Ketika pencipta super girl ini, Stieg Larsson wafat tahun 2014, sosok Lisbeth Salander tetap "hidup".
Sudah lama dia jadi idola, sejak 2008, super girl dari Stockholm. Namanya Lisbeth Salander, blasteran Russia - Swedia.
Dia gadis remaja berambut amat pendek, dengan hidung dan alis ditindik ala punk. Kalau pakai tank-top kelihatan tato lebah di leher dan tato naga di punggungnya.
Juga tato di bagian tubuh lainnya. Mungkin ada yang mirip tato phoenix di betis Bu Menteri Susi!
Sepintas dia remaja punk yang a-sosial. Tapi anda keliru !
Dia seorang hacker jenius, mampu meretas semua sistem dan jaringan komputer secanggih apapun. Barangkali padanan Lisbeth adalah Julian Assange, pendiri WikiLeaks yang baru saja ditangkap polisi Inggris di Kedubes Equador di London (11 April 2019).
Lisbeth tahu semua rahasia transaksi dan lalu lintas keuangan internasional, yang legal maupun semi-legal, yang "terang" maupun "gelap".
Bahkan dia juga bisa meretas sistem komputer top-secret badan keamanan nasional negara adidaya di dunia. Bagi Lisbeth tak ada yang rahasia !
Maka coba berandai-andai apa yang akan terjadi bila idola saya ini --Lisbeth Salander-- ada di sini, dan beraksi pula ! Pasti akan terjadi geger nasional (bahkan geger internasional) !
Bayangkan kalau dia berkolaborasi dengan para hackers seperti di Amerika. Para hackers yang konon asal Russia itu mampu meretas sistem dan jaringan komputer di 21 negara bagian Amerika. Dan jungkir balik-lah semua hasil survey: Trump mengalahkan Hillary Clinton !
Kalau orang marah karena hasil survey melenceng, mungkin dengan enteng Lisbeth bilang: "sapa suruh percaya survey ?" Dan Lisbet benar sebagian: bukankah tidak semua responden jujur menjawab kuesioner?
Kalau diajak debat, paling dia bilang bacalah buku Seth Stephen-Davidowitz, EVERYBODY LIES, yang meragukan keabsahan ilmiah dari survey ! (...padahal gadis punk macam Lisbeth pasti jauh dari buku serius seperti itu.....).
Tapi siapa tahu ! Bisa saja tiba-tiba mungkin dia mengutip (walau asal comot) filsuf 'falsifikasi' Karl L Popper: "...survey itu pseudo-science ......."!!
Dengan keahliannya, bayangkan bila Lisbeth membuka data nama-nama di 'Panama papers', atau data rekening rahasia di Swiss. Juga bila membuka data money laundry dan penggelapan pajak di tempat 'tax heaven' seperti Bahama atau di pulau Cayman.
Bayangkan pula kalau dia juga membuka informasi jaringan kepemilikan saham dan cara beroperasi perusahaan milik elite di lingkaran oligarki kekuasaan.
Atau membuka informasi para pemilik sertifikat HGU ratusan ribu hektar di perkebunan sawit, HPH, juga tambang,....dst...
Forest Watch Indonesia (FWI) akan sangat terbantu, sehingga tidak perlu bersengketa informasi publik dengan Kementerian ATR/BPN.
Juga data siapa dan kelompok apa di balik korporasi yang akan memenangkan tender-tender proyek trilyunan rupiah.
Dia mungkin bisa melacak, bagaimana sebuah proyek trilyunan rupiah dirancang dan diciptakan, bahkan sebelum APBN dibahas dan ditetapkan (masih ingat "Hambalang" dan "E-KTP" ?!).
Seandainya dia ada di sini......
Sayangnya Lisbeth Salander hanyalah sosok imajiner!
Memang dia hanya ada dalam fiksi ciptaan penulis Swedia, Stieg Larsson, dalam novel pop 'millenium trilogy'-nya, yang pertama kali terbit 2008.
Trilogi milenium itu yaitu: 1) THE GIRL with the DRAGON TATTOE; 2) THE GIRL WHO PLAYED WITH FIRE; dan 3) THE GIRL WHO KICKED THE HORNET'S NEST.
Ketika pencipta super girl ini, Stieg Larsson wafat tahun 2014, sosok Lisbeth Salander tetap "hidup".
Dia muncul kembali tahun 2015 dalam novel baru karya David Lagercrantz, THE GIRL in the SPIDER'S WEB. Walaupun beda penulis, novel baru yang langsung laris itu adalah lanjutan kisah 'millenium trilogy' sebelumnya, dengan tokoh utama tetap si gadis punk.
Dalam novel terbaru ini, sosok Lisbeth sudah lebih dewasa, matang segala-galanya, semakin cerdas dan tambah berbahaya
Tapi dia juga tetap bertindik, dan juga tetap bertato, macam Bu Susi....!!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews