Pembahasan lahan hutan antara Prabowo Subianto dengan Jokowi di debat kedua Capres minggu lalu rupanya jadi polemik baru di masyarakat. Menyoal lahan luas yang dikuasai oleh segelintir orang sebenarnya pernah juga disampaikan oleh Prabowo sendiri.
Ia lupa bahwa dirinya pernah menyampaikan keprihatinan soal lahan di NKRI yang dikuasai segelintir orang. Dalam debat minggu lalu juga sebenarnya Jokowi tidak menyinggung lahan milik Prabowo.
Usaha Jokowi membagikan sertifikat lahan hutan kepada rakyat rupanya tidak sejalan dengan misi Prabowo. Prabowo menyampaikan kekhawatirannya jika lahan hutan terus dibagikan kepada rakyat maka di beberapa tahun yang akan datang lahan ini akan habis untuk dibagikan lagi.
Bahkan, Prabowo sempat menyinggung soal pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 mengenai sumber kekayaan alam yang harus dikuasai negara demi hajat hidup rakyat. Karena itulah Jokowi mengingatkan lagi bahwa Prabowo sendiri menguasai lahan hutan dengan area yang begitu luasnya.
Jokowi tegaskan pula bahwa di era pemerintahannya ia tak akan melepaskan lahan sedemikian luas kepada segelintir pihak. Ia mendahulukan rakyat. Jokowi pun menegaskan bahwa ia tidak takut kepada siapapun kecuali Allah.
Prabowo mengakui soal kepemilikan lahan dengan areal sekitar 340ribu hektar yang disampaikan Jokowi tersebut walau di data badan pertanahan nasional sebenarnya luasnya lebih besar dari itu. Prabowo mengklaim semua lahan yang ia miliki itu statusnya adalah Hak Guna Usaha yang bisa sewaktu-waktu dikembalikan lagi olehnya kepada negara.
Status HGU ini yang kemudian dijadikan senjata untuk melawan Jokowi oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Begitu debat usai, berbagai perlawanan dilakukan oleh BPN. Mereka menuding Jokowi telah menyerang pribadi seorang Prabowo dengan membawa-bawa status lahan Prabowo. Selain itu mereka mengaggap status HGU pada lahan Prabowo adalah sah, legal, tak perlu dipersoalkan.
Pada kesempatan lain Jokowi mengatakan bahwa ia tidak berniat menyerang pribadi Prabowo. Pernyataan soal luas lahan yang dimiliki Prabowo itu diungkap Jokowi sebagai contoh saja bahwa ia tidak pernah menyetujui konsesi lahan sedemikian luasnya kepada satu pihak. Jokowi juga mengatakan bahwa status lahan itu tidak jadi masalah. Ia merasa tidak pernah mengatakan itu bermasalah.
Rupanya momentum debat ini menjadi awal polemik baru soal carut-marut di seputar lahan agraria di negeri ini. Beberapa pihak mengatakan bahwa yang menguasai lahan sangat luas bukan hanya Prabowo, banyak jenderal yang berdiri di kubu Jokowi juga memiliki lahan-lahan agraria yang sangat luas. Aktifis Wahana Lingkungan Hidup pun itu turun mengamati kasus ini.
Berdasarkan penelusuran WALHI, banyak lahan Prabowo yang dimanfaatkan untuk penanaman pohon bahan kayu untuk industri kertas milik Prabowo. WALHI mengatakan bahwa Prabowo melakukan penebangan hutan tapi tidak melakukan reboisasi atau revitalisasi kembali. Lahan hutan yang pernah dimanfaatkan Prabowo dibiarkan terlantar begitu saja.
Polemik lain pun terjadi akibat pernyataan Sandiaga Uno dengan Dahnil Anzar yang mengatakan bahwa lahan milik Prabowo di Aceh selama ini dimanfaatkan oleh bekas kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Ternyata hal ini tidak benar.
Mantan kombatan GAM saat ini malah menggugat Sandiaga dengan Dahnil atas ucapan mereka yang tidak benar. Memang Prabowo pernah menjanjikan bahwa lahan itu akan dibagi-bagi untuk mantan kombatan GAM tapi sampai hari ini itu belum direalisasi. Akses ke lahan milik Prabowo pun selama ini ternyata ditutup untuk rakyat.
Kisruh soal lahan milik Prabowo ini juga membuka isu lebih luas mengenai penguasaan lahan hutan oleh taipan-taipan di Indonesia. Disinyalir, lahan agraria yang dikuasai oleh taipan ini tidak memberikan kontribusi ke rakyat kecil dan daerah lokal.
Jusuf Kalla justru membuat pengakuan bahwa dirinya yang melepas lahan sebesar sekitar 220ribu hektar di Kalimantan kepada Prabowo dengan syarat Prabowo membayarnya tunai. JK beralasan bahwa lahan tersebut dulunya diincar oleh warga asing dan daripada dibeli mereka maka JK menyetujui Prabowo membeli lahan tersebut dengan status HGU.
Dengan mengangkat kasus lahan Prabowo saat di debat, bukan berarti Jokowi di atas angin dan bisa ongkang-ongkang kaki. Ini justru jadi hal yang semakin berat untuk dirinya. Jokowi kini harus berhadapan dengan pihak-pihak yang justru ada di kubunya sendiri.
Jokowi harus memperjuangkan kepentingan rakyat dengan resiko mengorbankan hubungan baik dengan banyak pihak di kalangan elit. Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan juga mengakui dirinya memiliki lahan dan yang jadi persoalan adalah ucapan Prabowo tidak sesuai dengan apa yang ia miliki.
Menurut Luhut, selama Jokowi memerintah tidak pernah dikeluarkan konsesi yang beratus-ratus ribu hektar. " Tidak ada dan tidak akan pernah terjadi. Kenapa? Karena tidak bagus untuk kita juga," ucap Luhut pada sebuah kesempatan.
Pada Konvensi Rakyat yang diadakan di Sentul International Convention Center (SICC) minggu 24 Februari 2019 lalu Jokowi juga menyinggung soal ini. Bahkan, Jokowi mengatakan dirinya menunggu pihak-pihak yang mau mengembalikan konsesi lahan kepada negara. Jokowi berjanji akan membagikan lahan tersebut kepada rakyat kecil. Jokowi mengatakan menunggu saat itu juga pihak yang mau mengembalikan lahan.
Ucapan ini disambut riuh sekitar tiga puluh ribu relawan dan undangan yang hadir di SICC. Lima menit momen itu masih membahas soal konsesi lahan. Jokowi pun sempat terdiam dan menitikkan air mata. Serpertinya rasa sesak menyeruak saat Jokowi hendak melanjutkan pidatonya.
Entah apa yang dipikirkan Jokowi. Mungkin saja rentetan tudingan ke dirinya dan berbagai tekanan banyak pihak sudah mulai membuatnya tidak nyaman.
Semoga carut-marut soal konsesi lahan ini segera mendapatkan solusi dan Jokowi kuat menghadapi permasalahan ini karena negeri ini masih butuh dinakhodai oleh pemimpin yang berani demi rakyatnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews