Selfie dan David van Reybrouck

Berlatar belakang jurnalis, dan penulis fiksi sejarah, David Van Reybrouck, mengaku akan lebih banyak menerbitkan serial kajian tentang Indonesia.

Minggu, 26 Desember 2021 | 13:11 WIB
0
180
Selfie dan David van Reybrouck
David van Reybrouck (Foto: Ewmagazine.nl)

Sejarah selalu mencatat “selfie” itu tak jujur.

Itulah mengkonfirmasikan belasan orang asing jadi ternama karena penyebar opini (netral) tentang Nusantara dan perjuangan manusia-manusianya.

Jika kajiannya menyerempet agama, mereka disebut orientalist.

Media menyebut mereka Indonesianis; Indonesian passionated.

Mereka berlatar ilmuan, jurnalis dan petualang tapi berpaspor asing.

Mereka keliling Indonesia.Banyak profesor pengkaji tentang Indonesia namun karena mereka berwarga negara Indonesia, karyanya justru (dinilai) subyektif. Terlalu selfie. Heheh.

Ya, fatsun kebenaran universal memang selalu meragukan “pengakuan”. Selfie-selfi.

Kebanyakan Indonesianis ini mengulas Indonesia dari perfektif antropologi, sosial, etnografi hingga politik periodik.

Terakhir David Van Reybrouck, antropolog kelahiran Bruges, Belgia), kini masuk daftar Indonesian passionated terbaru.

Di usia 51 tahun, alumnus Leiden University ini, mengaku tertarik sekali dengan Indonesia.

Sepanjang lima tahun, 2015 hingga 2020 dia bertemu dan menggali informasi dengan 1000 warga negara Indonesia.

Bom Sarinah (2016) membuat gairah ke-Indonesia_annya membuncah.

Bukunya, Revolusi Indonesia Modern (2020; Revolusi – Indonesië en het ontstaan van de moderne wereld) akan menjadi referensi baru ilmuwan Eropa, Amerika dan Indonesia, hingga dua dekade kedepan.

Dia akan sederjaat dengan Eduard Douwes Dekker, (1820-1887) Maltatuli (1860), Willem Karel Hendrik Feuilletau de Bruyn (1886-1972), Clifford Geertz (1926-2006) warga Amerika yang mengklasifikasi strata sosial Jawa.

Ada sosiolog Amerika lainnya, Daniel S. Lev (1933-2006), dan Benedict RO “Ben” Anderson (1936 – 2015) dari Irlandia, Anthony Reid (1939) dari Selandia Baru, Berthold Damshäuser (1957) berpaspor Jerman, dan etnografi Perancis Christian Pelras (1934- 2014), si penulis The Bugis (1997).

Penerbit Kompas Gramedia, kini menerjemahkan buku yang telah dicetak lebih dari 100 ribu copies ini.

Majalah TEMPO edisi Desember 2021, mengulas siapa David Van Reybrouck dan kiprah penelitiannya.

Dia nominator banyak penghargaan kepenulisan bergengsi Eropa; Golden Owl, Audience Award, Fintro Literature Prize, European Press Prize dan The Opinion Award.

Berlatar belakang jurnalis, dan penulis fiksi sejarah, David Van Reybrouck, mengaku akan lebih banyak menerbitkan serial kajian tentang Indonesia.

Di Makassar, kami menunggunya kisah dan persfektifnya kejahatan perang Raja Belanda dan bala tentara elite Westerling danJB Vermulen di akhir dekade 1940-an.

Danke... David!