Dulu, wajah Indo mendominasi, kini ada pergeseran ke wajah China atau Korea. Dulu, jilbab ada di pinggiran. Kini, para selebritis mulai mengenakannya.
Seperti yang sudah saya ceritakan, saya mendapat "hibah" empat dus majalah bekas. Kebanyakan majalah-majalah serius yang membahas soal ekonomi dan politik.
Tapi, ada satu dus majalah wanita seperti Femina dan Kartini. Dua majalah itu, sepertinya masih terbit. Tapi mungkin tidak sejaya era 80-an atau 90-an. Itu masa keemasan.
Saya "pelahap" bacaan apapun. Termasuk majalah-majalah "feminin". Waktu di pesantren, untuk mengisi waktu, saya baca majalah Hai (cowok) dan Gadis (cewek).
Di tahun 2020 ini, manfaat majalah-majalah wanita lama ini bagi saya tetap ada. Paling tidak, media-media itu merefleksikan situasi kultural Indonesia di era 80-90 an.
Anda lihat para wanita yang menjadi cover ini. Bagi anak sekarang, mungkin tidak kenal semua. Tapi bagi yang seumuran saya, pasti tahu siapa mereka.
Ada Jihan Fahira, kini istri dari Primus Yustisio. Wajahnya cantik, khas Indonesia. Sedang tiga lainnya, Ida Iasha, Tamara Bleszynski dan Dewi Sandra merefleksikan wajah Indo wanita yang disebut dulu sebagai "blasteran".
Fenomena wajah blasteran atau Indo di dunia showbiz kita pernah ramai dibahas dulu. Wajah indo, menjadi standar kecantikan di masa itu, bahkan mungkin sampai saat ini. Meski sekarang ada pergeseran, wajah oriental, kesipit2an mulai juga "digemari".
Dua sosok, Jihan dan Dewi Sandra, meski beda karakter wajahnya, kini sama-sama mengenakan jilbab. Ini fenomena baru juga. Kalau anda lihat cover majalah wanita di era itu, tidak ada satupun representasi wanita berjilbab.
Saat itu, konotasi wanita berjilbab adalah wanita konservatif berlatar pesantren atau sekolah agama. Tidak ada tempat bagi mereka di dunia hiburan. Karenanya, saat Neno Warisman dan Inneke Koesherawati berjilbab, dunia persilatan geger.
Kini, jilbab merambah berbagai kalangan, termasuk sosok-sosok artis. Ini menimbulkan semacam shock culture tersendiri. Orang akhirnya mengkaitkannya dengan kebangkitan radikalisme agama.
Orang seperti Sukmawati misalnya, rindu akan suasana tahun 80-90 an saat kecantikan wanita dipapar apa adanya. Seperti di cover-cover inilah. Meski, mereka tidak berkonde. Namun, mereka tidak berhijab.Namun, yang harus disadari adalah bahwa zaman terus berubah. Dunia juga berubah. Dulu, wajah Indo mendominasi, kini ada pergeseran ke wajah China atau Korea. Dulu, jilbab ada di pinggiran. Kini, para selebritis mulai mengenakannya.
Jadi, beradaptasilah. Ini tahun 2020. Bukan era majalah wanita yang anda baca dahulu. Walau saya belum melihat wanita berhijab jadi model iklan sabun kecantikan seperti Lux, tapi sekarang sudah ada model iklan shampo yang berhijab. So?
Hepi wiken....
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews