Teror OPM Adalah "The Art of Imposible"

Rabu, 12 Desember 2018 | 20:07 WIB
0
717
Teror OPM Adalah "The Art of Imposible"
Separatisme Papua (Foto: Okezone.com)

Artikel saya tentang "teror" di Nduga juga tayang di media arus utama kolom opini koran Sindo. Teror adalah salah satu sarana operasi intelijen penggalangan, menciptakan rasa takut, dan tujuan akhirnya mencapai apa yang mereka kehendaki. Ini sudah mereka lakukan, menyerang dan membantai warga sipil yang justru membangun infrastruktur untuk Papua di Nduga dan menyerang Pos TNI di Mbua.

Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) Sebby Sambom yang diwawancarai oleh Jawa Pos (6 Des 2018), menyatakan yang mereka tembak 24 orang itu sebagai intel TNI.

Tentang pembunuhan itu dikatakannya: "Jika mengetahui ada warga sipil, tentu kami tidak akan melukai. Bila benar ada warga sipil menjadi korban, tentunya itu tanggung jawab TNI. Seharusnya serahkan semuanya ke sipil. Selama ada TNI, kami serang."

Juga dikatakan, "Serangan kami berlanjut hingga revolusi total. Saat ini masih revolusi tahapan, serangan kecil ke titik-titik tertentu. Saat sampai revolusi tetap, semua warga non-Papua akan kami usir dari negeri ini."

Nah itulah ancaman mereka, targetnya TNI, tapi yang mereka bantai warga sipil. Gerakan mereka adalah bagian dari politik pemberontakan dengan aksi teror untuk menciptakan rasa takut kepada warga pendatang.

Dari sisi Intelstrat, menilai kasus dalam dunia politik, nafas gerakannya adalah "the art of possible". Kepentingan itu muara dari segala gerakan, bila sama, semua bisa diatur, bila berbeda saling bermusuhan. Ini yang perlu kita baca di Papua.

Sementara dalam dunia terorisme, nafasnya adalah "the art of impossible". Sebelum 911, tak seorangpun pernah berpikir ada orang nekat menerbangkan dan menubrukan pesawat ke WTC hingga runtuh. Semua pihak awalnya berpikir "impossible", tapi nyatanya "possible".

Nah, untuk menangkal aksi-aksi impossible OPM lainnya, disarankan, kodal pengamanan Papua sebaiknya penuh di tangan TNI untuk dilaksanakannya counter insurgency (intelijen, diplomasi dan tempur).

OPM sangat mungkin melakukan serangan dalam bentuk aksi teror lanjutan dengan target utama TNI, tetapi warga sipil juga memungkinkan mereka bunuh. Perlu diketahui, yang sulit dan berbahaya, inisiatif serangan teror di tangan dan medan tempur mereka.

***

Marsda Pur Prayitno Ramelan, Pengamat Intelijen