Mengapa kondisi tersebut tidak memperbaiki perilaku manusia Indonesia dalam mengelola sampah yang diproduksinya setiap hari?
Dulu sekali ketika Indonesia masih di bawah jajahan pemerintah Belanda dan masa sebelumnya, Indonesia pernah menjadi tanah surga bagi siapa saja yang mendiaminya.
Alam begitu bersahabat dengan manusia, panorama keindahan alam yang begitu mempesona, sungai dan laut yang bersih dan memberikan kekayaan isinya pada manusia..
Puluhan dekade kemudian, ketika Indonesia mulai hidup merdeka, hingga hari ini, kondisi justru berbalik 180°.
Indonesia menjadi negeri yang penuh ketidakberaturan, kotor, jorok, kumuh, tanah tidak lagi menjadikan tongkat menjadi tanaman, kekayaan sungai sudah lenyap digantikan oleh sampah dan menjadi bencana bagi manusia.
Indonesia menjadi pemroduksi sampah terbesar di dunia, setelah China.
Sebagian orang mungkin beralasan... Tapi jumlah populasi penduduk juga bertambah berkali lipat dibandingkan dulu.
Ya, argumen itu tidak salah. Tapi seiring dengan bertambahnya populasi manusia, pendidikan dan perkembangan teknologi yang membantu kehidupan manusia juga terus membaik.
Dulu lebih dari 50% populasi masih buta aksara, tidak mengenal pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan agama. Apalagi keberadaan teknologi, masih minim sekali.
Sekarang hampir 100% penduduk sudah melek aksara, televisi ada di setiap rumah. Sekolah sudah menjangkau hingga ke pelosok gunung dan perbatasan. Sekolah-sekolah agama sudah menjamur di mana-mana. Bahkan kita yang kini diserbu oleh ilmu pengetahuan dari berbagai media.
Tapi mengapa kondisi tersebut tidak memperbaiki perilaku manusia Indonesia dalam mengelola sampah yang diproduksinya setiap hari?
Apakah China dan Amerika tidak bertambah populasinya?
Namun negeri-negeri itu tidak menjadi bertambah kumuh dan jorok seperti negeri ini dengan pertambahan populasi.
Jika kebersihan adalah wujud dari keimanan, maka makin tersiarnya ilmu agama di negeri ini, agama tidak memberi guna sama sekali.
Jika pendidikan seharusnya menambah ilmu pengetahuan, pendidikan tidak memberi guna sama sekali.
Jika teknologi seharusnya membantu kehidupan manusia, teknologi juga tidak memberi guna sama sekali.
Ada apa dengan manusia Indonesia ?
Secara manusia Indonesia adalah budak media, baik televisi, internet, maupun media lainnya.
Seandainya saya menjadi seorang pembuat kebijakan, saya membayangkan bagaimana jika di setiap produk siaran, seperti sinetron, film televisi, bioskop, YouTube, panggung musik, dlsb.. diwajibkan untuk menyiarkan edukasi atau iklan layanan masyarakat tentang pengelolaan sampah, minimal 5 menit saja.
Untuk produksi sinetron dan film wajib memasukkan edukasi tentang sampah ke dalam skenario ceritanya. Karena manusia Indonesia lebih mudah menyerap sesuatu yang bentuknya fiksi dan hiburan. Terbukti agama, pendidikan dan teknologi tidak mampu merubah mental dan perilaku manusia Indonesia menjadi lebih baik.
Dan semua aturan ini hukumnya WAJIB.
Apakah menurut kalian, jika kalian dicekoki edukasi tentang sampah sepanjang waktu, akan membuat kalian menjadi manusia Indonesia yang lebih baik?
***.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews