Emas Tumpang Pitu (4): Cadangan Tambang Emasnya Melebihi Newmont

Senin, 21 Januari 2019 | 21:01 WIB
0
600
Emas Tumpang Pitu (4): Cadangan Tambang Emasnya Melebihi Newmont
Aktivitas tambang emas Tumpang Pitu, Banyuwangi. (Foto: Youtube.com)

PT Merdeka Copper Gold Tbk disebut-sebut memiliki sumber daya mineral yang besar; jauh lebih besar dari cadangan tambang-tambang lain di Indonesia. Bahkan, diklaim melebihi PT Newmont Nusa Tenggara.

Seperti dilansir Bareksa.com, melimpahnya kekayaan terpendam di tambang Bukit Tumpang Pitu ini karena areanya merupakan bagian dari busur magmatik Sunda-Banda, yang memiliki variasi tipe mineral dominan.

Hal tersebut tertera dalam dokumen “Resource Estimation of the Tujuh Bukit Project, Eastern Java, Indonesia” yang disusun H&SC sesuai JORC Code – sistem klasifikasi sumber daya mineral yang diterima dunia internasional .

Di bawah lapisan oksida Tambang Tujuh Bukit (Tumpang Pitu) terkandung sumber daya tembaga sebesar 19,28 miliar pound. Bandingkan dengan sumber daya tambang Newmont di Tambang Batu Hijau dan Elang Dodo yang “Cuma” 6,3 miliar pound.

Kandungan emas di tambang Merdeka juga diyakini lebih besar, yakni sebanyak 28 juta Oz. Sementara di Newmont, cuma ada 9,3 juta Oz. Sumber daya di tambang Merdeka Copper Gold dimiliki melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP) dua anak usaha perusahaan itu.

Yakni PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI). Lokasi IUP BSI dan DSI terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggrahan, Jawa Timur. IUP BSI seluas 4.998 ha dan DSI 6.623 ha.  

Saham Pemkab

Selain itu, perusahaan juga merangkul pemerintah daerah. Terlihat dari pemberian 10 persen saham perusahaan kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Dengan masuknya Pemkab Banyuwangi, komposisi kepemilikan perusahaan mengalami perubahan.   

Sada 2013, Pemkab Banyuwangi tercatat sebagai salah satu pemegang saham perusahaan ini. Untuk ini, Pemkab Banyuwangi tidak mengeluarkan dana sepeser pun, karena saham tersebut dihibahkan pemilik perusahaan.

Dalam prospektusnya disebutkan, hibah ini merupakan prakarsa perseroan agar warga sekitar bisa memperoleh manfaat ekonomi dari proyek penambangan emas Tumpang Pitu.

Selain itu, “guna mengakomodir permintaan dari Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dan Gubernur Jatim Soekarwo untuk memiliki golden share perseroan”.  

Pemkab Banyuwangi juga mendapat keistimewaan dengan diperbolehkan menjual “saham kosong” mereka ke publik setelah Penyertaan Pendaftaran memperoleh surat Pernyataan Efektif dari Otoritas Jasa Keuangan.

Padahal, kalau pemegang saham lain terkena aturan tidak dapat menjual atau memindahkan kepemilikan saham perseroan dalam jangka waktu delapan bulan setelah Pernyataan Efektif.

Sebelum Grup Saratoga milik taipan Edwin Soeryadjaya masuk ke perusahaan ini, Proyek Bukit Tumpang Pitu dililit konflik perebutan saham. Awalnya, proyek tambang ini dimiliki perusahaan asal Australia, Intrepid, bekerja sama dengan PT Indo Multi Niaga (IMN).

Perutahaan yang terakhir ini adalah perusahaan bentukan Maya Miranda Ambarsari dan Reza Nazaruddin, serta investor yang juga berasal dari Australia, Paul Willis. Saat baru didirikan, komposisi saham adalah: 70 persen Intrepid, 10 persen Wilis, dan sisanya IMN.

Di tengah jalan, Intrepid tersandung regulasi di UU No. 4/2009 yang menyatakan mayoritas kepemilikan tambang tidak boleh dikuasai investor asing. IMN berjanji akan menyelesaikan persoalan ini. Akan tetapi, IMN lalu menjual Proyek Tujuh Bukit ke Merdeka.

Intrepid berkeberatan. Mereka menuding IMN telah mengambil alih tambang itu secara tidak sah, bersekongkol dengan Edwin Soeryadjaya pemilik Saratoga. Padahal, semula posisi Saratoga hanya menjadi penengah dalam proses restrukturisasi ini.

Sebagai solusinya, Merdeka Copper sepakat untuk menerbitkan obligasi konversi yang bisa ditukarkan IMN, Intrepid, dan Paul Willis, dengan saham baru Merdeka bersamaan dengan proses IPO.

