Perlu diwaspadai agar jangan sampai terjebak oleh gaya hidup: "Muda tebar pesona, tua hidup merana".
Lupa Suatu Waktu Kita Semua Akan Menua
Muda dan sukses! Mungkin menjadi impian kebanyakan orang. Karena itu, sejak dari kecil anak anak sudah di sekolahkan 6 tahun di SD, 3 tahun di SMP dan 3 tahun di SMA, sehingga total 12 tahun. Masa remaja sebagian besar dimanfaatkan untuk belajar. Mengingat pendidikan setingkat SMA hanya menjanjikan gaji untuk bisa makan dua minggu.
Maka lulus SMA, berbondong bondong melanjutkan studi di berbagai perguruan tinggi. Menghabiskan lagi masa muda selama beberapa tahun dan tentunya dana yang tidak sedikit.
Semua pengorbanan ini,bukan tidak dimengerti oleh para orang tua, melainkan demi masa depan anak anak. Agar kelak lulus sarjana ,akan mendapatkan lowongan pekerjaan dengan penghasilan yang memadai. Setidaknya bisa untuk mencukupi biaya hidup dan syukur-syukur dapat menyisihkan sebagian dari penghasilan untuk ditabung.
Penghasilan Dihabiskan untuk Tebar Pesona
Tujuan awal, menghabiskan waktu selama belasan tahun,adalah agar dengan adanya Ijazah Sarjana di tangan, maka setidaknya sudah ada jaminan untuk biaya hidup dan bisa menabung sedikit demi sedikit. Tetapi dalam mengaplikasikannya, ternyata setelah ada uang di tangan,maka niat awal untuk menabung,semakin lama semakin meluntur
Mulai dengan ganti Ponsel baru,Laptop baru, pesawat televisi baru, sepeda motor dan kelengkapan pakaian yang branded, demi menjaga prestise diri sebagai seorang lulusan Sarjana.
Lama kelamaan kebiasaan ini, akan mendarah daging dan sudah tidak dapat diubah lagi sehingga tetap berlanjut ketika sudah berkeluarga. Apalagi, kalau masih menumpang tinggal di rumah orang tua ataupun rumah mertua.maka orang akan semakin lupa,bahwa suatu waktu semua orang akan menua.
Baru Sadar Ketika Sudah Terlambat
Menumpang tinggal di rumah orang tua sendiri ataupun di rumah mertua, tentu tidak ada salahnya. Namun, jangan lupa, bahwa tidak mungkin bisa selamanya tinggal menumpang karena entah karena alasan apa, suatu waktu kita harus pindah. Ketika pindah rumah baru sadar bahwa setiap sen pengeluaran harus merogoh kantong sendiri.
Dari mulai bayar kontrakan rumah,rekening listrik dan air, uang kebersihan dan seterusnya. Sadar, bahwa kemungkinan seumur hidup harus membayar kontrak rumah.
Termasuk bila diri kita sudah tidak lagi memiliki penghasilan tetap, karena sudah pensiun. Nah, membayangkan darimana dapat uang untuk membayar uang kontrakan setiap bulan, sementara usia kita semakin menua. tentu bukanlah merupakan hal yang menyenangkan.
Masih ditambah lagi dengan pemikiran bahwa anak anak semakin besar dan butuh biaya untuk menyekolahkan mereka hingga tuntas. Bila sudah tiba di tahap ini, kita baru sadar diri, maka semuanya sudah terlambat.
Rumah Adalah Prioritas Utama
Kalau masalah belanja dapur,bisa diatur,mau dikurangi atau disesuaikan dengan dana yang ada. Tapi rumah tinggal seharusnya merupakan prioritas utama dan pertama dalam hidup kita. Dalam hal ini, sebagai orang tua,kita tidak hanya bertanggung jawab atas hidup kita sendiri, tapi juga bertanggung jawab atas masa depan anak anak kita.
Karena itu perlu diwaspadai agar jangan sampai terjebak oleh gaya hidup: "Muda tebar pesona, tua hidup merana".
Lebih baik,ketika muda kerja keras dan hidup sederhana agar mampu memiliki rumah sendiri, walaupun sederhana, sehingga di hari tua,dapat menikmati hidup tenang. Jangan lupa,rumah mertua, bukan milik kita.
Tjiptadinata Effendi
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews