Roro Oyi, Ketika Cantik Menjadi Kutukan

Jumat, 18 Januari 2019 | 06:56 WIB
0
866
Roro Oyi, Ketika Cantik Menjadi Kutukan
Ilustrasi perempuan (Foto: Koreanarea.com)

Pada garis hidup Roro Oyi, sejatinya cantik itu kutukan. Kalau merujuk ke Eka Kurniawan, ia menyebut Cantik itu Luka.

Awalnya saya hendak menulis tentang Amangkurat I & II, dua sosok ayah dan putra yang “merusak” Mataram peninggalan Sultan Agung.

Dua Amangkurat ini silih berganti saling memerangi, dan dalam persengketaan mereka, beberapa wilayah Mataram “digadai” ke VOC – pihak yang seumur hidup diperangi oleh pendahulunya Sultan Agung. Saudara, ayah, mertua, semua rela dikorbankan demi kuasa dan birahi.

Dari babad Amangkurat ini, tersembul sebuah nama yang identik dengan kesedihan; Roro Oyi. Perempuan Surabaya peranakan Cina ini menjadi rebutan dua Amangkurat.

Awalnya, Roro Oyi yang masih balita dikirim ke istana untuk dipingit menjadi istri Amangkurat I. Namun seiring waktu, kecantikan Roro Oyi menarik birahi putra Amangkurat I, sang Adipati Anom yang kelak menjadi Amangkurat II.

Tak ayal, atas bantuan beberapa pihak, Adipati Anom kemudian menikahi Roro Oyi tanpa sepengetahuan sang Raja Amangkurat I. Akibatnya, ketika sang ayah mengetahui peristiwa ini, menjadi musabab sengketa dan pemberontakan yang dilancarkan sang Adipati Anom.

Perang yang panjang dengan segala sengkarut politik dan konspirasi mewarnai adu kuasa antara ayah dan anak ini. Ratusan bangsawan meregang nyawa, ribuan prajurit mengorbankan diri demi dua Amangkurat ini. VOC pun ikut terlibat membantu sang ayah.

Namun yang paling tragis adalah nasib Roro Oyi. Akhir perang memang membawa damai antara Amangkurat I dan Adipati Anom. Namun harga “damai”-nya teramat menyedihkan.

Adipati Anom dipaksa memilih, tetap pada tahta Mataram dan membunuh Roro Oyi, atau pilihan lainnya kehilangan tahta dan tetap bersama Roro Oyi.

Nafsu kuasa mengalahkan kesetiaan cinta. Adipati Anom memilih menikam istrinya, Roro Oyi yang sejatinya tak punya kuasa atas nasibnya di antara sengkarut politik ini.

Saya tercengang demi membaca babad tanah Jawi yang banyak mengorbankan pihak perempuan, atau akibat kaum perempuan, lelaki siap berdarah-darah.

Kita mengenal Ken Dedes di antara perseteruan Tunggul Ametung dan KenArok, juga ada Sinta diantara Rama dan Rahwana. Dan sebagainya.

Tapi nasib Ken Dedes dan Sinta tak seburuk Roro Oyi ini.

Di akhir hidupnya yang memang terbengkalai dalam pelarian dan peperangan, Roro Oyi justru ditinggalkan oleh suami yang “mungkin” dicintainya. Tak hanya itu, keris sang suami, Adipati Anom, menancap di dada sang jelita. Cantik itu kutukan.

Hanya ketika ia terkubur, sejarah kemudian memberi gelar anumerta yang cukup “megah": sebagai Kanjeng Ratu Mangkurat, dimakamkan tahun 1670M di pasareyan Banyusumurup, yang dikenal sebagai Lembah Makam Para Hukuman Raja.

***