Bisa jadi anak akan kangen dengan masakan pembantunya atau asisten dibanding masakan ibunya yang hambar atau keasinan. Tetapi masakan ibu tetap menjadi yang dikangenin.
Anak-anak zaman dulu (30 tahun s/d 60 tahun) sering memuji dan kangen dengan "masakan" ibunya. Masakan ibu dianggap yang paling enak tiada bandingnya. Kadang masakan ibu menjadi magnet dan daya tarik sendiri ketika anak-anak yang berada diperantauan ingin pulang atau mudik lebaran.
Terkadang rasa kangen masakan ibu hanya tinggal kenangan atau sudah tidak mungkin bisa dirasakan kembali. Karena ibu sudah meninggal atau almarhumah. Dan rasa sedih sering mengiringi kenangan itu.
Mengapa anak-anak zaman dulu menganggap masakan ibu yang paling enak tiada tara?
Karena setiap anak zaman dulu mengenal jenis makanan atau masakan pertama kali dari ibu masing-masing. Bahkan setiap anak seolah bisa membedakan dan mengenal cita rasa dari masakan ibumasing-masing. Dan masakan ibu dimakan setiap hari dan bertahun-tahun. Akhirnya tertanamlah bahwa masakan ibu adalah yang paling enak dan lezat mengalahkan masakan restoran atau hotel bintang lima sekalipun.
Dan zaman itu atau dulu belum banyak masakan cepat saji atau estoran seperti sekarang. Kalau pun sudah ada juga tidak bisa terbeli karena faktor ekonomi. Jangan bandingkan dengan sekarang mau beli makanan bisa lewat aplikasi dan dianter sampai di tempat.
Dan hampir seratus persen ibu zaman dulu bisa memasak dan pekerjaan rumah selalu beres dan tanpa mengeluh. Sekalipun mungkin secara pendidikan tidak tinggi atau tidak pernah belajar manajerial tetapi bisa mengatur waktu dengan baik.
Padahal anaknya banyak tanpa pembantu. Jadi jangan samakan banyak anak dengan turun mesin ya gaes. Nanti bisa kuawalat.Ora ilok atau pamali!
Karena baik laki-laki atau perempuan itu lahir dari rahim seorang ibu. Bukan lahir dari lobang kelinci atau tikus.
Nah sekarang-kalau kita bertanya pada anak milenial atau sekarang terkait masakan ibu jawabannya akan berbeda dengan jawaban anak zaman dulu.
Kalau anak zaman dulu masakan paling enak ya masakan ibu. Tapi anak milenial atau sekarang akan menjawab tidak satu jabawan atau tunggal. Tetapi jawabannya akan lebih banyak dan beragam.
Mengapa yaa gaes?
Anak-anak sekarang atau milenial lebih banyak lahir dari kedua orang tua yang lebih mapan secara ekonomi. Sekalipun tidak semua begitu. Makanan atau masakan pertama kali bisa jadi bukan hasil masakan ibu.
Bisa jadi yang masak pembantunya atau dengan cara catering atau membeli. Simpel dan praktis alibi ibu milenial. Toh ekonominya menopang untuk itu. Ngapain capek-capek atau repot-repot.
Bisa jadi anak milenial akan menjawab masakan ibu tidak enak karena tidak bisa memasak atau jarang memasak. Lha disuruh ngulek bawang merah saja malah mencelat keluar dari cobek atau ulekan.
Dan anak milenial lebih suka makan di luar rumah atau makanan cepat saji yang rasanya lebih enak dari masakan ibu. Dan rasanya dan jenis masakan lebih beragam.
Ibu milenial mempunyai argumen yang berbeda dengan ibu zaman dulu. Bahwa seorang ibu tidak wajib bisa memasak atau sibuk dengan urusan dapur atau rumah. Toh semua perkerjaan itu bisa dialihkan dengan adanya pembantu rumah. Tentu ini semua bisa dilakukan kalau sudah mapan secara ekonomi.
Jadi wajar kalau bertanya pada anak milenial soal masakan ibu, pasti juga bingung menjawabnya. Karena yang sering masak asisten atau pembantunya. Dan anak milenial juga lebih suka masakan olahan pabrikan atau cepat saji rumah makan.
Masakan ibu sudah tidak menjadi daya tarik atau menjadi sesuatu yang special bagi anak-anak sekarang. Bisa jadi anak akan kangen dengan masakan pembantunya atau asisten dibanding masakan ibunya yang hambar atau keasinan. Tetapi masakan ibu tetap menjadi yang dikangenin.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews