Cinta Laura berhasil menjadi bintang baru. Ia hadir mengetuk kesadaran kita. Bahwa selalu ada yang tersisa dari sebuah pesta : sampah.
Semuan orang heboh di SCBD. Mukanya dari Bonge, Jeje and the gank yang mengokupasi sebuah ruas jalan di Sudirman, Jakarta. Mereka datang dari Jakarta Coret.
Anak-anak muda itu, yang dibesarkan oleh media sosial merasa butuh lokasi untuk eksis. Di dukuh atas, selemparan batu dari lokasi mereka turun dari KRL, mereka ngumpul. Lokasi itu dipilih karena tempat asal mereka (Citayem, Bojong, Depok) memang jalur dilakui KRL. Lokasi dekat stasiun itu dipilih agar gak keluarin ongkos lagi. Turun KRL langsung ngumpul.
Mungkin ngobrol. Pacaran. Memamerkan atributnya untuk konten IG atau Tiktok.
Tentu mereka membawa kekhasannya sendiri. Wajah warga Jakarta Coret, dengan pilihan mode pakaian tersendiri.
Lama-lama keberanian mereka memamerkan pakaiannya jadi perhatian. Media sosial meluaskan jangkauannya. Memajang foto mereka. Media mainstream yangblapar berita ikut-ikutan.
Ketika lokasi di dukuh atas itu jadi perhatian publik, para politisi juga ikut nimbrung. Berharap dapat berkah suara dari milenial jenis ini.
Ehh, para artis, atau pensiunan artis juga ingin memanfaatkan. Bahkan Baim Wong, artis sinetron yang kontennya sering mengeksploitasi kemiskinan orang, mau mematenkan istikah Citayem Fashion Week. Dia mau berselancar di atas poni Bonge yang nutupin mata.
Ketika semua orang saling memanfaatkan ajang dadakan itu. Ketika artis-artinya ikut berlenggok di zebra cross seperti cover album The Beatles. Ketika para politisi biar dibilang keren ikut-ikutan juga kesana.
Mereka berlomba tepuk tangan untuk anak-anak Citayem dan sekitarnya. Merayakan kebebasan berekspresi.
Tapi jujur aja. Ada juga yang bikin gue muak. Para lelaki setengah mateng, ikut-ikutan tampil dengan pakaian seronok. Beberapa anak muda yang bingung memilih merk pakaian dalam : Rider atau Triumph.
Kehadiran orang jenis ini, sama merusaknya seperti keinginan para bekas artis politisi ikut-ikutan kemanfaatkan kepopuleran mendadak SCBD.
Ya. Saya muak juga melihat tingkah mereka.
Saya mungkin bisa terima ada orang punya orientasi seksual berbeda. Itu urusan masing-masing. Tapi ketika mereka tampil seronok dan vulgar, melihatnya bikin mata kelilipan.
Fenomena ini adalah budaya instans. Orang suka melihat keanehan. Melihat drama. Mungkin itu juga alasannya kita lebih suka memandangi anak-anak itu, ketimbang bertepuk tangan untuk kontingen olimpiade matematika Indonesia yang mendapat sederet penghargaan.
Padahal mereka juga anak muda. Anak muda yang bergunul dengan pikirannya. Bukan hanya bergumul dengan pakaian dan tampilannya.
Tapi seorang artis cantik membuat saya terkagum. Cinta Laura!
Dia juga anak muda yang khas. Dia artis. Datang ke lokasi SCBD bukan untuk mengokupasi zebra cross untuk keuntungannya atau untuk kepopulerannya. Cinta hadir kesana untuk memunguti sampah. Sampah yang berserakan akibat fashion dadakan itu.
Bagi saya sekarang, yang paling menarik di SCBD bukan kelakuan para model kagetan itu. Bukan belahan rambut Bonge. Atau Baim Wong dan istrinya.
Cinta Laura berhasil menjadi bintang baru. Ia hadir mengetuk kesadaran kita. Bahwa selalu ada yang tersisa dari sebuah pesta : sampah.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews