Chengdu J-20, Made in China

Untuk urusan kedaulatan negara, China tidak mau bermain-main dengan kualitas. Pesawat tempur buatan China sudah setara dengan buatan Rusia atau Amerika Serikat. Di antaranya Chengdu J-20.

Rabu, 22 Januari 2020 | 12:16 WIB
0
437
Chengdu J-20, Made in China
Chengdu (Foto: Facebook/Yus Husni Thamrin)

Sejak berabad-abad lalu, China sudah dikenal sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sekaligus sebagai salah satu pusat peradaban dunia pada zamannya. Pada periode pertengahan abad 19 hingga pertengahan abad 20 Bangsa China mengalami masa kelabu panjang. Mereka dijajah oleh Inggris selama hampir satu abad dan diduduki Jepang pada rentang 1931-1945.

Kini Bangsa China telah menemukan kembali kejayaannya. Mereka menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, dan para ahli memperkirakan, tidak lama lagi China akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Di bidang pertahanan, kekuatan militer China tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Mereka sudah setara dengan Rusia dan Amerika Serikat.

Di Indonesia, barang-barang buatan China identik dengan produk KW atau tiruan. Persepsi itu tidak salah karena terbangun oleh pengalaman empirik masyarakat yang menilai kualitas produk-produk China yang beredar di Indonesia tidak lebih baik dibanding barang yang sama buatan Jepang. Apalagi jika dibandingkan dengan buatan negara-negara Eropa atau Amerika.

Mengapa bisa demikian? Begini. China adalah negara besar dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 miliar orang. Meskipun kemajuan teknologi China sudah sampai ke ruang angkasa, namun China masih tergolong negara berkembang. Baru tahun 2016, Uni Eropa mencoret China (juga India dan Indonesia) dari daftar negara yang diberi bantuan.

Disparitas kemakmuran penduduk di seluruh wilayah China sangat lebar. Di China, ada ratusan orang kaya dengan aset di atas US$1 miliar seperti Wang Jianlin, Jack Ma Yun, Ding Lei, Yan hao, dan lain-lain. Tapi di banyak pedalaman China, masih banyak orang yang tinggal di gubuk-gubuk pinggir sungai, anak-anak harus memanjat tebing untuk bisa sampai ke sekolah mereka.

Jadi, industri di China memproduksi satu jenis barang dalam berbagai tingkatan kualitas, juga harga tentunya. Agar semua warga China bisa menjangkaunya, sesuai daya beli tiap-tiap kelompok masyarakatnya. Nah, produk-produk yang sampai ke Indonesia adalah yang berkelas menengah bawah. Selain itu, China adalah negara yang kurang menghormati hak atas kekayaan intelektual. Sehingga banyak produk branded asal Eropa, Amerika, atau Jepang dipalsukan di China, dan diekspor ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia. Jadilah produk-produk China identik dengan barang KW.

Tentu China pun memproduksi barang-barang dengan kualifikasi premium. Untuk produk-produk yang memiliki fungsi strategis dan terkait dengan risiko sangat tinggi, kualitas produk China bisa dianggap sama dengan barang yang sama buatan Eropa, Amerika, dan Jepang, misalnya peralatan militer, turbin raksasa, wahana transportasi massal dan ruang angkasa, hingga reaktor dan senjata nuklir. Untuk keperluan-pekerluan seperti itu China tidak main-main.

Di industri militer, produk-produk jagoan China nyaris tidak terekspos seperti halnya produk barat atau Rusia. Tapi, suka atau tidak, China memiliki kekuatan militer ketiga terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat dan Rusia. Di setiap matra, China memiliki sistem persenjataan yang sangat canggih.

Setelah Perang Dunia Kedua selesai tahun 1945, China mendirikan negara Republik Rakyat China pada tanggal 1 Oktober 1949. Waktu itu para petinggi China sudah menyadari bahwa di masa depan, peran teknologi dalam peperangan akan sangat besar. Terlebih setelah mereka melihat bagaimana Korea Utara dengan kekuatan tank dan pesawat bantuan Rusia, bisa menguasai Korea Selatan dalam waktu singkat pada Perang Korea tahun 1950.

Tanggal 1 April 1951 Ketua Mao Tse Tung memerintahkan untuk menerapkan 12 reformasi yang bersifat sistemik pada Komisi Administrasi Industri Penerbangan (AVIC). Kelak, AVIC ini menjadi holding bagi industri kedirgantaraan China. Hasilnya, pada 27 Agustus 1958 China Nanchang Aircraft Manufacturing Corporation memperkenalkan pesawat militer pertama buatan China, Nanchang CJ-6A. Pesawat berbaling-baling tunggal ini dipakai sebagai pesawat latih. Sementara untuk pertahanan udara, saat itu China masih mengandalkan pesawat-pesawat buatan Uni Sovyet.

Enam puluh tahun kemudian, pada Maret 2017 lalu, Pemerintah China secara resmi memasukkan pesawat tempur multifungsi berteknologi siluman generasi kelima, Chengdu J-20 ke dalam jajaran Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat China. Sebagai pembanding, pesawat ini setara dengan Su-PAK FA buatan Rusia dan F-22 Raptor andalan Amerika Serikat. Bahkan, hingga kini Eropa belum menghasilkan pesawat tempur generasi keenam. Sedangkan Rafale buatan Perancis atau Typhoon buatan konsorsium Alenia, masuk kategori generasi 4,5.

Tahun 2009, salah satu dari tujuh anak perusahaan AVIC, Chengdu Aerospace Corporation memperkenalkan proyek pembuatan pesawat tempur canggih generasi kelima, Chengdu J-20. Waktu itu para analis militer barat agak nyinyir ketika para petinggi Chengdu menyebutkan bahwa J-20 tidak kalah canggih dibanding F-22 Raptor. Tapi para analis militer itu menjadi bungkam ketika J-20 melakukan terbang perdana pada 11 Januari 2011 di langit Sichuan. Apa yang dikatakan para petinggi Chengdu tidak meleset.

J-20 masuk dalam kategori pesawat tempur generasi kelima, yaitu kelompok pesawat tempur terbaru dan tercanggih, serta sudah bertugas, siap dioperasikan ke arena pertempuran jika sewaktu-waktu diperlukan. Pemerintah China menempatkan J-20 di bandara-bandara yang dekat dengan perbatasan India, serta di Provinsi Fujian yang berhadapan langsung dengan Taiwan.

Chengdu Aerospace Corporation memilih Saturn AL-31 FN, mesin turbofan buatan NPO Saturn, Rusia, sebagai penggeraknya. Mesin yang sama juga dipakai untuk jet terbaru andalan Rusia Sukhoi PAK FA. Dengan mesin itu, J-20 bisa melesat dengan kecepatan terbang 2100 kilometer per jam. J-20 juga memiliki sistem persenjataan, sistem navigasi, dan kemampuan menghindar pantauan radar musu, dengan kualifikasi yang sama dengan jet tempur generasi kelima buatan Rusia dan Amerika. Paling canggih untuk saat ini.

Sebagai bukti kecanggihan J-20, apabila biasanya harga produk China cukup cengli (murah), lain halnya dengan J-20. Sebagai pembanding, Sukhoi PAK FA buatan Rusia dibanderol sekitar US$100 juta per unit.

Sementara unit cost J-20 tidak kurang dari US$120 juta. Hanya lebih muran dibanding F-22 Raptor buatan Lockheed Martin, Amerika Serikat, yang harga per unitnya US$150 juta. Harga F-22 Raptor lebih mahal, karena biaya produksi dan upah tenaga kerja di Amerika yang jauh lebih tinggi.

Tidak diketahui persis berapa unit J-20 yang sudah diproduksi Chengdu. Tapi sumber-sumber intelejen barat memperkirakan belum sampai 30 unit. Hal itu disebabkan mesin yang digunakan masih diimpor dari Rusia. Lain halnya jika China sudah menciptakan mesin yang setara atau lebih baik dari Saturn AL-31 FN. Biasanya, untuk satu jenis peralatan militer, China memproduksinya dalam jumlah besar. Misalnya, pesawat J-10 diproduksi sebanyak 400 unit, Chengdu J-7 2400 unit, Shenyang J-5 1820 unit.

Chengdu Aircraft Industry Group

Salah satu hasil dari 12 poin reformasi kedirgantaraan China tahun 1951 yang digagas Ketua Mao, adalah ditanda-tanganinya perjanjian kerja sama pembangunan pabrik pesawat tempur Chengdu State Aircraft Factory No.132 Aircraft Plant dengan Uni Sovyet pada tahun 1956. Namun, perjanjian itu juga meliputi transfer teknologi, dengan cara melibatkan industri kedirgantaraan China dalam proyek tersebut.

Dua tahun kemudian, Chengdu Aero-Engine Factory, sebuah pabrik mesin pesawat berdiri di Chengdu, Provinsi Sichuan pada tahun 1958. Pabrik dengan lahan seluas 137 hektare itu mempekerjakan 20.000 orang karyawan. Kemudian, Chengdu Aero-Engine Factory menjadi bagian dari Chengdu Aircraft Industry Group.

Chengdu Aircraft Industry Group atau Chengdu Aerospace Corporation, sebagai salah satu perusahaan yang tergabung alam konglomerasi milik negara, AVIC, ditugaskan untuk merancang dan membangun pesawat-pesawat tempur dan juga suku cadangnya, untuk keperluan militer China.

Pada tahun 1990, BUMN ini ditata ulang dengan nama baru Chengdu Aerospace Corporation yang memiliki tiga divisi, yaitu Chengdu Airframe Plant, Chengdu Aircraft Design Institute, dan Chengdu Engine Company.

Sejak didirikan tahun 1958, produk-produk yang sudah dihasilkan Chengdu Aircraft Industry Group meliputi tujuh jenis pesawat tempur dalam beberapa generasi (Chengdu JJ-5, Chengdu J-7, Sabre II, FC-1 Xialong/ JF-17 Thunder, Chengdu J-9, Chengdu J-10, dan Chengdu J-20), suku cadang, dan mesin pesawat (RD-500K Turbojet, WP6 Turbojet, dan komponen pendukung untuk Pratt & Whitney JT8D Turbofan).

Melalui BUMN kedirgantaraan yang berbeda, Shenyang Aircraft Corporation, China sedanga mengembangkan pesawat tempur medium multifungsi generasi 4,5 yaitu Shenyang J-31, yang saat ini masih menjalani uji terbang. Pesawat bermesin ganda ini pertama kali menjalani uji terbang pada 31 Oktober 2012, dan diperkirakan akan masuk jajaran Angkatan Udara China.

Untuk menerbangkan pesawat yang ukurannya lebih kecil dibanding J-20 ini, China tengah melakukan riset untuk menyempurnakan WS-13E. J-31 dirancang untuk bisa lepas landas dan mendarat di atas dek kapal induk angkut China. Saat ini China sudah memiliki dua kapal induk angkut pesawat, yaitu Shandong dan Liaoning. Pemerintah China berencana untuk membangun dua kapal induk baru.

Di pasar akan berhadapan dengan pesawat-pesawat sepadan, seperti F-35 Lighting II buatan Amerika Serikat, Sukhoi Su-33 Rusia, Rafale Perancis, dan lain-lain.

Para analis Barat menyebutkan, produksi Shenyang J-31 akan memicu perlombaan senjata di antara negara-negara Asia. Seperti diketahui, beberapa negara di Asia giat meningkatkan kekuatan militernya. India tengah mengembangkan jet tempur Hal Amca dan Hal FGFA yang merupakan versi lisensi dari Sukhoi PAK FA. Kemudian Jepang yang mengembangkan pesawat berteknologi siluman Mitsubishi X-2 Shinshin, serta Korea Selatan yang bersama Indonesia sedang megembangkan KAI KF-X (IF-X versi Indonesia).

Selain memproduksi pesawat-pesawat militer, kini Chengdu Aircraft Industry Group juga tengah mengembangkan Business Jet CBJ800, pesawat narrow body, berukuran setara dengan Boeing 737. Langkah itu mengikuti jejak Chinese aerospace manufacturer, Comac, yang memproduksi C919.

Dalam dua puluh tahun terakhir di mana pertumbuhan ekonomi yang dicapai sangat tinggi, di China banyak bermunculan konglomerasi swasta di hampir semua provinsi, sehingga kebutuhan akan business jet menjadi cukup tinggi.

Itulah industri kedirgantaraan China. Dalam beberapa dekade, terutama pada era perang dingin antara blok timur pimpinan Uni Sovyet dan blok barat di bawah komando Amerika Serikat, nyaris tidak terdengar, memasuki dekade 2010an, tiba-tiba kekuatan militer China sudah berani menantang hegemoni Amerika Serikat di Laut Cina Selatan.

Jadi, untuk urusan kedaulatan negara, China tidak mau bermain-main dengan kualitas. Pesawat-pesawat tempur buatan China sudah setara dengan buatan Rusia atau Amerika Serikat. Di antaranya Chengdu J-20.

Inilah jet tempur Made in China.

***