Selain konflik pemegang saham, Merdeka Copper dihadapkan pada masalah tumpang tindih lahan anak usahanya. Area tambang milik BSI dan DSI tumpang tindih dengan kawasan hutan, seperti hutan produksi dan hutan lindung.

BSI sendiri sudah memperoleh persetujuan prinsip dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 25 Juli 2014 untuk areal pertambangan dan operasi produksi emas seluas 994,7 ha. Salah satu syarat dalam persetujuan prinsip itu, BSI diwajibkan menyediakan lahan kompensasi dengan perbandingan 1 : 2 atau seluas 1.989,4 ha.

Sementara, DSI sendiri belum memperoleh persetujuan dari instansi pemerintah terkait untuk penggunaan lahan tambang yang tumpang tindih dengan kawasan hutan.

Hingga kini, mereka masih dalam proses memperoleh pertimbangan teknis sebagai salah satu persyaratan dari permohonan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Eksplorasi atas IUP milik DSI seluas 6.623 ha.

Sampai diperolehnya IPPKH Eksplorasi tersebut, DSI belum “merdeka” copper melakukan kegiatan apapun di Tambang Merdeka. 

Meski “belum” merdeka, melalui anak usahanya BSI mencapai produksi perdana emas dan perak dari Tambang Tujuh Bukit di Banyuwangi, yakni 142.468 ounce (oz) emas dan 44.598 oz perak sepanjang 2017.

Setelah berproduksi, sepanjang 2017 Merdeka Copper meraih penjualan sebesar 132,71 juta dolar AS dengan laba bersih  43,1 juta dolar AS. Sementara pada tahun 2016, Merdeka masih mencatat rugi 2,8 juta dolar AS karena Tambang Tujuh Bukit belum berproduksi.

Menurut Direktur Utama Merdeka Copper Adi Adriansyah Sjoekri, pada 2017 merupakan momentum penting bagi Merdeka Copper untuk menjadi perusahaan tambang nasional kelas dunia. Pasalnya, Merdeka berhasil mencapai tahap produksi dalam waktu dua tahun sejak pencatatan saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.

“Kami bersyukur berhasil mewujudkan komitmen kepada para investor bahwa dua tahun setelah IPO Merdeka sudah dapat berproduksi. Ini merupakan pencapaian yang bagus dan menunjukkan kapasitas perusahaan sangat kompetitif dan kompeten di industri tambang dunia,” kata Adi usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan dan Luar Biasa (RUPST dan RUPSLB) di Jakarta, Senin (21/5/2018).

Adi menjelaskan, produksi tambang Tujuh Bukit juga didukung oleh efisiensi yang optimal didukung sejumlah faktor diantaranya karena teknologi penambangan yang menggunakan metode pengolahan low energy heap leach.

Kinerja positif BSI pada 2017 terus berlanjut pada tahun ini. Sampai dengan kuartal I 2018, Merdeka Copper memproduksi emas sebanyak 28.661 oz emas dan 19.727 oz perak dengan harga jual rata-rata emas 1.334 dolar/ oz dan perak 17 dolar/ oz. Dengan demikian MDKA meraih penjualan sebesar 74,5 Juta dolar dengan laba bersih sebesar  25,1 Juta dolar.

Pencapaian ini lebih rendah dari rata-rata dikarenakan curah hujan tinggi yang kerap dikaitkan dengan musim penghujan tahunan. Namun demikian, pada 2018, produksi emas MDKA ditargetkan meningkat menjadi 155.000 oz – 170.000 oz emas.

Hingga Maret 2018, tenaga kerja yang terlibat dalam proyek tambang ini mencapai 2.099 orang dengan 99% diantaranya adalah WNI dan 1% ekspatriat. Dari jumlah tenaga kerja, 60% berasal dari Banyuwangi, termasuk sekitar 38% dari Kecamatan Pesanggaran.

BSI selaku pemegang konsesi dan atau izin pengelolaan lahan tambang emas Tumpang Pitu per kuartal I 2018 mencatat 7,5 juta jam kerja bebas dari cidera kerja berkat pelaksanaan sistem operasional kerja yang ketat dan disiplin.

“PT Merdeka Cooper berkomitmen untuk mengoptimalkan sumber daya lokal khususnya masyarakat yang berada di sekitar areal tambang,” ungkap Adi. Sayangnya, kehadiran dari tambang emas ini masih dipersoalkan warga karena merusak lingkungan.

Melalui BSI, Merdeka Copper aktif menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) dan telah menjangkau sekitar 42.000-an warga, khususnya yang berada di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, Jatim, lokasi Tambang Emas Tujuh Bukit berada.

Sumber Pepnews.com menyebutkan, berdasarkan data di lapangan, diduga terjadi skandal korupsi yang melibatkan pejabat Pemkab Banyuwangi terkait perizinannya.

(Selesai)

***