Mereka bukan sekelompok pekerjaan rendahan SCBD yang harus berjuang di bawah ketiak orang tapi gayanya selangit.
Rupanya ada yang terusik dengan kehadiran -apa yang mereka sebut sebagai "anak udik" - di kawasan SCBD.
Bahkan kini ada lebih suka ngaku kerja di Jaksel ketimbang kerja di SCBD.
Rupanya mereka malu dipersamakan dengan hadirnya ratusan bahkan mungkin ribuan - jika diakumulasikan-, anak-anak tanggung dari Citayem, Bojong Gede, Depok dan sekitarnya.
Padahal sebagian besar pekerja disitu -saya duga- gajinya gak seberapa.
Hingga mereka masih doyan kopi sachetan.
Paling tinggi, pesen makan online biar gak ketara tipis dompetnya.
Banyak sekali yang berangkat pulang naik ojol. Sebagian kecil beli mobil kreditan hingga gajinya ngos-ngosan.
Beberapa kali saya ke SCBD, mentraktir dan ditraktir, gak ada tuh white collar kelas rendahan yang makan di resto-resto fine dine atau setengah fine dine.
Tentu tidak semua pekerja yang gajinya masih di bawah dua digit berasa malu dengan kehadiran anak-anak udik itu.
Tapi yang gak suka, eat your own tie.
Anak-anak udik itu bakalan lebih kaya dari kalian.
Mereka mungkin biasa jajan es Milo kepel gocengan. Namun sebentar lagi mereka naik kelas.
Dari perjuangan mereka yang coba eksis di medsos sambil cari duit.
Dan yang penting lagi mereka adalah orang-orang bebas.
Yang mencoba menggaji diri mereka sendiri.
Yang tidak takut dengan yang namanya bos atau pimpinan.
Mereka bos untuk diri mereka sendiri.
Bukan sekelompok pekerjaan rendahan SCBD yang harus berjuang di bawah ketiak orang tapi gayanya selangit.
Yang berkali-kali terpaksa harus menelan kemarahan karena disemprot majikan atau pimpinan.
Yang terpaksa belanja hemat karena cicilan Iphone yang sebenarnya cuma gaya-gaya.
Jadi singkatnya, pegawai di SCBD yang memandang rendah "anak-anak udik" itu..
Sebenarnya adalah...
Para pecundang sok kaya dan sok gaya.
Anak kantoran SCBD ngehek
***
.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews