Belajar dari Cerpen "SK Pensiun" Karya Bapak Ahmad Tohari

Cerpen Pak Ahmad Tohari memang selalu mengandung pesan tersirat dibalik bingkainya mengenai kehidupan sehari-hari di desa.

Selasa, 8 Juni 2021 | 06:21 WIB
0
248
Belajar dari Cerpen "SK Pensiun" Karya Bapak Ahmad Tohari
Ahmad Tohari (Foto: biografiku.com)

Bagi sebagian orang, weekend bisa digunakan untuk berlibur atau untuk sekadar refreshing. Begitu juga denganku. Namun bedanya, aku tak pergi wisata, melainkan pergi ke tanggungjawab yang memang wajib dipenuhi, yaitu menjaga Perpustakaan Sukabaca.

Memang terasa membosankan. Bahkan seringkali gabut. Untung saja dosen selalu memberi tugas sehingga waktu jaga perpusku tak terlalu gabut-gabut sangat. Usai mengerjakan tugas, biasanya aku sempatkan membaca cerpen. Maklum, belum ada tanggungan buku tebal untuk dibaca secara kontinyu. Ya hitung-hitung mengisi kekosongan waktu yang cuma sebentar.

Aku buka cerpen yang masih baru. Terbitan Gramedia yang berisi kumpulan cerpen pilihan dari penulis-penulis kondang GPU (bukan yahuuudddd, tapi Gramedia Pustaka Utama). Kebetulan sekali cerpen yang ada di halaman pertama itu karyanya Bapak Ahmad Tohari, Pembina Perpustakaan Sukabaca. Aku baca cerpen tersebut yang berjudul "SK Pensiun".

Aku sudah mewanti-wanti kalau cerpen beliau ini pasti mengandung bawang, kata anak muda zaman sekarang. Dan benar saja, ini bukan karya yang biasa-biasa saja. Baiklah, sedikit aku ringkas.

Ceritanya, ada seorang pensiunan mantri pasar yang bernama Pak Kirom. Beliau punya anak namanya Salsi dan beliau merupakan seorang duda. Pak Kirom ada niatan ingin menikah dengan Yu Jembar, seorang pedagang warungan yang berusia 40 tahun. Yu Jembar merupakan janda beranak 4.

Tentunya hal tersebut jadi bahan perbincangan dan candaan para tetangganya. "Masa iya seorang tua, yg usianya udah senja mau nikah..., Terus emang anunya kuat buat malam pengantinnya?"

Salsi sebagai anak dari Pak Kirom pasti berat menerima omongan tetangga yang seperti itu. Salsi pun pernah mencegah ayahnya itu. Hanya saja Pak Kirom keukeuh dengan keinginannya. Jadilah Pak Kirom nikah dengan Yu Jembar.

Setelah beberapa hari pernikahan, Pak Kirom ternyata belum pernah tidur satu ranjang dengan Yu Jembar. Alasannya karena di rumah Yu Jembar itu sempit dan dia harus tidur dengan 2 anaknya yang masih kecil.

Jadi tidak ada kesempatan sama sekali buat tidur bareng. Sekalipun harus di rumah Pak Kirom, ternyata anak Yu Jembar tidak mau pindah ke situ. Walhasil, Pak Kirom setiap harinya hanya sekadar menemani hari-hari Yu Jembar di warung dan sore harinya pulang ke rumah masing-masing.

Baru sebulan menikah, Pak Kirom meninggal. Tetangga yang usil, memberitakannya dengan tidak wajar. "Tuhkan bener, ya mana kuat lah Pak Kirom bertanding dengan Yu Jembar". Kira-kira seperti itu omongannya.

Usai dimakamkan, kawan pensiunan Pak Kirom mencari SK Pensiun milik Pak Kirom. Salsi ikut membantu mencarikannya di rumah. Dan setelah ketemu, Salsi tanya untuk apa SK tersebut? Dijawab oleh kawan pensiunan ayahnya itu, "ini untuk kepentingan dana pensiunan ayahmu". Salsi kira itu hak milik Salsi sebagai anaknya. Namun realitanya, SK itu akan diberikan ke Yu Jembar sebagai istri sahnya Pak Kirom.

Salsi terkejut. Bukan karena dia tidak terima, melainkan sangat terharu karena ayahnya itu justru telah menyiapkan segala sesuatunya untuk kebaikan orang lain. Intinya, Pak Kirom menikahi Yu Jembar itu memang tujuannya untuk membantu ekonomi Yu Jembar yang memang bisa dikatakan sulit. Hidup dengan 4 anak di rumah yang sempit memang perlu adanya perhatian khusus.

Namun lihat apa yang tetangga pikirkan tadi? Memang kalau kita terlalu memperhatikan omongan tetangga, takkan pernah ada habisnya. Kata orang, "sepasang mata melihat, seribu mulut yang berbicara". Ah sadis benar anunya tetangga itu. Kata teman sekolah, c*c*t tetangga itu lebih ampuh dari senjata manapun. Dia lebih tajam dari pisau. Sinyal tetangga itu 5G.

Tapi sesebal-sebalnya sama tetangga, kita harus tetap ingat kata Pak Ustadz, bahwa dalam ajaran Islam, selalu diajarkan untuk hidup rukun dengan tetangga. Bahkan kita dianjurkan untuk mencintai tetangga sebagaimana kita cinta terhadap diri kita sendiri.

Cerpen Pak Ahmad Tohari memang selalu mengandung pesan tersirat dibalik bingkainya mengenai kehidupan sehari-hari di desa. Endingnya hampir selalu menitikkan air mata yang keluar dari lubuk hati dan jiwa.

***