Ide tak pernah didapat dari monolog, karena monolog itu sangat subyektif. Ide ataupun inspirasi, selalu berasal dari dialog.
Kadang-kadang etika mendengarkan audio-video di ruang publik itu harus ditata ulang. Atau mungkin sebenarnya sudah ada, hanya belum banyak yang paham. Atau mungkin juga sudah paham, tapi belum sampai level mengkristalisasi dalam diri. Busyet, kenapa bahasa saya serupa Penataran P4.
Kejadian yang saya alami ini terus berulang. Kapan saja di mana saja. Di rumah, penyewa warung depan rumah selalu memutar lagu-lagu kesukaannya di atas ambang normal mendengarkan musik. Entah ia sadar atau tidak, musik yang diputar terlalu keras dan sering kali mengganggu produktivitas orang lain.
Bukan tidak sering pula saya mendapati orang memutar video di ruang publik dalam volume yang mengganggu. Terlepas dari content video yang diputar, video tanpa content SARA sekalipun, tetap akan cukup mengganggu bagi orang lain. Dan yang saya heran, apa mereka tidak takut dikira pelit tak mau beli headset?
Tetapi bisa jadi saya sangat subyektif. Apa yang terasa mengganggu buat saya bisa jadi justru pemeriah suasana bagi orang lain. Tanpa suara-suara keras ini, dunia terasa tak hidup.
Saya mungkin pemuja keheningan. Tak suka suasana terlalu riuh. Meski saya menyuka mengobrol dengan teman-teman, tapi saya suka bila suasanya tenang. Tanpa kami berbicara berapi-api. Terasa lebih intim, saling mendengar, dan lebih bisa bicara dari hati ke hati. Mungkin saya terpengaruh apa yang dikatakan Simon and Garfunkel: people hearing without listening, people talking without speaking...
Saya juga terpengaruh GM saat ia mengutip kata-kata Ronggowarsito: weninging ati kang suwung ning sejatine isi...
GM saat itu bercerita bagaimana proses kreatifnya menulis puisi dimulai. Kondisi 'suwung' itu jarang ia dapati saat sibuk bekerja. Membuatnya jarang mencipta puisi.
Beberapa hari lalu, untuk memperingati ulang tahunnya ke 80, GM mengadakan pameran lukisan. Saya sempat menonton wawancara GM tentang proses kreatifnya melukis di usia senja itu. Dan lagi-lagi saya terinspirasi pada kata-katanya.
Menurut GM, ide tak pernah didapat dari monolog, karena monolog itu sangat subyektif. Ide ataupun inspirasi, selalu berasal dari dialog, baik dengan orang lain, ataupun bagian lain dari diri kita yang kita ajak bicara. Semua dialog itu akan diabstraksikan sebagai ide.
"Orang yang sibuk dengan dirinya tak akan pernah mendapatkan inspirasi," kata GM. "Sedangkan orang yang membiarkan dirinya berinteraksi dengan dunia, atau hal lainnya, akan mendapat inspirasi."
Saya kira GM benar sekali. Menguasai ruang publik dengan memutar audio-video seenak kita sendiri termasuk bentuk sibuk dengan diri sendiri. Mereka tak akan menjadi inspiratif karenanya. Menjengkelkan iya.
Saya kemudian tertawa, bisa jadi kecaman saya ini sangat subyektif. Saya terlalu sibuk dengan diri saya sendiri....
#vkd
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews