Hingga pada titik tertentu, dalam dunia perlagakan, menjadi penurunan gradasi, antara yang emas dan loyang menjadi samar.
Yang paling menyebalkan, adalah para pelagak. Dalam hal apapun. Mau politik, kesenian, aktivitas sosial dan berbagai profesi atau status yang sebenarnya hanya gagah dalam omongan atau pun sekedar lagak. Berpose. Sebagaimana acap kita jumpai dalam berbagai postingan di media-sosial.
Tidak dalam pengertian sebenarnya, sebagai sesuatu yang integrated dengan moralitas dan laku-jantranya. Terjebak dalam omong besar, glorifikasi, dan pemuliaan-pemuliaan yang lamis. Penuh kepura-puraan. Cilakanya, ciri lainnya, yang tak kalah khas, memang hanya cakap dalam lagak. Tidak sembada. Tidak termanifestasikan dalam kerja nyata.
Ada banyak contoh, tapi saya kira banyak orang sudah mengetahuinya. Tapi memang, dunia lagak adalah dunia yang nyata, juga makin menguat atau mendominasi. Hingga pada titik tertentu, dalam dunia perlagakan, menjadi penurunan gradasi, antara yang emas dan loyang menjadi samar.
Karena apakah? Karena nafsu besar tenaga kurang? Hanya sebagai penata kata, berhobi ga' bener? Jangan-jangan itu problem inferiority complex, atau kompleks rendah-diri (bedakan dengan rendah hati).
Apa yang terjadi pada Livi Zheng, misalnya. Adalah contoh bagaimana inferiority complex itu melanda semua kelas. Saking susahnya mencari hero, tiba-tiba ada tokoh muda, WNI Keturunan Cina pula, yang menembus Hollywood.
Berita itu diblow-up media mainstream, Tempo dan Kompas. Juga sampai ke Bupati, Gubernur, bahkan Menteri, mensubya-subya dirinya. Satu lapis KSP tembus, Jokowi pun mungkin bisa terkecoh. Untung tidak, ketika prestasi dan reputasi hoax itu terbongkar.
Membaca tulisan Goenawan Mohamad mengenai betapa tak bunyi-nya Sastra Indonesia di dunia, kita terperangah. Bagaimana dalam banyak hal, kita telanjur pongah untuk sesuatu yang sebenarnya blangsak.
Celakanya celaka, dalam adab seperti itu, yang loyang lebih menggejala. Sementara sang kesejatian, sebagaimana sikap dasarnya, membiarkan dunia berputar. Seperti kisah superhero yang selalu menyembunyikan identitasnya. Kecuali Gundala versi film, mungkin.
Meski pun para creator Spiderman juga mulai memunculkan sisi manusiawi Peter Parker, agar tampak realistis. Karena kita butuh bahasa verbal. Tak peka pada simbol-simbol. Padahal menyukai cerita-cerita fantastik.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews