya sosok yang melakukan perubahan besar, sehingga membuat para perampok dan mafia yang berkuasa selama ini lari tunggang langgang.

Di dalam politik, hantu adalah saat, dimana rakyat menuntut perubahan mendasar dari segala ketidakadilan yang ada, jika perlu dengan kekerasan.

Di dalam politik, hantu tak sering datang. Namun, jika waktunya tiba, ia tak akan bisa dihentikan. Eropa mengalaminya dengan revolusi berdarah yang menghancurkan monarki-monarki lama. Indonesia juga sudah mengalaminya, mulai dari revolusi kemerdekaan dekade 1940-an, juga dengan naiknya Presiden Joko Widodo ke panggung politik nasional pada 2014 lalu.

Seberapapun busuk dan korupnya, politik akan terus dihadapkan pada anomali, yakni pada "Yang Nyata" itu sendiri…

Selalu.

***