Tak Semua Agama Baik untuk Kehidupan

Agama kematian jelas menjadi sumber masalah bangsa Indonesia. Para pelaku korupsi mencari pembenaran dari agama kematian. Diskriminasi dilakukan atas nama agama kematian.

Kamis, 12 Agustus 2021 | 07:18 WIB
2
1211
Tak Semua Agama Baik untuk Kehidupan
Ilustrasi kematian (Foto: limawaktu.id)

Tak semua agama baik untuk kehidupan. Sama seperti tak semua makanan baik untuk dimakan. Ada banyak agama di dunia. Namun, tak semuanya cocok untuk perkembangan kehidupan.

Semakin saya mendalami agama-agama dunia, semakin saya melihat adanya dua macam agama. Yang pertama adalah agama kematian. Yang kedua adalah agama kehidupan. Agama kematian merusak kehidupan. Agama kehidupan melestarikan kehidupan. Sesederhana itu.

Agama Kematian

Mengembangkan dari pemikiran Sam Harris, agama kematian memiliki ajaran yang buruk (bad teachings). Ajaran itu dipertahankan secara buta, dan juga secara buruk (held for bad reasons). Ini akan menghasilkan perilaku umat beragama yang buruk (bad behavior). Seluruh masyarakat pun akan menjadi buruk (bad society).

Agama kematian adalah agama yang terpaku pada hidup setelah mati. Akibatnya, mereka merusak kehidupan. Mereka menganggu ketertiban hidup bersama. Bahkan, mereka membunuh dan merusak hidup mahluk lain, termasuk hewan, tumbuhan dan manusia lain.

Ada tujuh ciri agama kematian. Pertama, agama kematian membunuh budaya setempat. Ketika masuk ke satu tempat, para penganut agama kematian melarang tradisi dan budaya yang sudah ada sebelumnya. Mereka membantai kearifan lokal atas nama kepentingan yang sempit dan sesat.

Dua, agama kematian kerap menindas yang lemah, terutama perempuan dan anak-anak. Hak-hak perempuan dipasung. Mereka dipenjara secara sosial. Bahkan, cara berpakaian mereka pun diatur dengan ketat, layaknya benda yang tak punya otak.

Tiga, agama kematian menganggu kepentingan bersama. Ritual agamanya merusak ketenangan bersama. Mereka hanya memikirkan kepentingan penganut agamanya sendiri. Mereka tidak peduli pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Empat, agama kematian melahirkan kekerasan. Mereka melahirkan banyak kaum radikal yang siap melakukan kekerasan terhadap mahluk lain. Mereka tak peduli pada hak hidup agama lain, ataupun mahluk lain. Bagi mereka, darah dari orang yang beragama lain boleh dikorbankan demi kepentingan agama kematian yang mereka anut.

Lima, agama kematian suka membuat masalah dimanapun mereka berada. Mereka kerap menciptakan konflik dengan agama lain. Mereka juga kerap berkonflik dengan nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya. Dimanapun agama ini tersebar, kemiskinan, konflik dan kebodohan pasti juga tersebar.

Enam, agama kematian memperbodoh umatnya sendiri. Mereka membunuh akal sehat dan sikap kritis umatnya. Mereka meminta umatnya untuk percaya buta pada ajaran-ajaran yang sesat dan tak masuk akal. Para pemuka agama kematian hidup kaya dari kemiskinan dan kebodohan umatnya.

Tujuh, agama kematian takut pada kritik. Pandangan agamanya memang tak masuk akal, sehingga dengan mudah hancur pada satu pertanyaan kecil. Akibatnya, penganutnya tak mampu berargumen dengan sehat. Mereka amat sensitif, dan siap melakukan kekerasan fisik, jika dikritik.

Agama Kehidupan

Agama kehidupan punya ciri sebaliknya. Ia melestarikan kehidupan. Ia tak terpaku pada hidup setelah mati. Ia memelihara dan mengembangkan kehidupan sampai ke tingkat yang tertinggi, yakni kebahagiaan lahir batin untuk semua mahluk.

Ada tujuh ciri agama kehidupan. Pertama, agama kehidupan melestarikan dan mengembangkan budaya yang sudah ada. Mereka bersikap damai terhadap kearifan lokal. Bahkan, agama kehidupan mengambil nilai-nilai lokal sebagai ekspresi atas religiositasnya.

Dua, agama kehidupan melindungi dan mengembangkan yang lemah. Mereka mendidik anak dalam cara berpikir rasional, dan peka mendengarkan suara nurani. Mereka memberikan ruang kebebasan bagi perempuan untuk menampilkan kepribadiannya. Agama kehidupan memberdayakan masyarakat ke arah pencerahan, dan bukan memaksa orang kembali ke jaman ribuan tahun silam yang terbelakang.

Tiga, agama kehidupan memperhatikan kepentingan bersama. Ritual dan ibadah mereka tenang, santun dan indah dipandang mata. Nilai-nilai agamanya pun bisa dipelajari oleh orang dari agama yang lain, tanpa mereka harus pindah agama. Agama kehidupan melestarikan seluruh kehidupan, tanpa pilih kasih.

Empat, agama kehidupan menolak kekerasan dalam segala bentuknya. Agama kehidupan tak akan membalas, ketika mereka disakiti. Agama kehidupan akan menawarkan cinta dan kebaikan kepada semua, tanpa syarat. Para penganut agama kehidupan menghargai kehidupan semua mahluk.

Lima, agama kehidupan melatih umatnya untuk berpikir kritis dan bernalar sehat. Mereka tidak membiarkan umatnya hidup dalam kemiskinan, kebodohan dan penderitaan. Sebaliknya, mereka ingin umatnya cerdas, dan peka pada suara nurani. Agama kehidupan mengasah juga rasa keindahan di dalam diri umatnya. Agama kehidupan menjadi inspirasi bagi seni dalam segala bentuknya.

Enam, agama kehidupan mengembangkan kehidupan dimanapun agama itu berada. Para penganut agama kehidupan mencintai kedamaian. Mereka tidak akan menganggu hidup orang lain. Sebaliknya, mereka akan membantu hidup semua mahluk. Agama kehidupan jauh dari teror, konflik, kebencian maupun dendam.

Tujuh, agama kehidupan terbuka pada dialog. Mereka tak takut dengan kritik. Mereka tak takut dengan pertanyaan. Ini terjadi, karena agama kehidupan memiliki dasar argumen yang kuat, sehingga bisa tetap bertahan dengan sehat, walaupun dikritik dari berbagai penjuru.

Keadaan Indonesia

Indonesia jelas dipenuhi dengan agama kematian. Ini tentunya sangat disayangkan. Di berbagai tempat, isu agama menjadi keras dan sensitif. Banyak orang memilih bungkam, dan hidup dalam ketidakadilan, daripada berbicara soal agama.

Agama kematian jelas menjadi sumber masalah bangsa Indonesia. Para pelaku korupsi mencari pembenaran dari agama kematian. Diskriminasi dilakukan atas nama agama kematian. Usaha mengelola pandemi COVID 19 juga menjadi sulit, karena hadirnya agama kematian.

Maka, agama kematian harus terus dilawan. Ia harus terus dikritik dari berbagai penjuru. Masyarakat yang beradab berani dan kuat di dalam menanggapi agama kematian. Hanya dengan mengusir agama kematian, Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju.

Menulis artikel ini, saya sudah siap diserang oleh para penganut agama kematian. Begitulah, mereka sensitif. Mereka tak mampu berpikir kritis dan bernalar sehat. Semoga, suatu saat, dengan berbagai perjuangan yang ada, agama kematian bisa diusir dari bumi pertiwi kita.

Saya adalah penganut agama kehidupan. Bagaimana dengan anda?

***